MATERI TARBIYAH
TANTANGAN IMAN


From      : Nadirsyah Hosen
Subject   : Tantangan Iman

Tantangan Iman


"Wahai manusia, siapakah makhluk Allah yang imannya
paling menakjubkan (man a'jabul khalqi imanan)?"

Demikian pertanyaan Nabi Muhammad kepada sahabatnya
di suatu pagi. Para sahabat langsung menjawab, 
"Malaikat!". Nabi menukas, "Bagaimana para malaikat
tidak beriman sedangkan mereka pelaksana perintah Allah?"
Sahabat menjawab lagi, "kalau begitu, para Nabi-lah yang 
imannya paling menakjubkan!"

"Bagaimana para Nabi tidak beriman, padahal wahyu turun kepada
mereka," sahut Nabi.

Untuk ketiga kalinya, sahabat mencoba memberikan jawaban,
"kalau begitu, sahabat-sahabatmu ya Rasul."
Nabi pun menolak jawaban itu dengan berkata, "Bagaimana 
sahabat-sahabatku tidak beriman, sedangkan mereka 
menyaksikan apa yang mereka saksikan."

Rasul yang mulia meneruskan kalimatnya, "Orang yang 
imannya paling menakjubkan adalah kaum yang datang 
sesudah kalian. Mereka beriman kepadaku, walaupun mereka 
tidak melihatku. Mereka benarkan aku tanpa pernah 
melihatku. Mereka temukan tulisan dan beriman kepadaku. 
Mereka amalkan apa yang ada dalam tulisan itu. 
Mereka bela aku seperti kalian membela aku. 
Alangkah inginnya aku berjumpa dengan ikhwanku itu!"


Berangkat dari riwayat di atas, saya belajar memaknai 
iman sebagai sebuah tantangan. Semakin tinggi tingkat 
tantangan, semakin tinggi pula tingkat iman kita. 
Semakin sulit kita menjalankan sebuah keyakinan (iman), 
semakin tinggi pula nilai iman kita di sisi Allah. 

Ilustrasi berikut mungkin bisa menyederhanakan 
persoalan: Seorang waliyullah tidak diragukan lagi 
telah melihat berbagai "keajaiban" dan "rahasia" Allah. 
Dia sudah menyaksikan dan merasakan getaran cinta ilahi. 
Kalau Allah mengangkat derajatnya, tentu saja kita tak 
akan heran. Yang membuat kita takjub adalah, seorang 
manajer yang sangat sibuk dan telah menyaksikan bahwa 
"time is money", namun tetap berusaha menunaikan shalat 
lima waktu di sela-sela kesibukannya. Begitu juga 
dengan seorang kuli bangunan yang lebih banyak 
menggunakan potensi otot dibanding potensi otaknya, 
namun tetap berpuasa di bulan Ramadhan meskipun dia harus 
kerja di tengah terik mentari. 

Bagi saya, manajer dan kuli bangunan tersebut memiliki 
iman yang paling menakjubkan.

Kita bukanlah sahabat Nabi yang menyaksikan secara 
langsung betapa mulianya akhlak junjungan kita itu; 
kita juga bukan malaikat yang tidak memiliki hawa nafsu; 
kita juga bukan waliyullah yang telah merasakan manisnya 
kasih sayang Allah. Kita adalah manusia biasa yang penuh 
dengan kelemahan. 

Dalam kelemahan itulah kita masih beriman kepada Allah. 
Dalam ketidakhebatan kita itulah kita selalu berusaha 
mendekati Allah. Di tengah kesibukan dan beban ekonomi 
yang semakin meningkat, kita tetap keluarkan zakat dan 
sedekah. Tak sedikitpun kita akan gadaikan iman kita. 

Di tengah dunia yang semakin kompetitif, kita masih 
sempatkan untuk shalat. Di tengah godaan duniawi yang 
luar biasa, kita tahan nafsu kita di bulan Ramadhan. 
Di tengah kumpulan manusia yang putus asa dengan 
krisis moneter ini, kita masih bisa mensyukuri 
sejumput ni'mat yang diberikan Allah. 

Nabi Muhammad menghibur kita, "Berbahagialah orang yang 
melihatku dan beriman kepadaku," Nabi ucapkan kalimat 
ini satu kali. 

"Berbahagialah orang yang beriman kepadaku padahal 
tidak pernah melihatku." Nabi ucapkan kalimat terakhir 
ini tujuh kali.

Armidale, 28 Februari 1998



Rancangan KTPDI Hak cipta © dicadangkan.