Makassar, 4  J u n i  2004.

No.       : 021/TPSDP-EESP/2004

Hal        : Overseas Degree Training – Ph.D. – a/n Dewiani, Tajuddin Waris dan Samuel Panggalo

Lamp.   : Fotocopy Surat PimBagPro CPMU TPSDP No. 668/TPSDP/SD/V/2004, 11 Mei 2004

 

Kepada

Yth.       Bapak Pemimpin Bagian Proyek TPSDP

            Di Jakarta

 

Dengan hormat,

 

            Menanggapi surat Bapak No. 668/TPSDP/SD/V/2004 tertanggal 11 Mei 2004 yang ditujukan kepada Direktur SPMU TPSDP Universitas Hasanuddin (fotocopy terlampir) mengenai kelanjutan program studi ke Australia a/n Dewiani, Tajuddin Waris dan Samuel Panggalo, kami dari Program Studi Teknik Elektro Universitas Hasanuddin menghaturkan terimakasih sebesar=besarnya atas persetujuannya untuk pelaksanaan program ELICOS bagi ketiga kandidat tersebut. Akan tetapi, kami juga sangat berkeberatan dengan pernyataan pada point kedua dan ketiga dalam surat tersebut yang telah menutup peluang bagi ketiga kandidat tersebut untuk mengikuti English Language Bridging (ELB) Program yang diselenggarakan oleh Curtin University of Technology, Perth, tempat mereka melanjutkan studi di Australia. Ada pun dasar dari keberatan kami dapat kami uraikan sebagai berikut:

o        Kronologis. Ketiga kandidat sebenarnya telah siap dan memenuhi persyaratan untuk berangkat ke Australia sejak bulan Oktober 2003 (salah satu di antaranya, yaitu Tajuddin Waris, bahkan telah siap dan memenuhi persyaratan sejak bulan Mei 2003). Tetapi persetujuan dari CPMU baru diterima pada bulan Maret 2004. Menurut Direktur SPMU UNHAS, keterlambatan ini disebabkan oleh “kehati-hatian” pihak CPMU dalam memutuskan. Yang jelas, keterlambatan turunnya persetujuan ini sama sekali bukan diakibatkan oleh kesalahan atau pun kelalaian Program Studi Teknik Elektro mau pun ketiga kandidat. Jadi sangatlah tidak fair untuk membebankan risiko keterlambatan ini kepada Program Studi Teknik Elektro, terlebih-lebih kepada ketiga kandidat. Akhirnya ketiga kandidat baru bisa berangkat pada awal bulan April 2004, sehingga dinyatakan terlambat untuk mengikuti Program ELB oleh pihak Curtin. Setelah melalui diskusi yang cukup bertele-tele melalui e-mail dan telepon antara pihak-pihak terkait di Curtin, ketiga kandidat, kami di Program Studi, bahkan IDP Makassar, akhirnya disepakati bahwa Program ELB untuk ketiga kandidat harus ditunda ke semester berikutnya, yang akan dimulai akhir bulan Juli/awal bulan Agustus 2004. Sebagaimana diketahui, Program ELB ini memang dirancang khusus bagi para kandidat Ph.D. untuk mempersiapkan dan menjamin mereka agar secara akademik dapat dinyatakan layak mengikuti Program Ph.D. Agar tidak terjadi kerugian waktu, sementara menunggu mulainya Program ELB yang tertunda, pihak Department of Electrical Engineering di Curtin telah mengijinkan mereka memanfaatkan fasilitas di jurusan tempat mereka kelak akan melanjutkan studi, termasuk fasilitas kantor (office) dan research supervisors. Yang menjadi masalah kemudian adalah official status ketiga kandidat sebagai students, sesuai dengan visa requirement, yang hanya bisa diperoleh jika mereka secara resmi mengikuti suatu program di Curtin. Menyadari adanya aturan dari Ditjendikti dan TPSDP yang tidak memperbolehkan kursus Bahasa Inggris lebih dari 4 (empat) bulan, maka pihak International Student Office di Curtin dengan didukung oleh Department of Electrical Engineering telah berupaya mencari program non-Bahasa Inggris untuk mendapatkan official status dan sekaligus mengisi waktu luang sampai akhir Juli. Ternyata program semacam ini tidak tersedia, sehingga ketiga kandidat terancam deportasi oleh pihak imigrasi Australia jika tidak dapat memenuhi visa requirement.  Satu-satunya opsi adalah mengikuti Program ELICOS yang (berbeda dengan Program ELB) tidak secara khusus akan meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris ketiga kandidat sampai  ke tingkat akademik yang memenuhi syarat untuk mengkuti Program Ph.D. Ke-ikut-serta-an ketiga kandidat dalam Program ELICOS ini difahami oleh ketiga kandidat dan pihak-pihak terkait di Curtin serta kami di Program Studi Teknik Elektro UNHAS, hanya sekedar untuk memenuhi visa requirement, dan sama sekali tidak menjamin entry ke Program Ph.D. seperti Program ELB.  Program ELB hanya dapat digantikan oleh IELTS score pada band 6.5-7, yang unlikely (menurut pihak Curtin) bisa dicapai dari band 5 dengan Program ELICOS hanya 10 minggu. Jadi, menurut hemat kami, persetujuan CPMU untuk mengikuti Program ELICOS tidak seharusnya menutup peluang ketiga kandidat untuk mengikuti Program ELB pada semester yang akan datang, karena Program ELICOS tersebut tidak untuk meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris sampai ke tingkat yang dipersyaratkan, melainkan hanya sekedar untuk “menyelamatkan” official status mereka sebagai students sesuai visa requirement. Seandainya ada program non-Bahasa Inggris yang bisa diikuti untuk mendapatkan official status tersebut, tentu ketiga kandidat akan mengikutinya sehingga aturan DitjenDikti/TPSDP mengenai batas waktu 4 (empat) bulan untuk kursus Bahasa Inggris tidak dilanggar. Tapi karena tidak adanya program semacam itu, terpaksalah Program ELICOS yang diikuti. Keterpaksaan seperti ini – menurut hemat kami – seyogyanya di-tolerir saja sebagai “force majeur”, dan jangan dipahami sebagai pelanggaran kontrak (contract violation)..

o        Pembiayaan. Program ELB yang sedianya diikuti oleh ketiga kandidat pada semester 1, kemudian ditunda ke semester 2, sudah dibayar lunas sejumlah 3 X AU$ 6,200 = AU$ 18,600 oleh pihak SPMU UNHAS pada pertengahan bulan Maret 2004 sebelum ketiga kandidat memperoleh visa untuk berangkat ke Perth. Kemungkinan besar dana ini adalah non-refundable, sesuai dengan kontrak, harus tetap di-alokasi-kan untuk Program ELB. Sejauh pengetahuan kami, sulit bagi pihak Curtin, juga mungkin bagi pihak ADB, untuk mengalihkan alokasi dana ini ke program lain, termasuk ELICOS plus IELTS-test, karena pengalihan ini tentu saja dapat dianggap sebagai pelanggaran kontrak (contract violation). Kebetulan transfer dana ini ke Australia bermasalah, sehingga sampai saat ini belum diterima oleh penyelenggara Program ELB, yang masih terus berusaha melacaknya. Tentu amat sulit meminta pihak penyelenggara Program ELB untuk berusaha melacak keberadaan dana ini, lalu - jika telah ditemukan - harus diserahkan ke penyelenggara Program ELICOS dan sisanya dikembalikan ke SPMU UNHAS (???).  Akan lebih sederhana persoalannya jika Program ELB tetap dipertahankan, sedangkan Program ELICOS yang sekarang diikuti dibiayai dari dana yang sudah di-alokasi-kan menurut kontrak untuk biaya tution fee semester 2. Hal ini dimungkinkan karena jika ketiga kandidat mengikuti Program ELB di semester 2, maka mereka tidak perlu membayar tuition fee. Secara de facto pun, ketiga kandidat saat ini telah memulai research program mereka untuk menulis disertasi Ph.D., jadi pembiayaan dari dana yang sedianya untuk tuition fee semester 2 sama sekali tidak melanggar kontrak (Hal ini sudah dikemukan oleh ketiga kandidat kepada Direktur SPMU UNHAS dalam surat yang juga di-forward melalui fax ke CPMU awal bulan Mei lalu). Selain itu, solusi ini akan memudahkan pertanggungjawaban dalam Annual Report, karena pada dasarnya tidak ada pengalihan anggaran. Implementasi yang dilaksanakan masih sesuai dengan kontrak, hanya bertukar urutan, seharusnya membayar Program ELB dulu kemudian tuition fee, yang dilakukan adalah sebaliknya. Justru dengan menutup peluang ketiga kandidat mengikuti Program ELB seperti yang ditetapkan oleh CPMU sekarang ini, malah tentunya akan menyulitkan pihak SPMU UNHAS membuat pertanggungjawaban akhir tahun nanti, terlebih-lebih jika ketiga kandidat terpaksa kembali ke Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam point ketiga surat dari PimBagPro terlampir.

o        Penjadwalan. Jika peluang ketiga kandidat untuk mengikuti Program ELB ditutup, maka selain akan terjadi komplikasi dalam masalah pembiayaan, juga perlu di-antisipasi komplikasi dalam masalah penjadwalan. Pada awal bulan Agustus 2004 nanti, yaitu pada akhir batas waktu 4 (empat) bulan yang ditetapkan PimBagPro sesuai point pertama dalam surat terlampir, status ketiga kandidat akan kembali tidak jelas. Program ELICOS yang sekarang diikuti akan berakhir pada pertengahan bulan Juli 2004, sedangkan IELTS-test kemungkinan baru diselenggarakan pertengahan bulan Agustus 2004, sehingga score-nya baru bisa diketahui awal September 2004, bersamaan dengan akhir masa registrasi semester 2. Sementara itu, Program ELB semester 2 yang seyogyanya diikuti oleh ketiga kandidat, kemungkinan sudah mulai berjalan sejak akhir Juli 2004 (tepat sesudah berakhirnya Program ELICOS). Jika mereka menunggu hasil IELTS awal September 2004 baru mengikuti Program ELB, maka akan terjadi keterlambatan lagi seperti yang lalu. Juga kalau CPMU/SPMU bersikukuh bahwa jika pada awal bulan Agustus 2004 belum juga terdaftar ke Program Ph.D. ketiga kandidat harus kembali ke Indonesia, maka sudah hampir pasti mereka harus kembali ke Indonesia, padahal mereka belum sempat mengikuti IELTS-test sama sekali, dan batas akhir registrasi semsester 2 pun belum dilampaui. Hal ini sama sekali tidak fair bagi ketiga kandidat, dan tentu saja akan sangat merugikan Program Studi Teknik Elektro UNHAS.

 

Menurut hemat kami, kerumitan masalah ketiga kandidat sebagaimana diuraikan di atas sebenarnya tidak perlu terjadi seandainya pihak SPMU UNHAS sejak awal bersedia dan berupaya melakukan komunikasi yang intensif dan koordinasi yang efektif dengan semua pihak terkait, termasuk ketiga kandidat, kami di Program Studi dan pihak Curtin. Kami sangat menyayangkan bahwa pihak SPMU UNHAS hanya bersedia berkomunikasi dengan CPMU di Jakarta (komunikasi dengan pihak Curtin pun hanya dilaksanakan atas permintaan dari CPMU). Kami pun memberanikan diri menulis surat ini setelah memastikan bahwa allowance bulan Mei, Juni dan Juli 2004 untuk penopang hidup ketiga kandidat sudah di-transfer oleh SPMU UNHAS pada awal bulan Juni 2004. Untuk diketahui, selama bulan Mei 2004, allowance ketiga kandidat telah ditahan oleh SPMU UNHAS dengan alasan menunggu kejelasan status mereka. Padahal, apa pun status-nya, selama bulan Mei 2004 ketiga kandidat tetap memerlukan biaya untuk kehidupan mereka di Perth, Australia. Kami tentu tidak ingin yang seperti ini nanti terjadi lagi pada bulan Agustus 2004 yang akan datang. Oleh karena itu, kami mohon kebijaksanaan Bapak agar tetap memberikan peluang kepada ketiga kandidat untuk mengikuti Program ELB pada semester 2 yang akan datang, dan menganggap bahwa Program ELICOS yang saat ini diikuti sebagai suatu keterpaksaan (force majeur) demi mempertahankan official status mereka sebagai students, bukan sebagai tambahan kursus Bahasa Inggris.            

           

            Demikian penjelasan kami, atas perhatian dan pengertiannya kami haturkan banyak terimakasih.

 

 

                                                W a s s a l a m,

                                                                        Koordinator Proyek,

 

 

 

 

                                                                       

                                                            Rhiza S. Sadjad

                                                                        NIP. 131122063
Tindasan:

1.       Bapak Rektor Universitas Hasanuddin MAKASSAR

2.       Bapak Pembantu Rektor I Universitas Hasanuddin MAKASSAR

3.       Bapak Dekan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin MAKASSAR

4.       Bapak Ketua Jur. Teknik Elektro Fak. Teknik Universitas Hasanuddin MAKASSAR

5.       PIC Activity R.5. TPSDP-EESP UNHAS, Bapak Prof. Dr. Ir. H. M. Tola, M.Eng.

6.       Ibu Ir. Dewiani, MT, Bapak Ir. Tajuddin Waris, MT dan Bapak Ir. Samuel Panggalo, MT di Curtin University of Technology, Perth, Australia

7.       Bapak Direktur SPMU TPSDP Universitas Hasanuddin MAKASSAR

8.       ARSIP.