[Bagian 12-habis] Salam dari Makassar ! Kawasan pantai wisata Tanjung Bira sudah sepi dan gelap ketika kami tinggalkan. Demikian juga kawasan pelabuhan dan jalan menuju Bulukumba. Kendaraan hanya satu-satu, baik dari arah Bira ke Bulukumba atau pun sebaliknya. Mungkin hanya ramai kalo' waktunya ada kedatangan atau keberangkatan ferry dari dan ke kabupaten Pulau Selayar, yang tidak setiap hari ada. Sama seperti suasana di Kuandang, Gorontalo. Berbeda dengan di Bajoe, Bone yang setiap saat ramai dengan lalu-lintas penyebrangan ke Kolaka di Sulawesi Tenggara. Ada pompa bensin yang cukup besar kurang lebih di tengah-tengah perjalanan antara Bira dan Bulukumba. Kami singgah untuk mengisi sampai full-tank, yang keempat kalinya dan terakhir dalam perjalanan ini. Kami juga istirahat sejenak untuk salat maghrib yang dijama' dengan 'Isya. Selanjutnya kami meluncur menuju Bulukumba, rasanya jauh lebih cepat sampai daripada ketika berangkatnya. Di kota Bulukumba kami celingukan cari restoran atau rumah makan untuk makan malam. Tidak ada yang buka, kecuali satu restoran Chinese food di sudut jalan. Kabupaten Bulukumba adalah salah satu kabupaten di Sulsel yang menerapkan syari'at Islam, jadi mestinya makan di restoran Chinese pun Insya Allah "aman". Bismillah ......! ETAPPE V (terakhir) Bulukumba - Tamalanrea di Makassar Tepat jam 21:00 WITA malam Jum'at itu kami meninggalkan kota Bulukumba. Jalan poros yang biasanya ramai, malam itu agak sepi. Gelap gulita. Di sebelah kiri kalo' siang sebenarnya bagus pemandangannya, karena menyusuri pantai. Kalo' malam tidak terlihat apa-apa, dan salah-salah ketika jalanan tiba-tiba menikung ke kanan, bisa-bisa kita mengakhiri perjalanan di pasir pantai atau tambak garam.......... Oleh karena itu saya kurangi kecepatan sambil menunggu ada yang melambung. Kebetulan ada truk tangki BBM dengan lambang Pertamina - sepertinya kosong, tidak bawa muatan - dengan cepat melambung kami. Supirnya pasti berpengalaman sehari-hari melalui jalan poros ini. Saya pun mengekor di belakangnya dengan kecepatan sama, sehingga jarak dipertahankan tetap. Dengan demikian saya bisa menyetir dengan cepat tanpa berpikir keras. Ikuti saja ..... "Trik" ini saya peroleh ketika mengendarai pada malam hari berkabut tebal dalam perjalanan dari Syracuse,NY ke Ithaca,NY. Waktu itu mobil sewaaan yang kami pakai jalan-jalan tidak dilengkapi dengan lampu kabut. Saya posisikan saja mobil di antara dua truk container, lalu saya pertahankan kecepatan agar tetap pada posisi itu. Dalam beberapa menit saja supir-supir kedua truk container itu mengerti maksud saya, lebih-lebih ketika mereka melihat nomer plat mobil kami dari "kampung" (orang New York menganggap Midwest itu "kampungan".....). Akhirnya waktu itu kami tidak jadi singgah di Ithaca,NY karena terlewat, terbawa hanyut oleh kedua container sampai dekat New York City....... Kedua kalinya saya praktekkan ketika pada suatu malam Natal, di tengah hujan "hale" (batu es, bukan salju), saya harus menyetir dari Iowa City,IA kembali ke Madison, WI. Di depan saya, saya ikuti sebuah truk container besar seperti main game, karena kaca depan sudah baur terlapisi es. Karena berat-nya, truk di depan saya melelehkan lapisan es di jalan membentuk dua jalur dengan rodanya yang belasan buah itu. Track itulah yang saya ikuti supaya mobil sedan Chevy tua yang saya setir (punya teman) tidak sliding. Konsentrasi penuh...., tapi karena kelelahan, satu saat saya kehilangan jejak, .......... maka terputarlah mobil tiga kali sampai menghadap ke arah kebalikannya. Untung tidak terbalik, untung mesin tidak mati, dan untung juga tidak lepas dari badan jalan karena tertahan onggokan salju yang membeku. Saya menghela napas, lalu melanjutkan perjalanan perlahan- lahan........ sampai di Madison, WI menjelang pagi. Teman dari Malaysia yang ikut di mobil waktu itu, selama berbulan-bulan kemudian tidak mau naik mobil karena trauma...... lewat summer baru ia berani naik mobil lagi. Di Indonesia pernah juga saya praktekkan ketika menyetir malam hari di jalur Pantura antara Semarang sampai Cirebon. Saya menyetir dari arah Semarang, sementara bus dan truk dari arah Cirebon sama sekali tidak mau mengalah - selalu mau melambung kendaraan-kendaraan yang searah dengan mereka - dan tidak mau meredupkan lampu. Akhirnya saya mengekor bus di depan saya, terlindungi dari kendaraan-kendaraan yang berpapasan dari depan. Hukum lalu-lintas di negeri ini rupanya sama dengan hukum rimba, siapa kuat dia menang, dan kalo' mau aman, ikuti yang kuat .........! Bantaeng dan Jeneponto kami lewati dengan cepat dalam gelap. Selepas Jeneponto, supir truk tangki rupanya tidak tahan terus-menerus diikuti. Dia mempercepat laju truknya, karena jalanan juga semakin baik dan lebar. Belom sampai Takalar, saya sudah kewalahan mengikutinya, sehingga akhirnya saya biarkan ia melaju dan menghilang di kegelapan malam di depan .......... Lewat Takalar saya sudah lebih familiar dengan jalannya. Lebih-lebih sesudah Limbung. Masuk kota Sungguminasa di kabupaten Gowa, praktis sudah memasuki Makassar dari arah selatan. Kota Sungguminasa praktis sudah menyatu dengan Makassar. We're home ! Alhamdulillah ...... ! Sampai di rumah, hampir tepat tengah malam. Saya hitung argometer, ternyata kami telah berjalan sejauh 1161 km selama tiga hari, atau tepatnya sekitar 82 jam meninggalkan rumah. Hanya lima kabupaten di Sulsel yang tidak sempat kami lewati: Luwu Timur, Luwu Utara dan Pulau Selayar karena berada di luar lingkaran perjalanan, Soppeng dan Sidrap karena berada di dalam lingkaran........ Kami bersyukur kepada Allah SWT karena telah melindungi kami selama perjalanan, mobil tua dengan sopir tua, alhamdulillah sehat wal afiat keduanya, demikian juga keempat cewek (isteri dan ketiga anak kami) peserta perjalanan, semua puas. Kami pun bersyukur di hari-hari yang fithr ini, kami diberi kenikmatan untuk menyaksikan berbagai tanda kebesaran Allah SWT, di pantai dan di gunung, serta dalam keramahan teman-teman yang sempat kami kunjungi di kampungnya masing-masing..... Allahu Akbar, ........ wa lillahi 'l-hamd! Sekian, terimakasih atas kesabarannya membaca catatan perjalanan ini, kalo' ada yang salah- salah mohon dikoreksi dan dimaafkan (ada teman memberi tahu bahwa ibukota Luwu bukan Belawa, yang ada di kabupaten Wajo, melainkan Belopa ...... - atau sebaliknya? - dan raja Luwu tempo doeloe bukan Sawunggaling - ini nama raja dari mana, yah? - melainkan Sawerigading ....... hehehe...... maaf, yah). Wassalam, Rhiza rhiza@unhas.ac.id http://www.unhas.ac.id/~rhiza/ foto-foto perjalanan (belom sempat disusun( dapat di klik di: http://www.unhas.ac.id/~rhiza/lebaran-2006/ (HABIS)