JERUSALEM 1099 M. : THE CRUSADERS
Oleh: Rhiza S. Sadjad
"The Fall of Jerusalem. The assault began night of 13-14 July, 1099. The attack came from several quarters, although they really didn't have an army numerous enough for this type of attack. Even so, their eagerness carried the day. Around noon on the 15th, Godfrey of Bouillon carried the wall at one point and the crusaders were inside. Not long after, Raymond of Toulouse likewise broke in. What ensued was an orgy of slaughter. The crusaders killed all they met, regardless of age, sex or religion. The killing went on all that night and through the next day and into the next night. Order was not restored until the 16th of July. When the killing was over, all Muslims and Jews had either been killed or driven out. The crusaders had liberated Jerusalem, but the streets ran with blood and their prize was very nearly a corpse." (Dari: http://history.idbsu.edu/westciv/crusades/17.htm)
Dalam sebuah pertemuan yang diselenggarakan secara mendadak dalam rangka menanggapi peristiwa pembantaian di Ambon sepanjang tahun lalu dan akhir-akhir ini di Halmahera Utara, ketika semua yang hadir kebingungan mencari "akar permasalahan"-nya, saya sempat mengajukan sebuah pertanyaan yang agak menyentak hadirin: "Siapakah sesungguhnya musuh yang kita lawan ini?" Hadirin saling memandang, tidak segera menjawab. Akhirnya seseorang dengan agak ragu mencoba menjawab: "Orang-orang Nasrani....... ummat Kristiani, siapa lagi?" Saya terus bertanya: "Tetangga dan teman-teman saya orang Nasrani, apakah mereka musuh kita juga?" "Mungkin belum saat ini, tapi nanti, siapa tahu?" "Kapan? Apa indikasinya bahwa mereka itu telah menjadi musuh?" Hening, tidak ada yang menjawab.
Dihantui oleh pertanyaan-pertanyaan seperti inilah, kemudian saya mencoba melacak di Internet dengan bermodalkan kata kunci: "The Crusaders", yang kemudian mengantar saya kembali ke penghujung abad ke-11, sembilan-ratus tahun lalu, ketika kota suci Jerusalem masih dalam kekuasaan ummat Islam yang ketika itu tengah mengalami masa kejayaannya. Sebagai kota suci tiga agama, Jerusalem dihuni secara rukun damai oleh penganut agamaYahudi, Nasrani dan Islam. Ini berlangsung selama puluhan bahkan ratusan tahun, sampai muncul "Sang Provokator Agung" Paus Urban II yang melalui pidatonya di kota Clermont di selatan Perancis pada tahun 1095 menyerukan gerakan massa yang kemudian dikenal dalam sejarah sebagai "The First Crusade". Sebenarnya seruan ini tadinya dimaksudkan untuk menanggapi permintaan bantuan dari Kaisar Alexius Comnenus dari Konstantinopel (waktu itu masih menjadi ibukota Byzantium) yang kewalahan menghadapi serbuan kaum Turks. Tapi entah kenapa, Paus Urban II membelokkannya menjadi suatu gerakan yang mengajak untuk merebut kembali Jerusalem, dengan semboyannya yang terkenal: "Dieu Le Volt", "God wills it!" "Tuhan menghendakinya!" (lebih lengkapnya lihat http://intranet.ca/~magicworks/knights/overview.html).
Setelah selama 4 (empat) tahun malang-melintang di sepanjang benua Eropa (orang Yahudi menyebut petualangan kaum Crusaders ini sebagai "the first Holocaust" – Holocaust yang kedua adalah masa Perang Dunia II oleh NAZI-Hitler - karena mereka membunuhi
siapa saja yang dianggapnya Yahudi di sepanjang jalan menuju Jerusalem itu), akhirnya sampailah mereka di Jerusalem pada bulan Juli 1099 M. itu. Konon, menurut catatan sejarah, sekitar 30.000 muslim + 6.000 yahudi (termasuk bayi, anak-anak, wanita dan orang-tua) dibantai dalam waktu singkat. Genangan darah setinggi lutut meliputi bagian-bagian kota Jerusalem. yang sebelumnya aman, tenteram dan damai itu!!! Mengingat peristiwa ini, apa yang terjadi di belahan timur Indonesia sejak tahun lalu boleh dikata "belumlah apa-apa".
Sebagian kaum Nasrani menyesali tragedi kemanusiaan ini (lihat : http://reconciliationwalk.org/crusades.htm) tapi tidak sedikit pula yang melakukan upaya
"mengenang kembali" kejadian ini sebagai suatu "kemenangan" (lihat:
http://www.crusades.com/Crusades/2000countries/indonesia.htm) yang dinyatakan sebagai:
"A part of God's plan to evangelize the world.............." na'udzubillahi min dzalik ........! Mereka seolah menjadikannya sebagai bagian dari "histeria Millenium" : perayaan 900 tahun
the First Crusade, 1099-1999 !
Jadi kaum Nasrani dan ummat Kristiani segera akan menjadi musuh ummat Islam, bahkan musuh kita ummat manusia dan musuh kemanusiaan, begitu mereka menjelma
menjadi pasukan-pasukan Crusaders dan terasuki oleh gagasan-gagasan yang dikembangkan dari pidato Paus Urban II tahun 1095 itu. Kaum Crusaders inilah sesungguhnya kaum yang mengaku Nasrani atau Kristiani tapi berperilaku sebagaimana yang kita saksikan di Ambon sepanjang tahun dan di Halmahera Utara baru-baru ini. Itulah indikasi utamanya.
The Crusaders ini jelas telah berperilaku menyimpang dari "doktrin kasih" kaum Nasrani dan ummat Kristiani pada umumnya. Oleh sebab itu saya pribadi TIDAK INGIN MENGAKUI bahwa the Crusaders itu identik dengan kaum Nasrani atau ummat Kristiani, juga sebaliknya. Saya cenderung berpendapat bahwa the Crusaders adalah kaum Nasrani yang telah murtad dari doktrin agama mereka sendiri.
Lantas apa hubungannya kisah the Crusaders ini dengan peristiwa yang melanda tanah air, khususnya di bagian timur Indonesia mulai tahun lalu? Ambon, seperti Jerusalem, adalah kota yang secara tradisional-nya merupakan kota Nasrani. Beberapa dekade belakangan ini, terjadi eskalasi sosial dialami oleh penduduk Muslim yang secara etnik terdiri dari orang Ambon asli, orang Kei, Tanimbar, pendatang Buton, Bugis dan Makassar (BBM) serta lainnya. Berbagai jabatan dan peran sosial-ekonomi dalam masyarakat kota Ambon yang secara tradisional sebelumnya berada di tangan kaum Nasrani, mulai diduduki oleh kaum Muslimin. Justru eskalasi sosial ini telah membentuk kehidupan sosial yang rukun-damai di antara tiga pemeluk agama Protestan, Katolik dan Islam. Tentu saja keadaan ini membuat "gatal" para Crusaders
di seluruh dunia, karena mengingatkan mereka pada keadaan Jerusalem pada masa sebelum the First Crusade. Ditambah lagi dengan adanya semacam "histeria millenium" (bukankah the First Crusade terjadi pada sekitar pergantian millenium yang lalu?), maka dipersiapkanlah tragedi 'Iedul Fithr 1419 yang lalu, yang terus berlanjut dan meluas hingga sekarang itu.
Untuk apa? Apa tujuannya? Mengapa kaum Nasrani yang terasuki oleh semangat kaum Crusaders itu begitu tega membantai dan menghancurkan kebanyakan tetangga-tetangga mereka sendiri? Apa misi dan visi mereka? Ini perlu pengkajian yang amat mendalam, oleh siapa saja yang merasa prihatin dengan apa yang sementara ini terjadi di Maluku. Mungkin saja ini sekedar bagian dari "histeria massal" sekitar pergantian millenium. Atau mungkin juga, sebagimana dicoba diterangkan oleh berbagai "teori konspirasi", ini merupakan upaya "strategis" untuk menciptakan "poros Nasrani Sidney-Dilly-Ambon-Halmahera-Manila", misalnya. Ada juga yang menjelaskan bahwa peristiwa yang terjadi adalah suatu upaya untuk meniru negara Israel, yaitu berdirinya sebuah "negara Kristiani" yang berjaya ditengah-tengah "surrounding Muslim Communities", sebagaimana suatu negara Yahudi Israel berjaya di tengah-tengah komunitas negara-negara kaum Muslimin di Timur Tengah. Ada juga yang berteori bahwa ini adalah bagian dari upaya membuat kembaran kota Jerusalem (Ambon) dan kota Vatikan (Dilly) di kawasan Timur Jauh, entahlah. Semua kemungkinan itu bisa saja bergabung secara "kebetulan" sebagai "a part of God's plan", kata mereka.
Ada satu lagi pertanyaan menggelitik seputar kejadian-kejadian di kepulauan Maluku ini, yaitu: "Mengapa TNI seperti yang tidak berdaya mengatasinya???" Menurut hemat saya, ada 2 (dua) sebabnya. Pertama, yang sangat mendasar, adalah karena TNI pada dasarnya merupakan suatu "tentara nasonal" yang sekuler. Karena tekanan gerakan HAM internasional, serta mengingat perilakunya pada masa Orde Baru, TNI saat ini terpaksa hanya bertindak "by the book" saja. Dalam doktrinnya TNI jelas tidak siap dan memang tidak dipersiapkan untuk menangani "perang antar ummat beragama", yang selalu dinyatakan tidak pernah terjadi dalam sejarah nasional bangsa Indonesia sejak jaman Sriwijaya sekali pun. TNI bertugas membela bangsa dan negara, membela ideologi negara, kepentingan nasional dan pemerintah. Jelas tidak ada dalam kamus TNI konsep pembelaan pada agama tertentu. Bingunglah TNI menghadapi perang agama seperti itu, it's not in the book! Bahkan banyak anggota TNI di Ambon dan Maluku yang akhirnya malah mencopot sendiri seragamnya lalu mengenakan ikat kepala merah atau putih, baku-tembak antar mereka sendiri dan menembaki lawan-lawannya penganut agama yang berbeda dengan dirinya. Sebab yang kedua adalah kelemahan intelijen internasional TNI. Sudah terlalu lama intel TNI cuma trampil memata-matai rakyatnya sendiri. Sama sekali tidak ada ketrampilan dan kemampuannya untuk menangkal gerakan-gerakan internasional secara dini, terutama gerakan-gerakan yang meng-atas-namakan agama-agama tertentu. (Bandingkan kalau kita masuk ke Amerika Serikat dengan jenggot dan cambang yang panjang, apalagi dengan nama yang berbau Arab/Muslim, maka petugas imigrasi di Bandara akan "memelototi" kita, disangka anak-buahnya Osama bin Laden). Pusat Sejarah TNI misalnya, sudah lama kerjanya hanya merekayasa sejarah untuk menyenangkan "boss" mereka saja. Kajian-kajian penting dan strategis yang menyangkut sistem pertahanan dan keamanan nasional sudah lama ditinggalkan rupanya. Jadi tidak mengherankan kalau tidak jauh dari Markas Besar-nya saja, TNI sudah kecolongan dengan peristiwa Doulos, misalnya. Lebih-lebih tidak mengherankan kalau kemudian disinyalir ada dropping senjata canggih dari Filipina dan Australia di Maluku, ada peralatan canggih telekomunikasi milik LSM Belanda dan seterusnya, yang semuanya digunakan untuk membantu kaum Crusaders melaksanakan aksi-aksi mereka di Maluku.
Pertanyaan terakhir: lantas bagaimana??? Marilah kita mengakui secara jujur kenyataan bahwa ummat manusia berada di ambang Perang Salib baru. Perang Salib baru inilah yang mungkin saja berawal dari Ambon, sebagaimana Perang Salib yang lalu berawal dari Jerusalem, 900 tahun lalu dan berlangsung secara fisik selama 200 tahun. The First Crusade, sebagaimana tercatat dalam sejarah, kemudian diikuti the second, the third, the forth dan seterusnya, dan memang the Last Crusade sampai sekarang belum diakui pernah terjadi. Kolonialisme dan Imperialisme, juga Renaissance bangsa-bangsa Barat, diakui secara teoretis sebagai dampak kemanusiaan dari rentetan The Crusades ini, yang berlangsung selama satu Millenium yang lalu.
Hanya melihat peristiwa Ambon dan persoalan Maluku sebagai "persoalan lokal" saja
tidak akan menolong apa-apa. Ummat manusia di seluruh dunia menanti ummat Islam
dan ummat Kristiani untuk berbuat sesuatu demi keberlangsungan peradaban di muka bumi ini. The Crusaders, sama dengan gerakan-gerakan "menyimpang" lainnya seperti Ku Klux Klan, Neo-Nazi-sme, Free Mansonary, dan lain-lain harus dihapuskan dari muka bumi ini.
Jangan sampai kita nanti terpaksa menulis tulisan seperti ini lagi, dengan judul baru: Ambon 1999: The (new) Crusade ! Allahu ‘alam bishshowab.