Universitas Hasanuddin menyelenggarakan Rapat Paripurna Senat Akademik dalam rangka upacara Penerimaan Jabatan Professor dalam bidang Kedokteran Gigi. Rapat dimulai pukul 09.00 Wita di Ruang Senat Akademik Unhas, Kampus Tamalanrea, Makassar (26/01), dengan menerapkan protokol pencegahan Covid-19 yang ketat, serta disiarkan live melalui YouTube Senat Akademik.
Prosesi pengukuhan dihadiri Rektor Unhas, para Wakil Rektor, Sekretaris Universitas, Ketua, Sekretaris dan anggota Senat Akademik, Dewan Professor, Majelis Wali Amanat, serta tamu undangan terbatas dari keluarga tiga profesor yang dikukuhkan.
Profesor yang dikukuhkan yaitu:
1. Prof. Dr. drg. Sumintarti, MS., sebagai guru besar ke-410, bidang Ilmu Penyakit Mulut. Lahir di Makassar, pada 1 Januari 1954.
2. Prof. Dr. drg. Irene Edith Rieuwpassa, M.Si., sebagai guru besar ke-411, bidang ilmu Biologi Oral. Lahir di Ujung Pandang, pada 12 Oktober 1972.
3. Prof. Dr.drg. Susilowati, SU., sebagai guru besar ke-412, bidang ilmu Ortodonti. Lahir di Batang, pada 15 April 1955.
Dalam sambutannya, Rektor Unhas Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA., menyampaikan apresiasi atas capaian dari FKG Unhas. Bertambahnya guru besar diharapkan akan berdampak pada output dan outcome Unhas.
“Saat ini Unhas menempati posisi teratas di Indonesia pada aspek input, dimana dengan penambahan guru besar maka diharapkan memberi kontribusi lebih baik untuk penigngkat riset, inovasi, dan publikasi,” kata Prof. Dwia.
Dua orang guru besar yang dikukuhkan telah berusia yang relatif tidak lagi muda. Ketiganya juga merupakan perempuan. Hal ini merupakan catatan tersendiri, terutama pada masa pandemi.
“Pengukuhan hari ini sungguh bernilai. Ketiga guru besar menunjukkan bahwa situasi pandemi bukan halangan untuk terus produktif. Juga mereka menunjukkan bahwa kaum perempuan tetap bisa tampil dengan capaian maksimal. Dan yang terpenting, usia bukanlah kendala,” kata Prof. Dwia.
Sebelum memberikan sambutan dan pengukuhan oleh Dewan Profesor, ketiga guru besar diperkenalkan oleh Dekan FKG, drg. Muh. Ruslin, Sp.BM, Ph.D, yang membacakan riwayat hidup singkat masing-masing guru besar. Kemudian ketiganya secara bergantian menyampaikan pidato ilmiah.
Prof. Dr. drg. Sumintarti, MS
Menyampaikan pidato tentang “Bahan Herbal Sebagai Alternatif Pengobatan Pada Penyembuhan Luka Rongga Mulut”.
Beberapa riset terkait senyawa aktif pada bahan dasar herbal memiliki kaitan erat dengan aktivitas antioksidan, yang dapat menunda atau mencegah reaksi oksidasi radikal bebas dalam konsentrasi lebih rendah dari substrat yang dapat dioksidasi.
“Obat-obatan herbal dalam bidang kedokteran gigi sangat beragam jenisnya. Sangat banyak tumbuhan herbal yang memiliki manfaat dalam mengobati penyakit gigi dan rongga mulut. Pengembangan dan penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan tumbuhan herbal akan sangat membantu dalam menciptakan inovasi-inovasi terapi dengan memanfaatkan obat verbal,” jelas Prof Sumintarti.
Prof. Dr. drg. Irene Edith Rieuwpassa, M.Si
Menyampaikan pidato tentang “Peranan Biologi Oral Dalam Ekosistem Sebagai Upaya Peningkatan Kesehatan Rongga Mulut”.
Rongga mulut merupakan gambaran suatu ekosistem yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara mikroorganisme dan lingkungannya. Biologi oral dapat memberikan penjelasan mengenai mekanisme dan fenomena biologis yang mendasari perubahan lingkungan rongga mulut dari sehat sampai patologis. Diperlukan upaya preventif yang lebih gencar yakni memelihara ekosistem rongga mulut dalam kondisi seimbang dengan tetap berprinsip baik mencegah daripada mengobat.
“Harapan kedepan dengan adanya dukungan sarana dan prasarana laboratorium biologi molekuler untuk pengembangan bidang biologi oral sebagai solusi dalam menjawab tantangan dunia,” jelas Prof Irene.
Prof. Dr.drg. Susilowati, SU
Menyampaikan pidato tentang “Seberapa Amankah Logam Yang Dipakai Pada Alat Ortordonti Cekat?”.
Maloklusi merupakan kondisi dimana susunan gigi tidak teratur, misalnya berdesakan, jarang-jarang, tongos dan beberapa kondisi gigi lainnya. Berdasarkan Riset Kesehatan Gigi Nasional tahun 2018, prevalensi maloklusi di Indonesia sangat tinggi, mencapai 80%. Secara umum, terdapat dua alat dalam perawatan ortodonti yakni alat ortodonti lepasan dan cekat yang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
“Prevelensi maloklusi di Indonesia masih cukup tinggi. Salah satu solusinya adalah dengan merawat maloklusi menggunakan alat ortodonti cekat, dengan komponen logam menjadi pilihan utama karena lebih ekonomis dan kuat. Kandungan terbesarnya adalah nikel dam kromium,” jelas Prof Susilowati.
Rapat paripurna senat akademik dalam rangka penerimaan Jabatan Professor berlangsung lancar dan hikmat, berakhir pukul 11.30 Wita.(*/mir)
Editor : Ishaq Rahman, AMIPR