MATERI TARBIYAH
IKHTILA'



Bismillah Walhamdulillah Was Salaatu Was Salaam 'ala Rasulillah
Number: isnet/1450; Att: is-mod, is-lam, mus-lim

Nomor: tarbiyah/08jul94/211
Bismillaahirrahmaanirrahiim


Assalamu'alaikum wr.wb.

                                                  100 baris

                         IKHTILA'


   Ya Allah, kepadaMu aku mengadukan kelemahanku,
   kurangnya kesanggupanku,
   dan kerendahan diriku berhadapan dengan manusia.
   Wahai Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
   Engkaulah Pelindung bagi si lemah,
   dan Engkau jualah Pelindungku.
   Kepada siapakah diriku hendak Engkau serahkan ?
   Kepada orang jauh yang berwajah suram terhadapku,
   ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku?
   Jika Engkau tidak murka kepadaku,
   maka semua itu tak kuhiraukan,
   karena sungguh besar ni'mat yang Engkau limpahkan kepadaku.
   Aku berlindung pada sinar cahaya wajahMu,
   yang menerangi kegelapan dan mendatangkan
   kebajikan di dunia dan akhirat,
   dari murkaMu yang hendak Engkau turunkan kepadaku.
   Hanya Engkaulah yang berhaq menegur dan mempersalahkan
   diriku hingga Engkau berkenan.
   Sungguh tiada daya dan kekuatan apapun selain atas perkenanMu.
   (Do'a Rasulullah SAW sepulang dari Tha'if)


   Rasulullah sebelum bit'sah kerap ber'uzlah beberapa malam,
kadang mencapai 1 bulan.  Kemudian pulang mengambil bekal untuk
kembali berikhtila'(menyendiri) di Gua Hira'.  Allah menumbuhkan
kecenderungan di hati Rasulullah SAW untuk berkhalwah ini sampai
datang malaikat Jibril menyampaikan wahyu Allah.

   'Uzlah, ikhtila', khalwah, menyendiri untuk mengadu kepada
Allah, bermuhasabatun-nafsi (mengadili diri) adalah sesuatu yang
dicontohkan Rasulullah Muhammad, yang merupakan penempaan diri
dalam upaya menerima beban da'wah.  Bagi seorang Muslim, yang
secara fitri telah berikrar untuk berserah diri dan diatur hanya
oleh hukum Allah, sebagai mukallaf yang mesti menanggung
beban da'wah (taklif), serta sebagai jundullah (prajurit Allah)
yang bertugas memenangkan agamaNya, dan secara hakiki mempunyai
tanggung jawab untuk menegakkan nilai-nilai langit di bumi,
kesiapan diri untuk menjalankan tugas dengan benar adalah merupakan
persyaratan vital.  Selain itu karena da'wah itu sendiri mempunyai
karakter dasar "da'watun naas ilallah", yakni mengajak manusia
kepada Allah; manusia sebagai diri sendiri, dan orang lain;
karena da'wah itu sendiri bermula untuk pribadi yang bersangkutan,
untuk keselamatan diri sendiri baru untuk orang lain.  Dalam titik
ini ikhtila' akan menyiapkan basis pribadi, menambah bekal individu
dalam menapaki jalan yang berat lagi mendaki, jalan para Nabiullah.

   Dalam dien ini, ikhtila' adalah pengadilan manusia pada dirinya
sendiri, tempat mengadukan dan mengeluarkan segala tekanan, sarana
untuk membersihkan diri dan menguatkan jiwa.  Manusia yang terdiri
dari darah dan daging, manusia yang punya perasaan sombong, ujub
(bangga diri), dengki, riya', cinta dunia, haus akan populeritas
dan kekuasaan, manusia yang punya penyakit-penyakit hati, mesti
selalu melakukan pembersihan jiwa apalagi manakala jalan da'wah
mesti ditempuh.  Dalam kesendirian, dalam suasana hening, dalam
kesunyian dunia, penyakit yang sudah merembes masuk ke dalam bathin,
menguasai jiwa dan membuat kerusakan di dalamnya ditundukkan, dilum-
puhkan, dan dibuang perlahan-lahan.  Ikhtila' adalah forum dimana
bathin menanyakan kepada dirinya sendiri akan motif-motif yang selama
ini memotori aktifitas jasad dan fikriyahnya.  Ia adalah sarana
untuk mengkoreksi kecenderungan-kecenderungan bathiniyah yang tak
terkendali untuk mengarahkannya secara fitri dalam kerangka 'ubudiyah.
Dengan ikhtila' seorang Muslim merenungi hakekat diri dan pencipta-
annya, tugasnya sebagai hamba, sebagai wakil, sebagai budak Allah,
kelemahan-kelemahan dirinya di hadapan Rabbnya, penyakit-penyakit
yang diidapnya, rasa cintanya pada pujian, dan rasa takutnya akan
celaan dan caci-maki.  Dengan ikhtila' seorang hamba menafakuri
fenomena-fenomena keagungan Allah, kemahabesaranNya, kasih sayang
dan rakhmatNya.  Dalam ikhtila' seorang Muslim membayangkan
betapa ni'matnya surga Allah dan betapa dahsyatnya azab kubur dan
siksa neraka, betapa menakutkannya neraka jahannam yang bahan bakar-
nya manusia dan batu.  Ikhitla' akan menumbuhkan rasa harap, rasa
takut dan rasa cinta kepada Allah. Ia akan mengalirkan kehangatan
dalam dada manakala mengingatNya.

   Rasa harap akan surga Allah dan perjumpaan denganNya akan membuat
seorang jundullah bertahan dalam medan-medan sulit.  Rasa takut
terhadap beban yang lebih berat, terhadap neraka jahannam akan
menumbuhkan keringanan dalam menghadapi tugas-tugas da'wah yang
ringan dan memberikan kesabaran.  Lalu rasa cinta akan menumbuhkan
keridhaan, akan mengalirkan energi luar biasa dalam hal kesabaran
dan mushabarah (melipatgandakan kesabaran), dan mahabah akan
menumbuhkan perasaan tentram dalam menjalani medah da'wah ilallah
tapak demi tapak, hasta demi hasta.  Akhirnya seorang Muslim akan
selalu merasa, bahwa Allah bersamanya dalam setiap tindaknya, dalam
setiap bicaranya, hingga pupuslah rasa takut kepada manusia dan
celaan dari orang-orang yang suka mencela.

   Dalam dein ini, ikhtila' hanyalah sarana dan sama sekali bukan
tujuan.  Mencari dorongan spritual, tasawuf hanyalah alat dan obat
untuk menguatkan kesiapan diri dalam meniti jalan berat medan
penegakkan kalimatullah.  Karenanya, menenggelamkan diri dalam
ikhtila', menelantarkan tugas da'wah, dan menyikapi ikhtila' lebih
dari kadar obat malah akan membawa penyakit bagi jiwa itu sendiri.
Inilah keagungan dien yang penuh tawadzun, keseimbangan.

Hasbunallah wa nimal wakil

wassalam,
abu zahra


------------
tarbiyah@isnet.org



Rancangan KTPDI. Hak cipta © dicadangkan.