MATERI TARBIYAH
A D I L



Bismillah Walhamdulillah Was Salaatu Was Salaam 'ala Rasulillah
Number: isnet/1374; Att: is-mod, is-lam, mus-lim

Nomor: tarbiyah/08jul94/210
Bismillaahirrahmaanirrahiim


Assalamu'alaikum wr.wb.

                                                97 baris


                      A   D   I   L

   " Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi
     orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) kare-
     na Allah, menjadi saksi dengan adil.   Dan janganlah
     sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendo-
     rong kamu untuk berlaku tidak adil.  Berlaku adilah,
     karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaq-
     walah  kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengeta-
     hui apa yang kamu kerjakan ".         (Al Maidah: 8)


   Setelah jatuhnya negeri Saamarkand kepangkuan Islam me-
lalui Panglima Qutaibah bin Muslim, para rahib Saamarkand
yang tak senang, melalui seorang utusan, mengadu kepada
Amirul Mu'minin, Khalifah Umar bin Abdul Aziz.  Alasannya,
Panglima perang tanpa memberikan pilihan dan da'wah telah
menyerang dan menaklukkan mereka. Utusan diterima khalifah,
dan ditulislah surat kepada Gubernur Saamarkand agar mengadakan
pengadilan untuk menyelesaikan masalah itu.

   Para rahib Saamarkand manakala mengetahui isi surat kha-
lifah langsung pucat pasi, fajar harapan pupus.  Mereka me-
ngira Raja yang adil itu telah memutuskan segalanya dan mem-
bela mereka.  Ternyata yang ada hanyalah sebuah pengadilan.
Adakah arti sebuah pengadilan, sebagai institusi keadilan, kalau
rodanya dijalankan fihak kuat dan fihak terdakwa menjadi hakim.
Masih adakah keadilan, adakah harapan menang ?

   Akhirnya hari pengadilan pun datang.  Semua fihak telah
siap. Duduk bersila, di tengah, qadli Jami bin Hadlir al Baji,
yang dipilih oleh gubernur. Kecut hati para rahib memandang qadli
kurus, bermuka pucat dan bersorban lusuh, tak ada harapan menang
melihat qadli yang nampaknya lemah juga pilihan gubernur, pilihan
terdakwa.  Gubernur dan ketua rahib dipanggil namanya tanpa embel-
embel oleh pembantu qadli untuk menghadap.

   "Apa yang anda adukan ?", tanya qadli pada ketua rahib, dengan
suara tegas.  "Sesungguhnya Panglima Qutaibah telah mencaplok negeri
kami, dia merebutnya tanpa memberikan pilihan atau da'wah terlebih
dahulu pada kami". Qadli menoleh pada gubernur seraya bertanya,
"Bagaimana tanggapan anda ?  Apakah terlebih dahulu anda tawar-
kan 3 pilihan; masuk islam, bayar jizyah, atau perang ?".
"Tidak", jawab gubernur. "Kalau begitu anda telah mengaku",kata
qadli. "Sesungguhnya Allah hanyalah memberikan kemenangan kepa-
da ummat ini jika mereka mengikuti Allah dan RasulNya dan men-
jauhi penghianatan terhadap siapapun.  Demi Allah kita keluar
dari rumah masing-masing hanyalah untuk satu tujuan: jihad fi
sabilillah.  Kita tidak keluar untuk menguasai dunia dengan
cara yang bathil.  Maka aku putuskan: kaum Muslimin harus me-
ninggalkan negeri ini, setelah itu baru kaum Muslimin menga-
jak mereka kepada islam, kalau menolak mereka harus membayar
jizyah dan keamanan mereka dijamin, kalau masih tetap menolak
maka maklumatkanlah perang".

   Para rahib Saamarkand setengah percaya, seperti mimpi mende-
ngar keputusan qadli kurus yang berwibawa.  Mereka melongo,
terkesima manakala bunyi terompet pasukan kaum Muslimin segera
akan meninggalkan negeri mereka.  Mereka membayangkan dunia
mereka yang sempit, papa, penuh kelicikan, dan kecurangan, se-
dang dunia islam luas, subur, semarak, indah dengan keadilan,
kemuliaan dan ketaatan pada hukum Allah.  Apa yang bisa dibang-
gakan dari dunia mereka yang gelap dan mencekam ? Keraguan me-
nusuk sangat dada para rahib Saamarkand.

   "Bagaimana pendapat kalian kalau pasukan kaum Muslimin kem-
bali lagi ?", tanya ketua rahib pada penduduk.  Tanpa menunggu
pertanyaan diulang serentak mereka menjawab, "Kami akan masuk
islam yang agung dan penuh keadilan".  Mereka mencegah kepergian
pasukan kaum Muslimin dan berharap kaum Muslimin membantu mere-
kan untuk membangun negeri Saamarkand dan meneranginya dengan
cahaya Islam.  Sungguh keadilan Islam telah menyinari hati mere-
ka.

   Inilah dien, yang lurus, ditegakkan dengan nilai "langit" yang
luhur, dan tegak untuk nilai itu.  Kemenangan, kekuasaan bukanlah
tujuan. Sabilillah adalah jalan untuk menegakkan nilai bukan un-
tuk menegakkan pengaruh dan kekuasaan.  Maka melanggar keadilan,
melanggar aturan Allah dan RasulNya untuk menegakkan islam sama-
lah artinya dengan membangun masjid dari uang judi; tak dipandang
manusia apalagi oleh Allah Yang Maha Mengetahui setiap amaliah
manusia.

   Keadilan.  Inilah ciri akhlaq islami yang menerangi hati dan
meyelamatkannya dari kesempitan dan ketakutan. Yang mesti diber-
lakukan meski kepada kaum yang kita benci.  Berlaku adil bukanlah
karena ia ditujukan untuk orang yang kita suka, untuk sesama Mus-
lim, tetapi karena ia sebuah nilai hidup yang mesti di kejawan-
tahkan baik terhadap kawan atau lawan. Suatu nilai islami yang
Allah turunkan sebagai pedoman hidup kaum Muslimin.  Justru
cahaya adil memancar terang manakala orang yang kita benci seka-
lipun menerima keadilan dari kita.  Inilah islam, dien Allah yang
mengagumkan.

Hasbunallah wa ni'mal wakiil.


Wassalam,
abu zahra


------------
tarbiyah@isnet.org



Rancangan KTPDI. Hak cipta © dicadangkan.