MATERI TARBIYAH
T A K L I F (2)



Bismillah Walhamdulillah Was Salaatu Was Salaam 'ala Rasulillah
Number: isnet/167; Att: is-mod, is-lam

Nomor: tarbiyah/08jul94/215
Bismillaahirrahmaanirrahiim


Assalamu'alaikum wr.wb.

                                                      96 baris


                        T A K L I F (2)


       Diantara orang-orang sebelum kamu dahulu
       ada yang disiksa dengan ditanam hidup-hidup,
       ada yang dibelah kepalanya menjadi dua,
       dan ada pula yang disisir rambutnya dengan sisir besi
       sehingga kulit kepalanya terkelupas.
       Tetapi siksaan-siksaan itu tidak menggoyahkan tekad
       mereka untuk tetap mempertahankan agama.
       Demi Allah, Allah PASTI akan mengakhiri semua
       persoalan itu, sehingga orang berani berjalan
       dari Shan'a ke Hadratulmaut tanpa rasa takut
       kepada siapapun juga selain Allah.
       (H.R. Bukhari)


     Ketika Rasulullah sedang shallat di dekat Ka'bah pernah datang
'Uqbah bin Abi Mu'ith mencekek leher Beliau dengan sekuat tenaganya,
kemudian Abu Bakar datang menyelamatkan beliau dengan memegang kedua
lengan 'Uqbah itu dan menjauhkannya dari Rasulullah. Dalam kesempatan
yang lain, ketika Rasulullah sedang sujud di sekitar beberapa orang
Quraish, tiba-tiba 'Uqbah datang dengan membawa kotoran lalu melempar-
kannya ke belakang punggung Nabi.  Beliau tidak mengangkat kepalanya
hingga datang Fatimah ra membersihkannya.

     Itu hanyalah beberapa contoh penganiayaan yang pernah diderita
Rasulullah, Nabi Allah yang mulia.  Penyiksaan dan penganiayaan
juga telah diterima para sahabat Beliau.  Kita bisa jadi bertanya
mengapa Rasulullah dan para sahabat yang akan menegakkan kebenaran
ilahiyah, yang akan menegakkan kalimatullah, yang akan menegakkan
kalimat thayibbah, yang akan menegakkan kemuliaan harus mengalami
penyiksaan, penganiyaan, harus meneteskan darah, luka-luka dan
penderitaan fisik seperti itu?  Bukankah Allah Maha Kuasa untuk
menolong RasulNya serta prajurit yang membela agama-Nya?  Kenapa
penghinaan mesti diterima hamba-hamba Allah yang mulia?  Bukankah
mereka seharusnya mendapat kemuliaan?

     Jawaban rasional dari pertanyaan ini bisa saja untuk difikir-
kan, namun jawaban langsung dari Allah adalah telah jelas sejelas
bening hati mereka, bahwa semua itu adalah ujian, cobaan dari
Allah yang akan mengukuhkan kualitas seorang mu'min (Al-ankabut:
1-3, Ali Imran: 142, Al Baqarah: 214).  Menapaki jalan Allah,
da'wah kepada manusia kepada Allah agar manusia mengingkari taghut
dan hanya mengimani Allah, sehingga mereka keluar dari kegelapan
jahiliyyah menuju cahaya Islam, menuntut kualitas paripurna ke-
manusiaan.  Untuk membuat seorang manusia menjadi trampil masalah
teknis tertentu, cukup diberikan kepada mereka seorang pelatih;
untuk mengajarkan seorang manusia berfikir kritis untuk bidang
tertentu, cukup diberikan kepadanya seorang professor; tetapi untuk
mengajak manusia tunduk patuh kepada Allah, untuk mengajak manusia
mengimani Allah dan menihilkan taghut (materi, kekuasaan, ilmu dlsb.)
lalu manusia tersebut mengambil hukum hanya hukum Allah, hanya tunduk
pada peraturan yang datang dari Allah, cinta kepada Allah, dan takut
akan siksa yang datang dari Allah, tidak cukup seorang pelatih atau
professor.  Mereka-mereka tak akan sanggup dengan tugas ini.
Untuk membuat seorang manusia memahami Islam sebagai ilmu, Islam
sebagai bahan kajian dan diskusi, Islam cukup sebagai ilmu pengetahuan
sebatas kepala, maka lebih dari cukup kalau mengirim mereka kepada
para ahli islamolog, para ahli studi-studi keislaman, atau tegasnya
kepada para orientalis.  Tetapi untuk membuat seorang manusia men-
jadi hamba Allah yang tunduk, menjadi jundullah, menjadi pembela
agama Allah, maka yang diperlukan adalah seorang Nabi para anbiya
atau para penerusnya.  Yang diperlukan adalah manusia-manusia ber-
kualitas paripurna, manusia yang selaras perkataan dan perbuatan,
manusia yang baik akhlaqnya, manusia yang memancar dari dalamnya
rasa  tenang dan harapan, kesejukan serta kegembiraan.  Manusia
yang tidak mudah menyerah.  Manusia kualitas pendusta, manusia
yang hanya menuruti hawa nafsu popularitas, kekuasaan, atau materi
tak akan mampu menanggung tugas ini, tak akan mampu menahan
beban da'wah (taklif).

     Jalan da'wah yang terjal lagi mendaki adalah batu uji empiris
kualitas seorang mu'min, sekaligus persyaratan yang mesti dipenuhi-
nya.  Ia adalah pembeda antara emas dan besi, antara mutiara dan
plastik.  Sulitnya jalan da'wah adalah skenario Allah, watak dari
agama Allah itu sendiri dan merupakan taklif utama bagi seorang
yang berikrar ingin mengikuti jalan mulia itu.  Tak ada kompromi
dalam soal ini.  Sebagai sebuah watak dia mesti ditemui.  Maka
kalau kita mengira telah menapaki jalan da'wah namun kita masih
tetap enak makan dan tidur, masih dapat tertawa dan bersenda gurau,
masih santai-santai saja, maka mungkin muhasabah menjadi penting.
Benarkah jalan yang ditapaki itu jalan ketaqwaan?  Karena dalam
jalan itu kesulitan adalah "bumbu" yang akan membawa kesedapan
rasa, dan juga "gula" yang akan membawa rasa manis dikesudahan.
Inilah hakekat dien yang mulia, hakekat yang mesti diterima, baik
secara sukarela atau terpaksa.  Karena dia merupakan kepastian
dari Sang Sutradara Agung, Pencipta langit dan bumi.  Dan sulitnya
jalan da'wah itu sendiri adalah pemuliaan dari Allah untuk orang-
orang yang mulia di jalan kemuliaan.

Wallahu 'alam bishawab

Wassalam,
abu zahra









------------
tarbiyah@isnet.org



Rancangan KTPDI. Hak cipta © dicadangkan.