MATERI TARBIYAH
MUSH'AB BIN 'UMAIR - Utusan Sang Utusan



Bismillah Walhamdulillah Was Salaatu Was Salaam 'ala Rasulillah
Number: isnet/11; Att: is-mod, is-lam

Nomor: tarbiyah/26jul94/343
Bismillaahirrahmaanirrahiim



            			MUSH'AB BIN 'UMAIR
            			Utusan Sang Utusan

	Sepulang dari mengikat janji dengan RasuluLlah di lembah Aqabah, ummat 
Islam Yastrib segera pulang kembali ke kotanya dan mulai menyusun strategi 
da'wah yang akan diterapkan di Yastrib. Situasi "ipoleksus" Yastrib saat itu 
benar-benar memerlukan pemikiran dan kerja bersama untuk menghadapinya. Saat 
itu jalur ekonomi dan politik dikuasai oleh orang-orang Yahudi. Sistem riba 
yang diterapkan Yahudi sangat mengganggu roda perekonomian, dimana kesenjangan 
antara kaya dan miskin teramat kentara.

    Sementara itu kesatuan masyarakat Yastrib yang terdiri dari berbagai 
suku, selalu dalam kondisi terpecah dan saling curiga, ditambah dengan intrik-
intrik Yahudi yang selalu meniupkan rasa permusuhan di antara mereka. Opini 
umum saat itu juga dikuasai Yahudi. Kedaan diperparah dengan kepercayaan tradisi 
leluhur dan animisme yang membelenggu cara berpikir masyarakat. Singkatnya, 
jalan da'wah di Yastrib masih terasa teramat sulit.

	Hasil pengamatan lapangan ini semua memerlukan analisis dan penyusunan 
strategi yang briliant, dan juga sekaligus "bil hikmah" serta "istiqomah". 
Perlu pendekatan kompromistis tanpa harus menyelewengkan nilai-nilai al-Islam. 
Mereka berpikir keras dan menyusun strategi. Akhirnya diputuskan untuk menempuh 
jalan da'wah sirriyyah (da'wah secara diam-diam).

	Dalam musyawarah pasca Aqabah itu, diputuskan juga untuk menugaskan 
seseorang untuk menghadap RasuluLlah, meminta kepada beliau untuk mengirimkan 
seorang da'i dan instruktur ke Yastrib. Da'i ini dipandang sangat perlu untuk 
mengajar "alif-ba-ta"nya ajaran-ajaran Al-Qur'an, sekaligus menjadi "uswah" 
mereka dalam cara hidup yang Islami. Menurut mereka inilah cara terbaik untuk 
meningkatkan akselerasi da'wah di Yastrib, tanpa harus kehilangan arah.

	RasuluLlah sangat menghargai nilai strategis yang telah diputuskan oleh 
kaum muslimin Yastrib, beliau juga sangat memahami obsesi yang mereka miliki 
saat itu. Akhirnya, beliau memutuskan untuk mengabulkan permohonan delegasi 
Yastrib, serta menunjuk Mush'ab al Khair bin 'Umair RA. Tentunya bukan tanpa 
alasan RasuluLlah memilih pemuda pendiam yang satu ini. Beberapa sisi kehidupan 
yang ada pada diri Mush'ab sangat menentukan dalam mengantarkannya menduduki 
jabatan penting ini. Ia adalah kader RasuluLlah hasil binaan dan tempaan madrasah 
Arqom bin Arqom. Dengan begitu kualitas dan taat asasnya sangat terjamin.

	Mush'ab  adalah tipe muslim yang mengutamakan banyak kerja. Dengan sikap 
"sami'na wa atho'na", Mush'ab menerima tugas yang diamanahkan RasululuLlah ke 
atas pundaknya. Jadilah ia seorang utusan dari Sang Utusan. Dengan segera, 
sesampainya di Yastrib, Mush'ab menemui para naqib (pimpinan kelompok) yang 
ditunjuk RasuluLlah di Aqabah. Dengan mereka, Mush'ab membuat outline langkah-
langkah da'wah yang akan mereka lakukan. Untuk menghindari benturan langsung 
dengan masyarakat Yahudi, yang saat itu sangat geram karena mengetahui bahwa 
Nabi Terakhir ternyata bukan dari kalangan mereka, Mush'ab menetapkan untuk 
mempertahankan jalan da'wah secara sirriyyah. Disamping itu, ditetapkan untuk 
mempertinggi intensitas da'wah kepada beberapa kabilah, terutama Aus dan Khajraj, 
karena kedua kabilah ini dinilai sangat potensial dan merupakan kunci dalam 
memudahkan jalan da'wah.

	Mush'ab bin Umair terjun langsung memimpin para naqib dalam berda'wah. 
Beliau berda'wah tanpa membagi-bagikan roti dan nasi atau jampi-jampi. Ia 
meyakini Islam ini adalah dienul-haq, dan harus disampaikan dengan haq (benar) 
pula, bukan dengan bujukan apalagi paksaan. Mush'ab terkenal sangat lembut 
namun tegas dalam menyampaikan da'wahnya, termasuk ketika ia diancam dengan 
pedang oleh Usaid bin Khudzair dan Sa'ad bin Muadz, dua pemuka Bani Abdil Asyhal. 
Dengan tenang, Mush'ab berkata: "Mengapa anda tidak duduk dulu bersama kami 
untuk mendengarkan apa yang saya sampaikan? Bila tertarik, alhamduliLlah, bila 
tidak, kami pun tidak akan memaksakan apa-apa yang tidak kalian sukai." Keduanya 
terdiam dan menerima tawaran Mush'ab, duduk mendengarkan apa yang dikatakannya. 
Mereka ternyata tidak hanya sekedar tertarik, dengan seketika keduanya 
bersyahadat ... dan tidak itu saja mereka kembali kepada kelompok masyarakatnya 
dan mengajak mereka semua memeluk Islam.

	Demikianlah, satu persatu kabilah-kabilah di Yastrib menerima Islam. Hampir 
semua anggota kedua kabilah besar: Aus dan Khajraj, mau dan mampu menerima Islam. 
Gaya hidup terasa mulai berubah di Yastrib. Lingkaran jamaah muslim semakin 
melebar, hampir di setiap perkampungan ditemui halaqah-halaqah Al-Qur'an.

	Potensi ummat telah tergalang, namun demikian Mush'ab tidak lantas merasa 
berwenang untuk memutuskan langkah da'wah selanjutnya. Untuk itu Mush'ab mengirim 
utusan kepada RasuluLlah untuk meminta pendapat beliau mengenai langkah da'wah 
selanjutnya, apakah perlu diadakan "show of force" dengan sholat berjamaah.

	Musim haji tiba! Mush'ab bersama tujuh puluh-an muslim Yastrib menuju 
Makkah dengan tujuan utama menemui pimpinannya: RasuluLlah SAW, untuk melaporkan 
hasil dan problema da'wah di Yastrib, serta mengantarkan para muslimin Yastrib 
untuk berbai'ah kepada RasuluLlah  SAW. Mush'ab tidak berlama-lama di kampung 
halamannya, karena tugasnya di Yastrib telah menanti. Beliau segera kembali 
bersama rombongan menuju ke Yastrib untuk semakin menggiatkan aktifitas da'wah, 
serta mempersiapkan kondisi bila sewaktu-waktu RasuluLlah dan muslimin Makkah 
berhijrah ke Yastrib. Penerapan nilai-nilai Islam di Yastrib berjalan mulus, 
murni dan konsekuen. Kaum Yahudi tidak banyak berbicara, mereka melihat kekuatan 
muslimin yang semakin besar, sulit untuk dipecah. Singkatnya, saat itu, kota 
Yastrib dan mayoritas penduduknya telah siap secara aqidah dan siyasah (politik). 
Mereka dengan antusias menantikan kedatangan RasuluLlah dan muslimin Makkah.

	Akhirnya,  sampailah  para muhajirrin  dari  Makkah  di Madinah ...
Islam berkembang semakin luas dan kuat. Pada titik ini, bukan berarti 
Mush'ab minta pensiun, karena beliau menyadari bahwa tugas seorang da'i tak 
kenal henti. Beliau tetap terlibat aktif dalam da'wah dan peperangan. Beliau 
mendapatkan syahid-nya di medan pertempuran Uhud. RasuluLlah sangat terharu 
sampai menitikkan air mata ketika melihat jenazah Mush'ab. Kain yang dipakai 
untuk mengkafaninya tidak cukup, bila ditarik untuk menutupi kepalanya, 
tersingkaplah bagian kakinya, dan bila di tarik ke bawah, tersingkaplah 
bagian kepalanya. RasuluLlah  terkenang dengan masa muda pemuda Quraisy 
ini yang mempunyai puluhan pasang pakaian yang indah-indah. Saat itulah 
RasuluLlah membaca bagian dari surat al-Ahzab ayat 23:

  "Sebagian mu'min ada yang telah menepati janji mereka kepada
  ALlah, sebagian mereka mati syahid, sebagian lainnya masih
  menunggu, dan mereka memang tidak pernah mengingkari janji."

	Mush'ab  bin 'Umair wafat dalam usia belum lagi 40 tahun. Ia masih muda, 
tidak sempat melihat hasil positif dari kerja akbar yang telah dilakukannya. 
Semoga ALlah Rabbul Jalil merahmati Mush'ab al-Khair bin 'Umair.

            **************
Wassalamu'alaikum
abu akhyar
keyword: profil, mushab bin umair, utusan rasulullah



------------
tarbiyah@isnet.org



Rancangan KTPDI. Hak cipta © dicadangkan.