MATERI TARBIYAH
BARAT DAN TIMUR

Indeks KTPDI | Kumpulan Materi Tarbiyah | Konsultasi Islam | Arsip Konsultasi Islam


From     : Nadrirsyah Hosen
Subject  : Barat dan Timur 


Simplifikasi. Itulah yang sering kita lakukan ketika kita
berbicara tentang "barat" dan "timur". "Barat", apa boleh buat,
seringkali kita lukiskan dengan individualisme, kapitalisme,
sekular dan free sex. Sedangkan "timur" kita deskripsikan
dengan gotong royong, religius, ramah, dan serba
kekeluargaan. Image tersebut sering kita terima tanpa sikap
kritis, atau sekurang-kurangnya, mempertanyakan benar
tidaknya hal tersebut. 

Lebih jauh lagi, kita sering bicara akan "barat" dengan
konotasi non-Muslim dan "timur" sebagai Muslim, walaupun
kita tahu bahwa "barat" tidak selamanya berarti non-Muslim
apalagi anti Islam, sebagaimana "timur" tidak selalu berarti
pendukung gerakan Islam. 

Celakanya, simplifikasi ini juga digunakan oleh mereka yang
sering kita sebut "barat". "Barat" sering memandang "timur"
sebagai sebuah ancaman (sampai-sampai Professor Samuel
Huntington pun menjadikannya alasan utk meramal
terjadinya the clash of civilisation). "Timur" sering juga
dikelirulukiskan sebagai anti modern, tidak berperadaban,
etos kerja lemah, tidak rasional dan teroris serta
fundamentalis.

Simplifikasi seperti itu sering di hamburkan di media masa,
televisi, mimbar Jum'at, dan radio serta internet. Tanpa sadar
image tersebut kita wariskan secara turun temerun; antar
generasi. Kita bicarakan "barat" dengan penuh sinisme, dan,
sebaliknya, kita sebut "timur" dengan romantisme. "Barat"
telah menjadi "minkum" (golongan kalian) dan "timur" kita
anggap sebagai "minna" (golongan kami). Tiba-tiba kita jadi
senang membicarakan dunia kita yang berbeda dengan
dunia lain (tentu seraya menepuk dada bahwa dunia lain itu
tidak seindah dunia kita). 

Hal ini tentu saja bertentangan dengan ayat Qur'an ketika
Allah berfirman: "Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat,
maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha
Mengetahui."(Qs 2: 115) 

Simplifikasi memang terkadang mengasyikkan, namun sering
kali menyesatkan kita. Dari simplifikasi biasa lahir
generalisasi. Siapa yang kebetulan berbeda dengan kita baik
dari cara berpakaian, cara beribadah, cara berdiskusi
maupun cara berpikir bukan disebut "minna" tetapi "minkum."
Kita jadi sibuk mengidentifikasi mana golongan kita dan mana
golongan di luar kita.

Contoh lain simplifikasi adalah ketika seorang Brother dari
jama'ah tabligh menggugat ceramah Professor Howard
Brasted di Masjid UNE yang bertajuk "Islam in the Modern
World". Brother asal Maroko itu berkata, "Kami menolak
modernisme karena isteri kami tidak boleh mengumbar
aurat!" Professor Brasted menjawab sambil tersenyum, "Anda
keliru mengartikan modernisme dengan membuka aurat!" Ini
sama halnya dengan sebagian remaja putri kita yang
memakai pakaian tipis dan ketat serta mini hanya karena
ingin mengikuti arus modernisasi.

Lagi-lagi simplifikasi! 

Armidale, 31 Mei 1998






Indeks KTPDI | Kumpulan Materi Tarbiyah | Konsultasi Islam | Arsip Konsultasi Islam

Rancangan KTPDI Hak cipta © dicadangkan.