MATERI TARBIYAH
DARI PARIS KE PEDALAMAN AFGHANISTAN



Bismillah Walhamdulillah Was Salaatu Was Salaam 'ala Rasulillah
Number: isnet/1619; Att: is-mod, is-lam, mus-lim

Nomor: tarbiyah/26jul94/328
Bismillaahirrahmaanirrahiim




                 DARI PARIS KE PEDALAMAN AFGHANISTAN

   Di tengah keluarga sederhana di pedalaman Afghanistam, gadis Perancis
itu menikmati hidupnya. Ia memilih hidup di Afghanistan yang gersang
dan terik di musim panas, dan membeku di musim dingin, dan rela
meninggakan kota kelahirannya, Paris, yang gemerlapan. Adakah gadis itu
sedang frustasi? Begitu tragiskah kekecewaannya sehingga ia harus
mengisi hari-harinya di pedalaman Afghanistan yang keras?

   Perjalanan hidup manusia sungguh menyimpan banyak misteri. Fabian,
gadis Perancis yang sekarang berhijab itu sungguh tidak sedang frustasi.
Ia justru sedang memulai kehidupannya sebagai muslimah sejati, kehidupan
yang dipilihnya dengan kesadaran yang tulus ikhlas. Mungkin sulit untuk
dipahami, tapi demikianlah, Fabian, yang mantan top model Perancis,
memilih jalan hidupnya. Apakah gerangan yang telah mengantar peragawati
jelita itu ke pedalaman Afghanistan? Ketika berumur 28 tahun, ia
memutuskan untuk merubah jalan hidupnya. Keputusan yang berani dan penuh
resiko. Ia harus meninggalkan glamour-nya dunia mode dan kamera, untuk
merambah jalan baru bagi kehidupannya di bawah bimbingan Ilahi Robbi.

   Kepada majalah Al-Muslimun edisi 238, Fabian menuturkan perjalanan
panjang hidupnya, mulai dari sentuhan pertamanya dengan dunia mode
hingga memilih tinggal di Afghanistan, berdampingan dengan keluarga para
mujahidin. "Kalau bukan karena rahmat Allah, pasti hidupku seluruhnya
akan lenyap dalam rimba kema'siatan." Demikian Fabian memulai
penuturannya, "sebuah rimba yang menjadikan manusia lebih bejat dari
pada hewan, yang hanya berfikir untuk memuaskan keinginan dan nafsunya,
tanpa dituntun oleh prinsip dan nilai kemanusiaan yang luhur."

   "Semula aku merasa jalan di depanku terbentang lebar dan mulus.
Dengan singkat dapat kunikmati bagaimana rasanya menjadi orang populer
dan terkenal. Hadiah-hadiah yang tak pernah kuimpikan sebelumnya, datang
bak air bah ... tapi, untuk itu semua, aku harus membayar dengan harga
yang teramat sangat mahal."

   "Pertama-tama, aku harus membebaskan diriku dari semua harkat
kemanusiaanku, karena syarat utama untuk meraih sukses dan popularitas
adalah membuang seluruh naluri kewanitaanku, mencampakkan rasa malu yang
selama ini ditanamkan pada diriku. Aku harus kehilangan kecerdasanku,
karena tidak boleh memahami segala sesuatu dari gerak tubuhku, beserta
hentakan musik yang yang mengiringinya. Aku juga harus berpantang dari
berbagai makanan lezat, dan hanya boleh menyantap vitamin-vitamin dan
porsi makanan tertentu serta obat-obat penguat, penambah vitaliats dan
gairah. Dan lebih dari itu semua, aku harus membuang jauh oerasaan dan
emosiku terhadap makhluk manusia; aku tidak boleh mecinta, tidak boleh
membenci dan tidak boleh menolak tawaran apa saja."

   Penuturan di atas jelas terlahir dari kejujuran nurani seorang
berkompensasi. Ia mengaku karena benar merasakannya. Dan ketika ia
mengaku, ia jujur dalam pengakuannya. Titik awal perjalanan manusia
kembali kepada Khaliqnya, sesungguhnya berasal dari sana, berasal dari
keterbukaan, berasal dari kejujuran manusia itu sendiri terhadap
nuraninya sendiri, karena nurani itu hanya mempunyai satu karakter:
kejujuran fitrah.

   "Dunia mode dan model telah merubah diriku menjadi seonggok patung
yang bergerak, bekerja hanya untuk satu tujuan, mempermainkan hati dan
pikiran orang lain. Dari dunia mode, aku telah belajar bagaimana menjadi
seorang yang dingin, keras hati, congkak tapi kosong dari dalam. Aku
hanya menjadi bangkai yang berhias pakaian indah. Ya, aku hanya benda
mati yang tersenyum, tapi tak pernah merasa tersenyum."

   "Rupanya bukan hanya aku yang dituntut berlaku demikian, sebab
semakin berani seorang model menanggalkan seluruh identitas dan harkat
kemanusiaannya, ia pasti akan semakin populer dan terkenal di tengah
dunia mode yang begitu dingin dan keras. Jika ia mencoba untuk melanggar
atau menolak aturan-aturan yang berlaku, ia harus siap menerima berbagai
hukuman dan siksaan, yang terkadang tidak hanya bersifat teror mental
tapi juga siksaan fisik."

   Begitulah Fabian, mantan model Paris itu, menuturkan pengakuannya
setelah ia memeluk Islam dan meninggalkan belantara dunia mode yang
glamour, dingin dan keras. Pengakuannya sederhana, tapi jelas dan tegas,
bagai cermin jernih memantulkan keindahan, karena lahir dari perpaduan
antara kejujuran fitrah manusia dengan kebenaran hidayah Allah. Kini
Fabian menikmati hidupnya di pedalaman Afghanistan. Barangkali itu
merupakan suatu pilihan yang ekstrim, tapi jika di bumi para syuhada itu
ia menemukan mata air kehidupan yang hakiki, maka biarkanlah sekali ini,
iman mementukan pilihannya. Sebab di sana, tangan fitrah melukiskan
wanita sebagai kuntum-kuntum yang menyembunyikan sarinya di balik
kelopaknya, lalu iman pun meniupnya, maka jadilah ia bunga-bunga yang
mekar, yang menyebarkan semerbak wangi syuhada di taman kehidupan.

[Sumber: Majalah Sabili No.8/IV Jumadil Awwal 1412]

Wassalamu'alaikum
abu akhyar
keyword: dunia mode, paris, fitrah, afghanistan


------------
tarbiyah@isnet.org



Rancangan KTPDI. Hak cipta © dicadangkan.