[Bagian 1] Salam dari Makassar ! Yang namanya lebaran di negeri ini biasanya ditandai dengan tradisi silaturrahim keliling, perjalanan mudik dan halal-bi-halal. Bagi kami yang merantau ke Makassar ini, pulang kampung berarti bukannya mudik, tapi malahan melawan arus mudik. Itu hanya kami lakukan 2-3 tahun sekali. Yang rutin kami lakukan kalo' sedang di Makassar pada saat lebaran adalah silaturrahim keliling dan halal-bi-halal. Tapi fenomena dua lebaran tahun ini, telah menyulitkan kegiatan silaturrahim keliling. Di kompleks perumahan tempat kami tinggal, jama'ah masjid memutuskan untuk lebaran Senin. Seusai salat 'Ied hari Senin itu, kami tidak "berani" pergi silaturrahim keliling, karena jangan-jangan orang masih pada puasa..... Oleh karena itu, saya putuskan untuk pergi "mudik" saja ke luar kota, ke arah Pare-Pare..... Dengan berbekal pakaian untuk 3 (tiga) hari dan makanan-minuman secukupnya, ..... langsung berangkat. Saya, isteri saya, dan ketiga anak cewek kami, naik mobil tua Kijang 1991 yang saya setir sendiri, .......... bismillah. ETAPPE I Makassar- Pare-Pare Di perjalanan, ada SMS dari Prof. Atja: ke mana, kok rumah-ta' sepi? Beliau biasanya memang mendahului berkunjung ke rumah kami sebelom kami ke rumah beliau. Saya jawab: kami sedang "mudik". Lho, mudik ke mana? Yah, ndak tahu ke mana, sesampainya saja nanti. Kombinasi antara supir tua (hampir 50 tahun) dengan mobil tua (15 tahun) memang tidak bisa diharap akan "mudik" sampai di mana. Kita cuma mau ikut-ikutan aja "mudik" ke kampungnya orang, sebab kampung kami sendiri ada di arah "hilir" sih, hehehe. Jalan poros Makassar-Pare-Pare hari Senin siang itu suasananya "biasa-biasa" saja. Memang resminya orang belom lebaran, sih, yah. Toko-toko juga masih buka seperti biasa. Di Pangkep kami singgah di rumah teman, ustadz M. Yusuf Khalid yang anggota DPRD Pangkep itu. Beliau sekeluarga masih puasa. Jadi kami silaturrahim sebentar saja, agak "sungkan" juga karena kami sudah ber-lebaran. Kami terus melanjutkan perjalanan dengan santai ke utara. Sore-sore tiba di Pare-Pare, sebelom masuk kota, anak saya melihat ada hotel yang cukup lumayan di sebelah kanan jalan. Setelah melihat keadaan hotel (yang sepi betul, hanya ada satu kamar yang terisi selain dua kamar yang kami tempati), kami putuskan berhenti di situ, dan bermalam. Nanti ba'da maghrib baru kami ke luar, menikmati malam takbiran di Pare-Pare. Ada pawai takbiran, suasana kota lumayan ramainya. Makan malam di restoran Asia, restoran yang memang biasa disinggahi kalo' orang lewat Pare-Pare. Setelah itu kami jalan-jalan ke pasar di tepi pantai. Masyarakat berdesak-desakan di dalam pasar, mungkin mengambil kesempatan terakhir berbelanja sebelom lebaran tiba. Aneh juga saya rasa, ternyata luar biasa banyaknya masyarakat Pare-Pare yang menghabiskan malam takbirannya di pasar! Setelah capek berdesak-desakan di pasar, kami pun pulang ke hotel. Istirahat dan jaga kondisi untuk perjalanan hari berikutnya. Dapat SMS dari teman, Bastian Jabir, katanya beliau sedang ada di kampungnya Wakka, Pinrang. Dua hari sebelom lebaran baru kecelakaan naik motor di Makassar, sampai ndak bisa jalan karena bengkak kakinya. Selain itu, pak Ketua Jurusan, pak Andani Ahmad juga kirim SMS memberitakan beliau sedang mudik di kampung beliau di Enrekang. Nah, jadi sudah ada rencana perjalanan untuk besoknya, yaitu menengok teman sakit di Wakka, lalu ke rumah pak/bu Andani di Enrekang. Diiringi sayup-sayup suara takbir di kejauhan, kami tidur nyenyak di kamar hotel kami Pare-Pare! Wassalam, Rhiza rhiza@unhas.ac.id http://www.unhas.ac.id/~rhiza/ (bersambung)