[Bagian 9] Salam dari Makassar ! Pagi harinya ketika saya ke luar dari hotel untuk salat Subuh di masjid yang terdekat, ada seorang turis bule yang juga mau ke luar. Pake' celana pendek, T-shirt, menyandang back-pack (ransel) di punggung, tangan kirinya pegang helm, dan di tangan kanannya ada peta Sulsel. Rupanya turis ini pengendara sepeda motor. Tiba-tiba dia menyodorkan peta Sulsel, lalu menegur saya: "Would you please show me the way to Malake?". "It's not Malake, ...... do you mean Makale?" "Yeah ......", maka saya tunjukkan di peta jalan dari Sengkang ke Pangkajene di Sidrap, terus ke Rappang, Enrekang.... "Just keep heading north.....". Ketika sampai di halaman hotel, dia bertanya lagi, "From here..... should I go left or right?"...... "Well, ..... ", wah saya juga tidak tahu. Tadi malam saya datang dari arah mana, yah? Karena saya juga tersesat ...... "Well, just wait until the sunrise, make sure that it's at your right side, then you're OK". Si bule mengangguk, lalu mengambil motornya, terus berangkat. Saya ke mesjid salat subuh ..... Memang di berbagai kota di Sulsel yang kami lalui, sangat minim petunjuk jalan, sehingga betul-betul harus banyak bertanya kalo' tidak mau tersesat .......... Mudah-mudahan si bule sampai dengan selamat di Makale ..... Waktu siap-siap akan berangkat, kami kedatangan tamu, ustadz Muhaymin, Lc dan isteri beliau. Ustadz lulusan Mesir ini mengetahui keberadaan kami di hotel Al-Salam II melalui SMS berantai teman-teman. Beliau suami isteri mengajar di pesantren Assadiyah, dan rencananya akan mengantar kami ke rumah Prof. Rafii Yunus, yang nama lengkapnya: Prof. Dr. AGH M. Rafii Yunus, MA. AGH adalah singkatan dari Anre-Gurutta Haji, yang kira-kira sama artinya dengan Kiyai Haji. Dulu di Sulsel juga orang pake' istilah Kiyai Haji seperti di Jawa, tapi setelah era Gus Dur berlalu, dan orang mulai tahu bahwa Kiyai itu sebutan untuk sesuatu (bukan hanya orang) yang aneh, nyeleneh, keramat.....(seperti Gus Dur, tapi juga untuk kerbau, keris, gamelan, kereta kencana .......), maka sebutan Kiyai pun diganti yang lebih keren, yaitu Anre-Gurutta...... Dari ustadz Muhaymin-lah saya mendengar cerita tentang tantangan berat yang dihadapi ulama di kabupaten Wajo yang terkenal sangat religius. Soalnya ada dari kalangan "PDK" (bukan partai-nya Ryass Rasjid lho, melainkan singkatan dari "Puang-Daeng-Karaeng"), yaitu mereka yang berdarah "biru", turunan raja-raja yang sangat dihormati dan dipanuti oleh masyarakat, tiba-tiba muncul keyakinan bahwa mereka adalah turunan buaya, bukannya turunan Adam dan Hawa. Jadi mereka mengakui masih ada hubungan kekerabatan yang erat dengan buaya-buaya yang ada di danau Tempe dekat kota Sengkang..... Dari kalangan birokrat di Pemkab pun konon ada yang mendukung keyakinan ini (hehehe, saya tertawa dalam hati, karena kalo' dilihat perilaku-nya, mungkin ada "benar"-nya, atau paling tidak ada "mirip-mirip"-nya, 'kan?), sehingga makin menyulitkan para ulama. Makanya kalo' ulama di mana-mana sedang ribut masalah hisab-rukyat, maka di Sengkang mereka meributkan masalah buaya ini ...... Lain lubuk lain pula buaya-(eh, ikan)-nya! Tapi dari segi pelestarian margasatwa, ada bagusnya mithos seperti ini dikembangkan, supaya buaya-buaya di Sengkang aman dari kepunahan. Kecuali kalo' orang Wajo juga jadi "sadis" seperti orang Pangkep yang punya masakan "khas", yaitu sop saudara......, nah, jangan-jangan justru karena buaya dianggap saudara, eh, malah habis dibikin sop, sop buaya saudara kami, hehehe! nDak lama lagi pasti akan abis tuh buaya di-sop rame-rame! (Saya jadi inget di tepi sungai Potomac di Washington, DC pun ada restoran yang menyediakan sop daging buaya....... Saya pernah ke sana ditraktir teman ......... Dan kalo' Presiden Amrik mulai terlihat "aneh-aneh", mungkin karena mereka terlalu banyak menyantap sop buaya, hehehe........). Setelah kami siap, check out dari hotel, terimakasih pada bu Haji pemilik hotel yang telah menjamu kami sekeluarga dan ustadz Muhaymin suami-isteri seperti yang berkunjung silaturrahim lebaran. Ustadz Muhaymin memandu kami dengan motornya ke rumah Anre-Gurutta. Jadi ingat belasan tahun lalu, lebaran-lebaran begini kami biasa drive semalaman dari Madison,WI ke tempat pak Rafii di Ann Arbor,MI untuk silaturrahim sekalian cari Coto Makassar dan Jalangkote. Karena waktu itu, di seluruh Amrik, makanan khas Sulsel itu cuma ada di rumah pak Rafii. Banyak teman-teman asal Sulsel dari segenap penjuru Amrik pergi ke Ann Atrbor,MI cuma untuk makan coto.....! Suatu kali kami tidak salat 'Ied gara-gara mau makan coto itu. Sehabis buka puasa terakhir di Madison,WI kami start drive ke timur lewat Interstate 90 (atau 94?) menuju Ann Arbor,MI dengan harapan setibanya di sana pagi harinya kami bisa ikut salat 'Ied. Kami istirahat di rest-area terakhir sebelum exit dari Interstate, lalu sesudah subuh kami telepon pak Rafii untuk memberitahu kami datang. Eh, ternyata kata pak Rafii, mereka di Ann Arbor,MI sudah lebaran kemarinnya..... Waktu itu memang terjadi dua hari lebaran di Amrik, seperti kita di sini kemarin ...... Tapi walau pun tidak jadi ikut salat 'Ied, acara makan coto dan jalangkote tetap berlangsung, sekalian numpang mandi dan istirahat .... sebelom melanjutkan perjalanan. Kali ini terbalik situasinya. Kami sudah lebaran duluan hari Senin di Makassar, kemudian pada hari berikutnya Anre-Gurutta khotbah 'Ied di kota Sengkang, ...... dan hari ketiganya baru kami berkunjung. Tentu bukan untuk makan coto lagi ..... hehehe. Rumah beliau adalah rumah dinas Pengurus Besar Assadiyah, letaknya persis di sebelah Mesjid Agung Ummul-Qura, mesjid yang konon di-arsitek-i dan diawasi pembangunannya oleh Bung Karno 40-50 tahunan yang lalu....... Supaya surprise, saya larang ustadz Muhaymin menelpon dulu. Alhamdulillah, ternyata beliau ada, juga ibu Rafii, segar ceria sehat wal-afiat, sepertinya tambah muda saja ...... Serasa seperti dulu di Ann Arbor,MI belasan tahun lalu. Kami berpeluk-pelukan penuh kerinduan, karena memang sejak Anre-Gurutta pensiun dari IAIN Alauddin (sekarang UIN Alauddin) dan menetap di Sengkang memimpin pesantren warisan ayahanda beliau, kami tidak pernah bertemu. "Mimpi apa saya semalam......?" kata Anre-Gurutta..... Status sosial Anre-Gurutta di Sengkang lebih tinggi dari bupati Wajo, karena pak bupati sowan ke beliau, bukan sebaliknya. Memang beliau layak memangku amanah tersebut. Dari segi darah keturunan, beliau adalah pewaris sah dari pesantren Assadiyah ini. Tapi dari segi kompetensi pun beliau sangat layak. Lulusan IAIN Kalijaga Jogya yang kemudian mengambil MA-nya dari McGill Univ. di Canada dan Ph.D. di Ann Arbor,MI ini adalah satu-satunya gurubesar dalam bidang 'Ulumul-Qur'an (Qur'anic Studies). Kalo' gurubesar ilmu Tafsir memang banyak, tapi ahli 'Ulumul Qur'an, konon cuma beliau-lah satu-satunya di Indonesia. Tadinya beliau dianggap akan sulit menghadapi tradisi daerah, tapi orang pun tercengang karena kelong- kelong (syair-syair) bahasa Bugis-Makassar yang ditulis dalam aksara Lontara' pun ternyata beliau menguasainya. Rupanya ketika di Ann Arbor,MI beliau sempat punya kerja sampingan di perpustakaan menterjemahkan kelong-kelong Lontara' ke bahasa Inggris untuk koleksi perpustakaan ...... Sebagai Anre-Gurutta juga, Prof. Rafii Yunus termasuk canggih dan sama sekali tidak "gatek" atau gagap teknologi. Karena ketika di Ann Arbor,MI dulu beliau mengelola mailing-list "Mase-masea" yang beranggotakan orang asal Sulsel yang sekolah di mancanegara. Mailing-list ini menjadi "cikal-bakal" mailing-list unhas-ml yang masih hidup sampai sekarang ....... Ketika beliau menjabat sebagai Asdir I Program Pasca Sarjana di IAIN Alauddin, beliau termasuk yang paling getol menganjurkan penggunaan ICT di kampus IAIN. Kami ngobrol-ngobrol seakan tidak ada habisnya, sampai-sampai hampir lupa bahwa masih ada etappe panjang dalam perjalanan kami ini menuju ke Tanjung Bira. Prof. Rafii memberi beberapa petunjuk karena rupanya beliau cukup sering melalui route yang akan kami tempuh ini. Setelah pamitan, kami ucapkan terimakasih pada ustadz Muhaymin dan isteri, langsung meluncur ke selatan .......... Lain kali kalo' ke Sengkang lagi, kami ditawari untuk menginap di rumah Anre-Gurutta yang besar dan banyak kamar kosong-nya. Putera-puteri beliau tinggal di Makassar, jadi di rumah besar itu praktis cuma ada Anre-Gurutta dan ibu ....... Wassalam, Rhiza rhiza@unhas.ac.id http://www.unhas.ac.id/~rhiza/ (bersambung)