ORGANISASI TRANSNASIONAL
oleh :
Rhiza S. Sadjad
rhiza@unhas.ac.id http://www.unhas.ac.id/~rhiza/
Sejak beberapa waktu berselang, BIN (Badan
Intelijen Negara) – atas “pesanan” dari fihak tertentu – telah secara serius
mengkaji dan mengamati berbagai kelompok di masyarakat yang diberi label
sebagai “organisasi transnasional”.
Salah satu metode BIN untuk mendapatkan hasil kajian dan
pengamatan yang cukup sahih adalah dengan secara sengaja melempar issue pluralisme versus pluralitas dan melemparkan ke ranah publik istilah
“transnasional” itu sendiri. Metode ini kelihatannya
cukup berhasil, sehingga dari pancingan-pancingan yang efektif, akhirnya BIN
mendapat banyak informasi yang sangat berharga untuk “sang pemesan”.
Istilah “transnasional” sebenarnya berasal
dari dunia manajemen, tidak ada kaitannya dengan politik atau pun ideologi. Pengelolaan bisnis secara transnasional
tidak mengenal batas-batas negara. Sebagaimana dikutip dari:
http://www.referenceforbusiness.com/management/Tr-Z/Transnational-Organization.html
(diakses 28 September
2007):
“The key philosophy of a transnational organization is adaptation to all environmental situations and achieving flexibility by capitalizing on knowledge flows (which take the form of decisions and value-added information) and two-way communication throughout the organization”
maka sesungguhnya
organisasi transnasional meliputi upaya dan usaha terorganisasi apa saja yang
dikelola lintas batas negara dan melibatkan personil dari beragam kebangsaan,
suku dan agama. Bentuk organisasi itu bisa saja berupa organisasi sosial
kemasyarakatan (contohnya seperti Rotary
Club, Lions Club, dan
semacamnya), atau lembaga-lembaga non-pemerintah (NGO, Non-Government Organizations) seperti Green Peace, Human Right
Watch, dan semacamnya. Ada juga yang berbentuk partai politik tapi tidak
terikat pada suatu negara tertentu, contohnya adalah gerakan Hizbut-Tahrir. Usaha-usaha transnasional
juga bisa berbentul usaha Multi-Level
Marketing (MLM) seperti Amway, Tiansi, dan segala macam usaha sejenis yang serupa dengan itu. Tapi
dari semua bentuk usaha transnasional, maka yang paling berbahaya bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga layak mendapat perhatian serius
dari BIN adalah usaha-usaha Trans-National
Corporations (TNC) khususnya yang bergerak dalam bidang eksploitasi dan
eksplorasi Sumber Daya Alam (SDA, Natural
Resources) seperti pertambangan – lebih khusus lagi minyak, gas, dan
sumber-sumber energi lainnya.
TNC adalah sesungguhnya merupakan
re-inkarnasi dari perusahaan jaman baheula seperti VOC (punya Belanda) dan EIC
(punya Inggris). Pada hakekatnya, yang namanya “penjajahan” itu tidak pernah
berhenti oleh sebuah proklamasi kemerdekaan, melainkan hanya berubah bentuk
saja. Doeloe, orang-orang Belanda dan Inggris, ketika menjajah negeri ini,
terpaksa menempatkan orang-orangnya di “kantor-kantor dagang” mereka, yang
sebagian kemudian tewas bukan oleh pemberontakan, melainkan oleh keganasan
nyamuk malaria. TNCs memberi kemudahan bagi kaum penjajah untuk
meng-operasional-kan kembali dan memodernisasikan sistem penjajahan. Intinya
sama: mengeruk keuntungan sebesar-besarnya sampai tertumpuk MODAL (Das Kapital) dan memperbesar perusahaan,
demi membesarnya usaha. Di negeri kita yang kaya minyak dan gas bumi, maka TNCs
yang pertama-tama harus diawasi terus-menerus secara ketat adalah TNC minyak
dan gas bumi, seperti: Mobil Oil, Total, British Petroleum (BP), dan lain-lain. TNCs ini menguras habis SDA
dan sekaligus juga “memperbudak” anak negeri untuk bekerja undepaid.
BIN, sebagai lembaga yang sepenuhnya
bertanggung-jawab atas integritas NKRI, mestinya secara serius memperhatikan
gerakan-gerakan dari TNCs ini. Penguasaan TNCs terhadap SDA kita sering amat
merugikan, dan kita tidak bisa berbuat apa-apa karena fihak manajemen
universitas juga tidak berusaha berbuat sesuatu.