![]() |
MATERI TARBIYAH POTENSI ISLAM : Aqidah dan Ukhuwah |
Bismillah Walhamdulillah Was Salaatu Was Salaam 'ala Rasulillah
Number: isnet/1362; Att: is-mod, is-lam, mus-lim
Nomor: tarbiyah/25jul94/315
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum wr.wb.
POTENSI ISLAM :
Aqidah dan Ukhuwah
Abu Akhyar dalam tulisan, posting hari ini, "Belajar dari
Kekalahan Perang Uhud", telah menyadarkan kita kembali betapa
ummat Islam di hari ini berada pada posisi yang memprihatinkan,
lemah, lemah hampir dalam setiap lapangan. Perang Teluk yang
makin memecah-belah ummat, demokrasi Aljazair, pembantaian di
Bosnia-Hercegovina, pengusiran di Myanmar, intifhadah Palestina,
Afghanistan. Ummat Islam tersudut dan terus tersudut. Demokrasi
yang sangat diagungkan di Inggris dan Amerika, hanyalah benar dan
berlaku selama menguntungkan Barat, namun manakala kaum muslimin
yang menang, maka demokrasi hanyalah tinggal nama, telah terlucu
ti maknanya. Maka demokrasi kental dalam makna "alat untuk mengu
kuhkan hegemoni Barat", dan tidak untuk Aljazair. Ketika perang
Teluk berkobar, respon untuk membantu Quwait segera berdatangan,
dan bayangkan bagaimana sibuknya Amerika, dengan gaya Polisi
Dunia. Bandingan dengan kasus Palestina dan Bosnia. Adilkah ?
Jangan tanya soal keadilan disini. Sebab keadilan telah diperham
bakan pada hegemoni mereka, keadilan hanyalah untuk kepentingan
mereka. Konsep keadilan yang murni telah sirna. Negara kuat
adalah negara kuat, negara lemah tidak akan pernah mempunyai hak
yang sama dengan negara kuat, meski itu tertulis besar-besar
dalam prasasti atau dokumen. Negara kuat apapun tindakannya dapat
dikemas menjadi "keadilan".
Ummat di hari ini dalam keadaan lemah; kemampuan militer,
ekonomi, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan telah terkubur dan
sepertinya ingin dilupakan, kalaupun tidak maka kini menjadi
nostalgia manis belaka. Sejarah mencatat betapa ummat Islam
hampir-hampir tidak pernah kalah dalam setiap pertempuran
fisik/militer, meski dengan jumlah prajurit yang lebih sedikit,
bahkan imperium Romawi, yang besar, dikalahkan Jenderal Shalahu
din dalam Perang Salib. Ilmu pengetahuan dan budaya Islam memim
pin dunia lebih dari 600 tahun; 350 tahun sebelum tahun 1100 M
dan 250 tahun setelah tahun 1100 M. Karya tenun Persia, arsitek
tur Islam, bahkan cerita seribu satu malam seperti; Aladin,
Simbad, Ali Baba, Abu Nawas, memukau banyak budayawan Barat.
Pertanyaannya, mengapa ummat terdahulu demikian anggun,
cemerlang, bayangkan pemerintahan Islam di Cordoba, Spanyol dan
kini menjadi lemah dan sangat lemah, bahkan terinjak dan dihina
bang ummat Islam ? Jawaban dari pertanyaan ini hendaklah muncul
dari perenungan diri, perenungan atas masa lampau, masa kini, dan
peran yang diemban ummat untuk masa depan.
Ummat terdahulu lebih perduli akan ayat-ayat Allah. Ketika
mereka diperintahkan untuk menafakuri ciptaan Allah, mereka
berfikir dan hasilnya adalah Iptek. Rasa cinta pada Al Islam
muncul dalam karya-karya arsitektur masjid, tenunan dll. Diyaki
ni, bahwa kemenangan PASTI Allah berikan kepada orang-orang yang
beriman hanya dan hanya bila orang-orang beriman menjadikan
Allah, rasul-Nya, dan orang-orang beriman sebagai penolong dan
tidak pada toghut.
" Dan barang siapa mengambil Allah, rasul-Nya dan orang-orang
beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama)
Allah itulah yang PASTI menang " (Qur'an 5:56)
Nah, selama ummat Islam hari ini tidak melaksanakan perintah
ini, maka menjadi wajar kalau menjadi kalah dalam setiap lapangan
baik fisik maupun intelektual. Andaipun kemenangan yang datang,
maka itu bukanlah kemenangan yang haq. Sesungguhnya kemenangan
yang haq itu hanya akan muncul setelah Allah dan rasul-Nya menan
cap kokoh dalam sanubari seorang mukmin, menjadikan Allah sebagai
ilah dan rasul-Nya sebagai tauhidul uswah, serta menjadikan
orang-orang beriman sebagai saudara--ukhuwah. Ummat Islam akan
selalu menang selama 2 potensi Islam: aqidah dan ukhuwah dimiliki
dan mewujud dalam realitas.
Islam dengan potensi ukhuwahnya, dalam sejarah terbuktikan,
mampu mempersatukan suku-suku Quraish, mendamaikan suku Aus dan
Khazraj di Madinah yang sebelumnya selalu bermusuhan. Suku, ras,
dan bangsa memang telah ada di bumi dan merupakan sunatullah (Al
Hujarat:13), namun Islam menolak faham yang menempatkan loyalitas
tertinggi, pengabdian, pada ras, suku, atau bangsa. Ras, suku,
atau bangsa tidak layak untuk itu. Loyalitas tertinggi, pengabdi
an hanya untuk Allah. Berperang bukan untuk menjadi pahlawan
bangsa, tapi sebagai syuhada, berperang di jalan Allah, untuk
mempertahankan aqidah. Suku Aus setelah memeluk Islam tetap suku
Aus begitupula suku Khazraj. Namun setelah mereka bersyahadat,
menyatakan hanya Allah saja tempat pengabdian, hanya Allah saja
yang berhak menerima loyalitas tertinggi, maka suku Aus atau
Khazraj adalah sama, sama-sama hamba Allah, dan hanyalah yang
bertaqwa yang kedudukannya tinggi di hadapan Allah, mereka ter
pautkan dalam tali aqidah, dan mereka tidak lagi menganggap bahwa
suku mereka lebih baik dari suku yang lain. Ras, suku, bangsa
hanyalah soal ruang, geografis, dan administratif dan mencair
akan cahaya aqidah, ukhuwah, serta aturan Al Islam. Tak ada
perbedaan antara Salman Al Parisi, yang dari persia, atau Hudzai
fah al Yamani (yang berasal dari Yaman). Suku, Ras, atau bangsa
bukanlah perbedaan yang berarti dalam Islam.
Potensi ukhuwan sendiri muncul mengikuti potensi aqidah dan
ukhuwah merupakan ni'mat yang Allah berikan, yang muncul atas
kehendak Allah.
" Dan berpeganglah kamu semuanya kepada TALI ALLAH, dan
janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan
ni'mat Allah kepadamu, ketika kamu dahulu (masa jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu,
lalu MENJADILAH KAMU KARENA NI'MAT ALLAH orang-orang
yang BERSAUDARA " (Qur'an 3:103)
Allah memmerintahkan orang-orang yang beriman untuk berpegang
pada tali-tali Allah, tali aqidah, buhul tali yang amat kuat yang
tidak akan putus (Qur'an 2:256), buhul tali yang mengalahkan
bukan saja kesamaan ras, suku, atau bangsa, bahkan mampu menga
lahkan pertalian darah (kisah ketika Rasulullah hijrah ke Madi
nah, banyak kaum muslimin Mekkah yang terpaksa meninggalkan
keluarga, saudara sedarah demi tali aqidah ). Lalu manakala hati
setiap mukmin telah terikat pada tali aqidah yang tungal, seorang
mukmim sudah demikian yakin bahwa hanya Allah saja yang dia tuju,
ridla Allah saja yang dia harap, hanya Allah saja wa'la, ilah,
Khalik, Malik, Hakim, Pemberi Rizki manusia, barulah Allah akan
menurunkan ni'mat-Nya berupa persaudaraan, ukhuwah Islamiyah.
Hanya Allah saja yang mampu mempersatukan hati setiap mukmin.
" walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada
di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati
mereka (orang-orang beriman), akan tetapi Allah telah
mempersatukan hati mereka "
(Qur'an 8:63)
Dengan demikian ukhuwah adalah persaudaraan aqidah, persauda
raan hati, bukan sekedar persaudaarn fisik apalagi lisan--persau
daraan yang menyatukan ummat sebagai jasad yang tunggal. Maka
saudara-saudara di Bosnia, Palestina dll. tak berbeda dengan diri
kita sendiri, dengan sanak famili kita, dengan bapak/ibu atau
anak-anak kita.
Akhirnya mari kita bermuhasabah, untuk menilai diri kita,
sudahkah aqidah tauhid ini tegak dalam diri kita, sudahkah ni'mat
ukhuwah meresapi hati dan pori-pori badan kita, sudahkah tali-
tali Allah merapatkan kita dalam barisan yang teratur seakan-akan
seperti bangunan yang kokoh yang sangat disukai Allah ? Kalau
ummat di hari ini masih lebih mencintai kaum keluarga, harta
kekayaan/materi, perniagaan dari pada Allah, rasul-Nya, dan jihad
di jalan-Nya, maka tunnggulah sampai Allah mendatangkan keputu
san-Nya, kekalahan beruntun, terinjak, dan terhinakan dalam
setiap lapangan, sampai Allah menurunkan suatu kaum dimana Allah
mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya, beriskap lemah lembut
terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang
yang kafir, yang berjihad di jalan Allah dan tidak takut terhadap
celaan orang-orang yang suka mencela. (Qur'an 9:24 dan 5:54).
Wallahu'alam bissawab,
abu zahra
Keywords: potensi Islam, aqidah, ukhuwah, persaudaraan hati.
------------
tarbiyah@isnet.org
