MATERI TARBIYAH
KONSEKUENSI-KONSEKUENSI SYAHADATAIN (6)



Bismillah Walhamdulillah Was Salaatu Was Salaam 'ala Rasulillah
Number: isnet/2492; Att: is-mod, is-lam

Nomor: tarbiyah/29oct94/571
Bismillaahirrahmaanirrahiim



                KONSEKUENSI-KONSEKUENSI SYAHADATAIN (6)

Assalaamu'alaikum Wr. Wb

Allah : Mahbuub

'Cinta' adalah suatu kata yang sering mengamarkan hal-hal ang romantis,
indah, dan menyenangkan. Rasa cinta dimiliki oleh seluruh mahluk hidup,
manusia maupun hewan. Hal ini merupakan 'sunnatullah'. Manusia memiliki rasa
cinta kepada sesamanya, harta benda, uang, status, jabatan, dan hal-hal lain
yang menyenangkan. Manusia cinta kepada anak maupun istri (suami)-nya. Hewan
pun cinta kepada anak-anaknya.

        "Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa
        yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
        jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binaang ternak dan sawah
        ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah
        tempat kembali yang baik (surga)" (QS al-'Imran 3:14)

Raja di raja cinta bagi orang yang beriman, maksudnya cinta yang paling
utama, adalah cinta kepada Allah, Rasul-Nya, dan perjuangan di jalan-Nya.
Walaupun demikian, mayoritas manusia yang hidup di dunia saat ini 'tidak
beriman'; Mereka mengabaikan cinta yang utama tersebut. Cinta kepada harta,
uang, jabatan, anak maupun istri (suami) - yang berlebihan - mengalahkan
cinta yang utama tersebut. Materialisme dan kapitalisme telah membelengu
manusia yang ingin mengabdikan diri kepada 'Tuhan yang sebenarnya' (Allah
Rabbul-'aalamiin). Dua paham (isme) tersebut telah menjadi ideologi, menjadi
'tuhan-tuhan yang baru'. Dunia telah menjadi obyek cinta yang
berebih-lebihan. Padahal, Allah Mahbuub - yang berhak diutamakan dalam cinta.

        "Katakanlah, 'Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara,
        istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
        perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat
        tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan
        Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
        mendatangkan keputusannya'. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
        orang-oang fasik" (QS at-Taubah 9:24)

Seseorang yang mencintai sesuatu senantiasa berusaha untuk menjalin relasi
dan komunikasi dengan apa yang dicinanya. Cinta kepad Allah dan Rasul-Nya
harus dijalin dengan terus-menerus, seperti diwujudkan dengan shalata,
membaca al-Quran, mengkaji hadits-hadits, beramal sholeh, dsb. Ketaatan
kepada Alah dan Rasul-Nya adalah bukti cinta orang-orang yang beriman. Cinta
dunia harus dapat diorientasikan kepada cinta Allah dan Rsul-Nya, agar
kecintaan kepada dunia dapat dikendalikan dengan sebaik-baiknya, tidak
berlebihan-lebihan. Dengan kata lain, cinta dunia untuk mencari 'mardhatillah'

Allah : Ma'buud

        "Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan
        orang-orang sebelummu agar kamu bertaqwa. Dia-lah yang menjadikan
        bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia
        menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan
        itu segala buah-buahan sebagai rejeki untukmu, karena itu janganlah
        kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui"
        (QS al-Baqarah 2:21-22)

Ayat di atas ditujukan kepada mahluk yang disebut manusia, manusia siapa
saja. Manusia diperintahkan untuk menyembah (mengabdikan diri) hanya kepada
Allah, karena hanya Dia-lah yang pantas menjadi sesembahan (Ma'buud).
Allah-lah Sang Pencipta (Khaaliq), Penjaga (Haafidh), Pengatur (Mudabbir),
Pelindung (Wali), Raja (Malik), Penentu hukum (Haakim), Pemberi rejeki
(Raazaq), sebagai tujuan hidup (Ghaayah), dan yang pantas diutamakan dalam
cinta (Mahbuub).

Allah sebagai sesembahan adalah konsekuensi tertinggi dari syahadat-tauhid
('Laailaaha illallaah'). Seseorang yang telah bersyahadat-tauhid berarti dia
telah memproklamirkan dan berjanji untuk mengabdikan dirinya kepada Allah
semata, artinya tidak mempersekutukan Allah dengan apa pun. Dia telah
menyatakan dirinya Muslim (orang yang tunduk-patuh kepada Allah sehingga
selamat di dunia dan akhirat). Konsekuensinya, hidupnya untuk taat kepada
Allah dan matinya diridloi Allah.

        "Katakanlah, 'Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku, dan
        matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam'. Tiada sekutu
        bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku, dan aku
        adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah
        (Muslim)" (QS al-An'aam 6:162-163)

Patut disayangkan, bahwa kebanyakan manusia saat ini mendewakan (mengabdikan
diri) kepada Jesus (orang Nsrani), Uzair(orang Yahudi), selain Allah. Mereka
mempertuhankan sesama manusia, harta benda, kekuatan alam, maupun nafsu
pribadinya. Isa al-Masih yang manusia biasa tu dijadikan sebagai tuhan.
Materialisme telah menjadi ideologi yang mengeser aspek ketuhanan. Kekuatan
alam, bukan Sang Penciptanya, dianggap sebagai pengatur kehidupan. Nafsu
pribadi telah menggusur aturan-aturan Allah untuk memenuhi kebutuhan duniawi.

Pengabdian diri kepada Allah telah diatur dengan hukum-hukum tertentu. Allah
telah mengangkat Muhammad SAW sebagai Rasul (utusan), sebagai teladan yang
baik (uswatun hasanah), agar manusia mengerti cara beribadah kepada Allah,
baik secara khusus (e.g. shalat, puasa, zakat, dsb) maupun umum (segala
sesuatu yang diniatkan karena Allah dan dilakukan menurut aturan-Nya).

(Insya Allah, tunggu seri berikutnya)

Wassalaamu'alaikum Wr. Wb.

Muhtar - Aberystwyth UK






------------
tarbiyah@isnet.org



Rancangan KTPDI. Hak cipta © dicadangkan.