MATERI TARBIYAH
KETIKA AZAN MEMANGGIL, KUKEJAR ALLAH DENGAN SEPEDA



Bismillah Walhamdulillah Was Salaatu Was Salaam 'ala Rasulillah
Number: isnet/1619; Att: is-mod, is-lam, mus-lim

Nomor: tarbiyah/26jul94/334
Bismillaahirrahmaanirrahiim





                        KETIKA AZAN MEMANGGIL,
                     KUKEJAR ALLAH DENGAN SEPEDA

Hari meranggas petang, para pekerja mulai meninggalkan tempat
kerjanya. Bis-bis kota dan metro mini sarat penumpang berhenti di
banyak halte dan persimpangan. Wajah-wajah lelah terlihat menuruni
tangga bis kota.

   Sukardi,  siap menghadang wajah-wajah lelah ini di  perempatan
Rawa  Badak, Tanjung Priok. Pria bertubuh tinggi besar,  berkulit
gelap  dengan sorot mata tajam, serta dilengkapi  topi  "baretta"
yang menahan teriknya matahari Jakarta, menantikan mereka di atas
sadel sepedanya.

   Ia telah pernah bekerja pada sebuah pabrik kaca milik investor
Jepang di bilangan Pulo Gadung, Jakarta. Pekerjaan itu  digeluti
nya  selama empat tahun. Namun kini ia harus meninggalkan  peker
jaannya  itu, karena ia pernah absen beberapa lama, karena  sakit
yang  dideritanya.  Karena itulah ia di-PHK. Perusahaan  tak  mau
rugi,  tak mau pula menanggung biaya kesehatan ...  maka  PHK-lah
jalan keluarnya.

   Pak  Sukardi siap menerima kenyataan ini, karena  keyakinannya
telah  tertempa oleh nilai Islam yang diyakininya.  "Saya  yakin,
rejeki  mah Allah yang ngatur ..." Berangkat dari keyakinan  yang
tulus  itu,  serta  menyadari keterbatasannya  yang  tidak  lulus
sekolah dasar, ia banting stir ke usaha yang tak pernah ia  impi
kan  sebelumnya: menjadi pengemudi ojek! Keyakinan dan usaha  itu
memang membuahkan hasilnya, "Setiap hari paling sedikit saya bisa
men  gantongi tujuh ribu perak. Alhamdulillah, bisa  untuk  makan
dan membiayai anak-anak ..." Ia mempunyai empat orang anak.  Yang
paling besar di SLTA, dua orang di SLTP, yang paling kecil  masih
di SD. "Sekarang ini, kalau kita nggak kuat mendidik anak  dengan
agama,  gawat! Banyak sekali gangguannya. Kita sering dengar  ada
anak gadis hamil duluan sbelum nikah. Nauzu biLlah min zalik! Itu
kesalah orang tuanya yang tidak mendidik dengan pelajaran agama."

   Kiranya   Pak Sukardi benar, arus kejahiliyahan memang  tengah
merayap di sela-sela kehidupan kita. Arus itu melilit dan meracu
ni semua lapisan sosial dengan segala perwujudannya. Tidak  hanya
meracuni  si  kaya, tapi juga si miskin. Pak  Sukardi  tak  ingin
terlindas  arus itu. "Saya tanamkan Islam pada anak-anak  melalui
pengajian  dan halaqoh di Masjid, dan saya "ngasih"  contoh  pada
mereka. Misalnya kalau sholat subuh, kita bangunkan mereka,  kita
ajak ke masjid ..."

   "Habis,   kita hidup ini untuk apa sih kalau bukan untuk  iba
ciptakan  jin  dan manusia melainkan untuk beribadah  kepada  Ku.
Jadi  semua hidu  kitaini untuk ibadah. Bekerja  ibadah,  belajar
ibadah,  pokoknya semua lah! Untuk apa hidup di dunia  ini  kalau
cuman  bergelimang harta tanpa tujuan yang jelas? Dan  kekurangan
material bukanlah halangan untuk memilih tujuan hidup yang  benar
dan pasti!"

   Keyakinan  itulah yang agaknya terpatri kuat dalam jiwa tukang
ojek kita ini. Maka ketika azan memanggil, ia tak  menyia-nyiakan
waktu untuk tetap berada dalam tujuan utama hidupnya. Ia bergegas
pulang ke rumah menunaikan kewajibannya di masjid dekat rumahnya.
"Kalau  ngedenger  azan terus kita belum  sholat,  rasanya  nggak
enak, kayak punya utang saja. Hati gelisah, pengennya mau  pulang
melulu ...
padahal lagi ada penumpang."

   "Kenapa  mesti pulang segala Pak? Bukankah masjid di sekitar
Tanjung Priok ini banyak, di setiap jalan ada masjid?"
   "Bukan begitu ... celana saya kotor, baju juga bau keringet ...
Masak mau "ngadep" Alloh, pakai celana dan baju kotor? Sedangkan
kalau mau ngadep Pak Lurah aja, kita rapih, ya nggak?"

    Pak Sukardi sudah menganggap, ibadah baginya merupakan  kebu
tuhan. Ia merasa punya beban jika kewajiban terhadap Alloh  belum
ditunaikan.  Tidak hanya itu saja, ia bahkan berusaha  mendirikan
kewajiban  tersebut dengan cara yang terbaik. "Pernah  ada  teman
saya yang "ngetawa'in" dan ngejek saya, karena saya pakai  payung
waktu  "narik"  di siang bolong. Waktu itu bulan  Ramadhan.  Saya
diamkan   saja.  Habis,  dari  pada  saya  batal   puasa   karena
kepanasan?" ceritanya tentang pengalamannya menarik ojek di bulan
suci  Ramadhan.  "Saya menyayangkan teman-teman saya  yang  tidak
puasa  di  bulan Ramadhan. Padahal kita bisa ngatur  waktu  untuk
menjaga  dan  mempertahankan puasa kita. Misalnya kalu  narik  di
bulan Ramadhan, sebaiknya dari pagi sampai sekitar jam  sebelasan
lah, jangan lebih. Habis itu kita pulang, sholat Zuhur, tidur  di
rumah  sampai  Ashar.  Habis Ashar kita bisa  narik  lagi  sampai
malem.  Itu 'kan nggak terlalu menguras tenaga? Kita  bisa  tetap
puasa,  udah gitu dapet rejeki lagi. Alhamdulillah,  selama  saya
narik ojek ini, saya nggak pernah "bolong" puasa, bukannya  nyom
bong nih!"

   Pernah   suatu hari ia mendapat penumpang, dan sudah menjadi
kebiasannya   ia  selalu mengajak ngobrol orang  yang  memerlukan
jasanya.  Pembicaraan  berkisar pada soal hujan yang  sudah  lama
tidak turun, entah bagaimana tiba-tiba orang itu mengatakan bahwa
berkat  kecanggihan, teknologi sekarang hujan sudah bisa  dibuat.
Pernyataan  ini langsung disergah oleh Pak Sukardi.  "Hujan  mah,
biar  gimana, buatan Alloh, Pak! Manusia nggak bisa bikin  hujan.
Kita  jangan  sombong dengan ilmu pengetahuan kita,  sebab  kalau
dibandingkan dengan ilmunya Alloh, ilmu kita mah nggak ada  arti
nya. Kita manusia cuma bisa berusaha, Alloh yang menentukan. Kita
aja  yang ngaku-ngaku bisa bikin hujan buatan,  padahal  semuanya
dari Alloh."

begitu  saja.  Ia  selalu menyelipkan  da'wah  nilai-nilai  Islam
barang  sepatah dua patah kata. "Kita ini harus mengajak  manusia
ke jalan Alloh. Kita ummat Islam semua ini, adalah da'i.  Balighu
'anni walau ayah. Sampaikan dariku walau hanya satu ayat,  begitu
kata  Nabi Muhammad."ketika ditanya tentang aktifitas  keislaman
nya,  dan  dari mana ia memperoleh  bahan-bahan  yang  up-to-date
untuk berda'wah, ia mengatakan:
" Saya tiap malem Selasa, selalu ngaji di Masjid Al-Mukaromah  di
Jalan Mangga. Saya pergi sama anak saya yang di SMA, pakai sepeda
ini.  Alhamdulillah, sepeda ini disamping bisa untuk nyari  duit,
juga bisa dipakai untuk pergi ngaji ...."

   Hari-hari  pak Sukardi adalah sepeda dan da'wah, keringat dan
ibadah.  Sebuah fenomena yang menyejukkan yang dapat kita  saksi
kan di tengah gemuruhnya "pemurtadan" dan pendangkalan aqidah  di
mana-mana.
                                ***
                            [dari Sabili No.8/IV Jumadil Awwal 1412]

keyword: ojek dan da'wah


------------
tarbiyah@isnet.org



Rancangan KTPDI. Hak cipta © dicadangkan.