ORGANISASI TRANSNASIONAL
oleh :
Rhiza S. Sadjad
rhiza@unhas.ac.id http://www.unhas.ac.id/~rhiza/
Sejak beberapa
waktu berselang, BIN (Badan Intelijen Negara) – atas “pesanan” dari fihak tertentu
di dalam mau pun di luar
negeri – telah secara serius mengkaji
dan mengamati berbagai kelompok di masyarakat yang dianggap layak diberi label sebagai “organisasi transnasional”. Salah satu metode
BIN untuk mendapatkan hasil kajian dan
pengamatan yang cukup sahih adalah dengan
secara sengaja melempar issue pluralisme versus pluralitas sambil
memperkenalkan istilah “transnasional” itu sendiri. Kalangan “elite” dan intelektual kemudian mengulas ketiga istilah ini dan
menyebarkannya sebagai wacana pembicaraan masyarakat umum. Misalnya ungkapan dari tokoh
Hasyim Muzadi yang dimuat di NU-Online.
Begitu gencarnya BIN mengupayakan termasyarakatkannya istilah “transnasional” terbukti sampai akhir September 2007, kalau kita Google istilah
tersebut, akan didapatkan lebih puluhan ribu halaman
dokumen di web dari
Indonesia saja yang membahas
tentang kata tersebut. Metode ini kelihatannya
cukup berhasil, sehingga dari pancingan-pancingan
yang efektif, akhirnya BIN mendapat banyak informasi yang sangat berharga untuk “sang pemesan”.
Istilah “transnasional”
sebenarnya berasal dari dunia manajemen,
tidak ada kaitannya dengan politik atau pun ideologi.
Pengelolaan
bisnis secara transnasional tidak mengenal batas-batas negara. Sebagaimana dikutip dari:
http://www.referenceforbusiness.com/management/Tr-Z/Transnational-Organization.html
(diakses
28 September 2007):
“The key philosophy of a transnational organization is adaptation to all environmental situations and achieving flexibility by capitalizing on knowledge flows (which take the form of decisions and value-added information) and two-way communication throughout the organization”
maka sesungguhnya organisasi
transnasional meliputi upaya dan usaha terorganisasi apa saja yang dikelola
lintas batas negara dan melibatkan personil dari beragam kebangsaan, suku dan
agama. Bentuk organisasi itu bisa saja berupa organisasi sosial kemasyarakatan
(contohnya seperti Rotary
Club, Lions
Club, dan semacamnya), atau lembaga-lembaga non-pemerintah (NGO, Non-Government Organizations) seperti Green Peace, Human Right
Watch, dan semacamnya. Ada juga yang berbentuk partai politik tapi
tidak terikat pada suatu negara tertentu, contohnya adalah gerakan Hizbut-Tahrir.
Usaha-usaha transnasional juga bisa berbentul usaha Multi-Level Marketing (MLM)
seperti Amway, Tiansi,
High Desert
dan segala macam usaha sejenis yang serupa dengan itu. Tapi dari semua bentuk usaha transnasional,
maka yang paling
berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga layak mendapat
perhatian serius dari BIN adalah usaha-usaha Trans-National Corporations (TNC) khususnya yang bergerak dalam
bidang eksploitasi dan eksplorasi Sumber Daya Alam (SDA, Natural Resources) seperti pertambangan – lebih khusus lagi minyak,
gas, dan sumber-sumber energi lainnya.
TNC adalah sesungguhnya
merupakan re-inkarnasi dari perusahaan jaman baheula seperti VOC
(punya Belanda) dan EIC
(punya Inggris). Pada hakekatnya, yang namanya “penjajahan” itu tidak pernah
berhenti oleh sebuah proklamasi kemerdekaan, melainkan hanya berubah bentuk
saja. Doeloe, orang-orang Belanda dan
Inggris, ketika menjajah negeri ini, terpaksa menempatkan orang-orangnya di
“kantor-kantor dagang” mereka, yang sebagian kemudian tewas bukan oleh
pemberontakan, melainkan oleh keganasan nyamuk malaria. TNCs memberi kemudahan
bagi kaum penjajah untuk meng-operasional-kan kembali dan memodernisasikan
sistem penjajahan. Intinya sama: mengeruk keuntungan sebesar-besarnya sampai
tertumpuk MODAL (Das Kapital) dan memperbesar
perusahaan, demi membesarnya usaha. Di negeri kita yang kaya minyak dan gas
bumi, maka TNCs yang pertama-tama harus diawasi terus-menerus secara ketat
adalah TNC minyak dan gas bumi, seperti:
Mobil Oil yang sudah bergabung dengan
Exxon Oil menjadi perusahaan yang lebih besar lagi bernama ExxonMobil, Total,
British
Petroleum (BP), dan lain-lain, serta TNC tambang emas dan perak, Freeport
McMoran, misalnya. TNCs ini menguras habis SDA dan sekaligus juga
“memperbudak” anak negeri untuk bekerja underpaid.
BIN, sebagai lembaga
yang sepenuhnya bertanggung-jawab atas integritas NKRI, mestinya secara serius
memperhatikan gerakan-gerakan dari TNCs ini. Penguasaan TNCs terhadap SDA kita
sering amat merugikan. Suatu ketika Freeport McMoran misalnya
pernah dikhabarkan telah melakukan genocide
pada penduduk suatu negeri di Asia. Ketika membuka suatu lokasi pertambangan tembaga,
penduduk setempat di-pindah-paksa-kan ke hilir sungai. Sesudah itu air sungai
di sekitar hulu digunakan untuk mencuci bijih tembaga, dan limbahnya dialirkan
ke hilir sungai. Dengan berbagai penyakit yang diakibatkan oleh limbah tembaga
tersebut, sedikit demi sedikit penduduk pun dapat dimusnahkan, atau dikurangi
populasinya hingga minimal.