MATERI TARBIYAH
Kafirun - Bagian 3

Indeks KTPDI | Kumpulan Materi Tarbiyah | Konsultasi Islam | Arsip Konsultasi Islam



From     : Ahmad Zubair
Subject  : Kafirun - bagian 3

Para sahabat isneter,

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Marilah kita lanjutkan kajian kita mengenai kafirun ini.

Bagaimanakah kita dapat memperhitungkan adanya kesalahan atau kebajikan 
sebiji zarrah pada diri ini? Kain yang putih dengan setitik tinta diatasnya 
tetap dipandang kotor, kain tersebut akan dipandang bersih kalau tiada noda 
sedikitpun yang melekat. Kain tersebut tidak dapat membersihkan dirinya, 
kecuali si empunya kain mencuci kain tersebut dengan zat pembersih. Demikian 
pula pada diri manusia, setitik dosa betapa kecilnya tetap mengotori kesucian 
diri. Yang dapat membersihkan manusia dari noda dan dosa hanya Allah semata, 
dengan permohonan ampun dan bertobat kepada Allah semata dengan tidak 
mengulangi pengotoran terhadap diri.

Karena ke Maha Pemurahan Allah, maka setiap kebajikan yang dijalankan sesuai 
dengan ketetapan Allah maka akan dibalasi berlipat ganda dan mendapatkan 
pahala yang besar dari sisiNya. Sebaliknya setiap kesalahan manusia walaupun 
sebesar zarrah tidak terlepas dari perhitungan Allah.

"Apakah kemudharatan bagi mereka, kalau mereka beriman kepada Allah dan hari 
kemudian dan menafkahkan sebahagian rezki yang telah diberikan Allah kepada 
mereka Dan adalah Allah Maha Mengetahui keadaan mereka. (QS. 4:39)

Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarah, dan 
jika ada kebajikan sebesar zarah, niscaya Allah akan melipat gandakan dan 
memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. (QS. 4:40)"

"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan 
melihat (balasan)nya. (QS. 99:7)

Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia 
akan melihat (balasan)nya pula. (QS. 99:8)".

Dalam setiap tindakan manusia tidak terlepas dari pantauan yang Maha Kuasa. 
Segalanya tidak dapat dipisahkan dari ijin - ridha - kehendakNya, yang 
seharusnya setiap diri berusaha menghindari keinginan-keinginan pribadi.

Menurut ayat berikut, setiap timbulnya keinginan pada seorang manusia, 
termasuk pada Rasul dan Nabi, maka syaitanpun memasukkan godaan-godaan 
kedalam keinginan tersebut. Bagi seseorang yang telah berpredikat Rasul 
atau Nabi, Allah menghilangkan pengaruh syaitan tersebut, demikian juga 
bagi orang-orang yang taat dan patuh kepada chaliknya. 

Namun hal tersebut tidak berlaku bagi orang-orang yang pada dirinya ada 
kekafiran, setiap keinginannya selalu dipengaruhi oleh syaitan. Mereka tidak 
sanggup menolak pengaruh syaitan karena tiadanya pertolongan dari Allah. 
Akibatnya setiap keinginannya akan menjadi tindakan yang bertentangan dengan 
syari'at Allah.

"Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) 
seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun 
memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa 
yang dimaksud oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan 
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, (QS. 22:52)

agar Dia menjadikan apa yang dimaksudkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan 
bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. 
Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan 
yang sangat (QS. 22:53)"

Si Fulan dan si Fulin belajar agama Islam secara tekun. Si Fulan berniyat 
karena Allah untuk membekali dirinya agar dapat manjadi hamba Allah yang 
shaleh. Sedangkan Si Fulin belajar agama dengan niyat untuk memahaminya 
kemudian mendapat sebutan dari manusia menjadi seorang ahli dengan predikat 
ustadz, dia berciata-cita menjadi orang yang tenar dan dikagumi orang. 
Akhirnya baik si Fulan maupun si Fulin berhasil mempelajari ilmu agama 
Islam. Dengan ilmu yang diperoleh si Fulan melakukan perbaikan-perbaikan 
pada dirinya sehingga ia betul-betul menjadi kekasih Allah. Dia tidak pernah 
menonjolkan diri sebagai seorang yang berilmu Allah, namun apabila ada orang 
yang memerlukan pertolongan ataupun nasihat dilakukannya dengan ikhlas karena 
Allah semata. Secara halus ditolaknya setiap imbalan yang diberikan oleh 
orang-orang yang merasa dibantu - ditolong. Berbeda dengan si Fulin, karena 
keinginannya adalah menjadi orang yang terkenal, maka diapun menonjolkan 
ilmu yang dimilikinya. Dia merasa bangga dengan makin banyaknya orang yang 
mengagumi dirinya, kemudian karena semakin banyaknya orang yang datang 
kepadanya maka diapun berfikir inilah kesempatan untuk mengumpulkan harta. 
Maka dipungutnya imbalan dari pendengarnya, bahkan kadang-kadang tidak 
segan-segan dengan memasang tarif. 

Dalam hal ini syaitan dengan aktif mempengaruhi kedua orang tersebut atas 
keinginan-keinginan mereka. Namun syaitan tidak berdaya mempengaruhi si 
Fulan, karena dengan ikhlasnya dia menjalankan agama karena Allah semata, 
dan Allah melindunginya. Sedangkan terhadap si Fulin syaitan sangat efektif 
mempengaruhi dirinya, tiada pertolongan dari Allah sedikitpun, sehingga 
kerakusannya terhadap duniawi, baik berupa sanjungan maupun harta duniawi 
semakin menggebu.

Sebagai hasilnya sesuai dengan hadits Rasulullah, si Fulan akan dimasukkan 
kedalam syurga oleh Allah, sedangkan si Fulin akan diceburkan kedalam neraka 
jahanam. Walaupun profesi mereka sama yaitu sebagai seorang penyampai ilmu 
agama.

Ketiadaan keinginan pribadi tersebut karena terciptanya manusia dengan fungsi 
"mengabdi - menyembah Allah saja" dan berada dalam syari'at Islam.

Wallahu a'lamu bishshawab,

Wassalam,

Saya yang bodoh,

Ahmad Zubair
KTPDI






Indeks KTPDI | Kumpulan Materi Tarbiyah | Konsultasi Islam | Arsip Konsultasi Islam

Rancangan KTPDI Hak cipta © dicadangkan.