[Bagian 3] Salam dari Makassar ! Bastian Jabir ternyata agak parah juga kondisinya. Rupanya hari Sabtu menjelang lebaran, beliau naik motor dekat UMI di Makassar bersama teman-temannya. Tiba-tiba ada motor lain di depan beliau yang membelok ke kanan tanpa tanda-tanda sehingga tabrakan pun tak terhindar. Langsung dibawa ke RS Ibnu Sina punyanya UMI, setelah difoto, untung ternyata tidak ada tulang yang patah, hanya keseleo dan memar. Tapi bengkaknya cukup besar sampai ndak bisa jalan. Dibopong teman-temannya terus dibonceng motor ke Terminal Regional Daya, pulang ke Pinrang. Di Pinrang, selain berobat ke dokter, juga diurut oleh tukang urut yang berpengalaman. Ketika kami lihat, sudah agak mendingan, bisa jalan tertatih-tatih dengan satu kaki. Tadinya kami hanya akan singgah menengok sebentar, karena pak Andani sudah menunggu di Enrekang. Tapi rupanya keluarga Bastian Jabir tidak bisa membiarkan orang singgah di Wakka tanpa makan ikan. Maka, seperti biasa kami dibakarkan ikan dan makan siang rame-rame di tepi pantai. Saya SMS ke Prof. Arief, "Prof, kami lebaran makan ikan di kampung-ta' Wakka, nih....". Memang Wakka itu kampungnya Prof. Arief, dan di kampungnya Prof. Arief menjadi "legenda", jadi rujukan, sebagai satu-satunya orang Wakka yang jadi Professor dan pernah jadi Dekan, dan sekarang malah jadi Rektor. Prof. Arief menjawab SMS saya, katanya suruh kami mengambil pisang dan mangga di kebunnya..... Disangkanya kami akan balik ke Makassar, padahal kami akan terus ke Enrekang, ke kotanya pak Ketua Jurusan, pak Andani Ahmad ........ Baik pak Andani mau pun Bastian Jabir menyarankan untuk potong kompas ke Enrekang lewat Malimpung, tidak lewat jalan yang "normal" lewat Rappang sesuai petunjuk di peta. Kebetulan jalan ke luar dari Pinrang lewat di depan rumah neneknya Bastian. Jadi dari Wakka kami ditemani Bastian, melewati jalan yang "benar" menuju Pinrang. Ternyata kesalahan sudah terjadi sejak awal, seharusnya kami memutari pasar sentral menuju ke barat-laut, bukannya menuju ke barat-daya sehingga tersesat sampai di Langnga...... OK, next time better. Bastian kami drop di rumah neneknya, terus kami bergegas menuju Enrekang lewat jalan pintas yang tidak ad di peta. Jalannya cukup kecil, ketika masih di wilayah Pinrang masih mulus beraspal. Tapi ketika mulai memasuki wilayah kabupaten Enrekang, jalan mulai berkelok-kelok, menanjak, dan beberapa kilometer (pak Andani bilang hanya 2 km, tapi rasanya sekitar 5 km menurut argo saya) hancur total. Ketika saya tanya ke seseorang di tepi jalan, apakah benar ini jalan ke Enrekang, di jawab sudah benar, tinggal dua kampung lagi akan mencapai jalan poros. Walau pun rasanya lama karena jalan yang tidak mulus, ternyata kita sampai di Enrekang dalam waktu hanya 45 menit dari Pinrang. Kalo' lewat jalan "resmi" via Rappang, barangkali perlu waktu dua kali lebih lama, paling kurang...... Kota Enrekang mirip seperti Sukabumi. Jalan-jalan dalam kotanya naik-turun karena memang kontur yang tidak rata, berbukit-bukit. Rumah keluarga pak Andani tidak terlalu sulit dicari, setelah ketemu mesjid raya, belok kiri, terus saja sampai mentok, lalu belok kanan ....... langsung ketemu! Bersilaturrahim dengan keluarga pak Andani, terus makan lagi. Burassa, lontong, opor ayam, ...... hehehe, lumayan hari ini kami dapat sarapan (di hotel) makan siang dan makan malam gratis. Ibu Andani malah membekali kami dengan makanan yang cukup sampai makan siang besok...... alhamdulillah. Terimakasih, bu! Sebelum gelap kami bergegas berangkat meninggalkan kota Enrekang. Targetnya kami bisa melihat salah satu obyek wisata di Enrekang, kurang lebih 15 menit di tepi jalan poros ke arah Makale, ibukota Tana Toraja. Jalan ke Makale hampir terus=menerus menanjak dan berkelok-kelok, tapi cukup lebar dan mulus. Pemandangan sekitar sangat cantik. Persis sebelom maghrib, kami tiba di kawasan wisata Gunung Nona. Kami berhenti sejenak menikmati pemandangan cantik alam sekitar...... cuma kami cari-cari....... kok ndak ketemu di sebelah mana "Nona"-nya itu yah......? Banyak bukit-bukit dan hutan-hutan, berbagai macam rupanya....... tapi yang mana sang "Nona"-nya, kok ndak ketemu. Laen kali musti ngajak orang yang tahu melihat "nona"........! Well, setelah gelap menjelang, kami pun berangkat menuju Makale. Kata pak Andani, bisa dicapai kurang dari dua jam dari Enrekang ........ Insya Allah! Wassalam, Rhiza rhiza@unhas.ac.id http://www.unhas.ac.id/~rhiza/ (bersambung)