[Bagian 6] Salam dari Makassar ! Kami meninggalkan Londa menuju Rantepao. Saya pikir=pikir, itu situs pemakaman Londa bagusnya jadi lokasi pengambilan film serial Indiana Jones, tinggal dibikinkan saja cerita yang "pas"....... Bisa juga untuk film cerita "Si Buta dari Gua Hantu" atau "Panji Tengkorak", hehehe......... Sebelom masuk kota Rantepao, ada pertigaan yang ditandai dengan tugu. Sepertinya ke Kete Kesu harus ke kanan, tidak ada tanda penunjuk jalan yang jelas. Tapi ada semacam pos keamanan di pinggir jalan, sehingga ada orang yang bisa ditanya, ternyata benar memang ke kanan, dan "sedang ada acara pesta..........", kata orang yang ditanya tersebut. Wah, kebetulan, berarti kita bisa lihat upacara pemakaman orang Toraja. Sampai di Kete Kesu, ternyata tempat parkir sudah cukup penuh. Berderet-deret mobil mewah ada di tempat parkir, bahkan ada jeep Mercy model terbaru dengan pelat nomer B (Jakarta), rasanya belom pernah saya lihat di Makassar. Berarti yang sedang akan dimakamkan termasuk orang "penting" .........Kete Kesu dibuat seperti "cagar budaya", jadi selain ada lereng-lereng bukit batu terjal untuk menyimpan jenazah di latar belakangnya, di latar depan ada rumah-rumah adat untuk berbagai keperluan. Ada juga toko-toko souvenir dan fasilitas lain untuk turis. Tapi yang paling mengerikan adalah lapangan yang berfungsi sebagai padang pembantaian kerbau dan babi. Puluhan mayat kerbau dan babi - semua masih utuh, cuma tidak ada kepalanya, tidak ada kuku-kuku kaki-nya dan .... tidak ada kulitnya (sudah dikelupas!) - bergelimpangan di lapangan. Jangan ditanya baunya ........! Waktu kami datang, pembantaian masih berlangsung. Sekujur kerbau-kerbau dan babi-babi yang malang itu berlumuran darah, telanjang tanpa kulit........ (kaya' kepala orang Indian Amerika yang sudah diambil scalp-nya.......)...hiiiiiii... Ternyata kuku-kuku kaki-kaki kerbau yang sudah dipotong itu dijadikan mainan anak-anak, diikat sepasang-sepasang lalu ditarik seperti mobil-mobilan dari kulit jeruk. Anak-anak Toraja itu sepertinya sangat senang dengan permainan mereka, berombongan mereka lari-lari kecil ke sana ke mari sambil menarik kuku-kuku kaki-kaki kerbau itu, sambil berteriak-teriak wuwuuwuwou....... (tidak jelas bunyi teriakan nereka, seperti teriakan Indian mau perang.....). Eh, dari balik rumah-rumah adat itu tiba-tiba seseorang mendekati dan menegur saya. Ternyata beliau pak Anton Paranoan, dosen Elektro UKI Paulus Makassar. Rupanya yang sedang di-upacara-kan pemakamannya masih ada hubungan famili dengan beliau, sedangkan pak Anton sendiri akan memakamkan ibunya nanti bukan Februari 2007. Sehingga pak Anton harus hadir pada acara ini, supaya nanti banyak juga keluarganya yang hadir ketika ibunya dimakamkan ......... Siang itu saja sekitar, kata pak Anton, 24 ekor kerbau dibantai, dan entah berapa puluh ekor babi. Kata pak Anton, dagingnya semua nanti akan dibagikan ke seluruh Tana Toraja. Bisa dibayangkan berapa biayanya upacara pemakaman seperti ini. Kalo' satu kerbau saja harganya sama dengan Kijang Innova, tentu milyaran rupiah uang dihabiskan hanya untuk memakamkan seseorang. Orang bilang memang adat Toraja ini mendorong orang Toraja menjadi pekerja keras yang ulet sepanjang hidupnya, karena nantinya diperlukan banyak sekali uang untuk mati.......... Jadi orang Toraja hidup untuk membiayai mati-nya ...... ironis, yah. Lain padang, lain ilalang ....... Di Kete Kesu ini ternyata tidak semua jenazah disimpan di lubang-lubang gua pada tebing bukit batu yang terjal. Ada juga yang dibuatkan semacam gentong raksasa (dari beton) yang digulingkan, kemudian konon di dalamnya disikan jenazah-jenazah dari keluarga yang punya "gentong raksasa" itu selama bergenerasi-generasi. Ketika sedang foto-foto terakhir sebelom pergi, eh, ......... ternyata kami ketemu dengan Prof. Duma Hasan, tetangga seberang lapangan, dosen Mesin yang memang orang Toraja. Beliau sekeluarga semua, dengan ibu Duma dan anak-anak, memang setiap tahun pulang kampung kalo' lebaran. Prof. Duma memang merayakan lebaran, sedangkan ibu Duma dan anak-anak merayakan Natal. "Saya lihat mobil-ta' di Makale' tadi dekat mesjid", kata Prof. Duma. beliau kenal betul mobil saya karena sering diperbaiki di Workshop UNHAS, tempat beliau jadi boss-nya di situ. "kami tadi sarapan di situ, pak"......... Karena Prof. Duma sekeluarga baru tiba, sedangkan kami sudah mau pergi, maka kami pun pamit, saya bilang kami tidak mau kemalaman sampai Sengkang nanti sore. Demikian juga pak Anton terpaksa kami toilak dengan halus tawarannya untuk singgah sejenak minum-minum kopi ..........Kami bergegas meninggalkan Kete Kesu menuju ke pasar sentral Rantepao untuk cari souvenirs.......... Wassalam, Rhiza rhiza@unhas.ac.id http://www.unhas.ac.id/~rhiza/ (bersambung)