MATERI TARBIYAH
MENGAPA TAK MAU BERDO'A?


From      : Nadirsyah Hosen 
Subject   : Mengapa Tak Mau Berdo'a?


"Saya tak bisa bahasa Arab, saya malu memimpin do'a selepas sholat 
jamašah bersama isteri saya, apalagi didepan jama'ah yang lain."


Pernahkah pengalaman ini menimpa kita? Insya Allah tidak. Tapi andaikata 
pernah, janganlah khawatir. Sungguh Allah itu mengerti segala macam bahasa. 
Jangan  malu untuk berdoša dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah.  
Kalau anda hapal doša dalam bahasa arab, saya ucapkan alhamdulillah! 
Namun kalau anda lebih ŗsreg˛ berdoša dengan bahasa selain bahasa Arab, 
saya pun berucap alhamdulillah!  Yang terpenting adalah kita masih mau 
berdoša. Kalimat terakhir ini mengundang pertanyaan, ŗMengapa sih kita 
harus berdoša?˛

Allah adalah Tuhan kita satu-satunya. Allah pun dalam Al-Quršan mengatakan 
bahwa ŗAllah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu˛ 
(QS 112:2). Dalam surat al-Fatihah kita pun berseru, ŗIyyaka Našbudu 
wa Iyyaka Nastašin˛ (Hanya kepada-Mu lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu 
lah kami mohon pertolongan). Karena itu, kalau ada orang yang mengaku 
bahwa Allah itu Tuhannya lalu ia tak mau berdoša maka pantas kalau kita 
sebut orang tersebut orang sombong.  Bukankah Allah telah berfirman, 
ŗBerdošalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu˛ (QS 40:60).

Betulkah setiap doša akan dikabulkan oleh Allah? Boleh jadi ada diantara 
kita yang telah berdoša sesuatu namun tak kita rasakan hasil dari doša 
tersebut. Pertama, harus disadari bahwa kita ini ŗhamba˛ sehingga tak 
berhak memaksa Allah. Kita yang membutuhkan Allah; bukan sebaliknya. 

Kedua, Allah lebih tahu apa yang terbaik buat kita. Boleh jadi, sebuah 
doša yang kita minta bila dikabulkan oleh Allah justru ujung-ujungnya
dapat menimbulkan kesulitan dalam hidup kita atau mungkin Allah punya
ketentuan lain yang tak kita ketahui. Sebagai contoh, Nabi Nuh  
berdoša agar anaknya diselamatkan dari banjir dahsyat, Tuhan tidak 
mengabulkannya dan bahkan menegur Nabi Nuh sehingga Nabi Nuh pun berdoša: 
ŗYa Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon 
sesuatu yang aku tidak mengetahui (hakekatnya) dan sekiranya Engkau 
tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku,
niscaya aku akan termasuk orang-orang yang rugi.˛ (QS 11: 47)
Allah Maha Tahu, maka doša kita kadang kala bukan tak dikabulkan tapi 
ditunda waktunya, atau malah diganti dengan yang lebih baik. Wa Allahu Ašlam. 

Ketiga,  sudah seberapa jauh usaha kita untuk ŗmeminta˛ dan ŗmemelas˛ 
pada Allah. Nabi Zakariya sendiri telah puluhan tahun berdoša namun 
belum dikabulkan Allah. Tapi berbeda dengan kita yang cenderung tak 
sabar, Nabi Zakariya berkata, ŗYa Tuhanku, sesungguhnya tulangku 
telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah
kecewa dalam berdoša kepada Engkau, ya Tuhanku.˛ (QS 19:4)

Begitulah sikap kita seharusnya: jangan pernah kecewa dalam berdoša.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ŗAku ini bagaimana persangkaan 
hambaKu saja...˛ Maksudnya, kalau kita dalam berdoša belum-belum sudah 
beranggapan bahwa doša ini tak akan dikabulkan, yah begitulah jadinya. 
Insya Allah kita selalu berbaik sangka dan tak pernah kecewa dalam berdoša.

Dalam berdoša kita diminta untuk berharap-harap cemas (QS 21:90). Artinya, 
kita berharap doša kita akan dikabulkan, namun disisi lain kita juga 
cemas kalau-kalau doša ini tidak dikabulkan. Gabungan perasaan inilah
yang menjadi etika dalam berdoša. Kita tidak  terlalu yakin pasti
akan dikabulkan, namun juga tidak putus asa. Etika lainnya adalah kita
disuruh berdoša dengan merendahkan diri dan dengan suara yang lembut 
(QS 7:55). Kalau kita jalani etika berdoša ini insya Allah hati kita 
akan tergetar dan seringkali tanpa sadar air mata menggantung di pelopak 
mata.

Pendek kata, berdošalah baik dalam keadaan sehat-sakit, suka-duka, 
kaya-miskin, berdiri-duduk-berbaring, pagi-siang-malam.......

Armidale, 19 Agustus 1997
al-haqir wal faqir,

Nadirsyah Hosen



Rancangan KTPDI Hak cipta © dicadangkan.