Berita Terbaru

UNIVERSITAS HASANUDDIN

Pusdis Unhas Dorong Kesadaran Inklusif melalui Seminar Internasional tentang Kesehatan Mental

Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia, Pusat Disabilitas Universitas Hasanuddin (Pusdis Unhas) menyelenggarakan Festival Titik Koma, dimana salah satu kegiatannya yakni seminar internasional bertajuk “Mental Health as a Right: Building Inclusive Support Systems”.

Kegiatan ini berlangsung di Aula Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Kampus Tamalanrea, Unhas, Jumat (10/10).

Festival ini bertujuan untuk menjadi ruang reflektif dan advokatif dalam memperjuangkan hak atas kesehatan mental, serta mendorong terbentuknya sistem dukungan yang inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk penyintas dan kelompok difabel.

Salah satu keynote speaker, Nurhamid Karnaatmaja, pendiri Yayasan Istana Komunitas Sehat Jiwa, membawakan materi bertema “Gerakan Pemulihan Kesehatan Mental”. Dalam paparannya, ia menekankan pentingnya peran sosial dalam proses pemulihan penderita gangguan mental.

“Psikiater saja tidak cukup, diperlukan sosial treatment. Posisi saya menjadi sosial treatment itu sangat sulit, apalagi jika hanya dikendalikan oleh seorang psikiater yang harus menangani ribuan penderita skizofrenia,” tegas Nurhamid.

Ia menambahkan bahwa seorang psikiater tidak dapat menangani kasus skizofrenia secara individu, sebab pemulihan yang efektif memerlukan keterlibatan aktif dari lingkungan sosial dan komunitas sekitar.

Sementara itu, Dr. Alex Stephens, Wakil Konsul Jenderal Australia di Makassar, turut membagikan perspektif internasional terkait pendekatan kesehatan mental di Australia. Ia menuturkan bahwa negara tersebut telah mengembangkan sistem dukungan yang inklusif bagi semua kalangan.

“Di Australia, kami tidak hanya memberikan layanan konsuler kepada kelompok difabel, tetapi juga kepada masyarakat umum non penyandang disabilitas,” ujar Alex.

Kepala Pusat Disabilitas Unhas, Dr. Ishak Salim, S.I.P., M.A., yang turut hadir dalam kegiatan tersebut, menyampaikan harapannya agar perspektif inklusif yang telah berkembang di Unhas semakin meluas ke seluruh elemen sivitas akademika.

“Inklusivitas bukan lagi berbasis pada rasa kasihan, melainkan sudah menjadi praktik sehari-hari yang berlandaskan hak dan kesadaran penuh bahwa perbedaan kondisi tubuh, intelektual, maupun mental adalah hal yang wajar. Setiap individu berhak mendapatkan perlakuan yang setara di lingkungan kampus,” jelas Dr. Ishak.

Seminar Internasional Festival Titik Koma ini terbagi dalam dua sesi, yakni Sesi I dengan subtema “Suara yang Tak Terdengar” dan Sesi II dengan subtema “Suara Penyintas”. Kedua sesi tersebut menghadirkan berbagai narasumber dan penyintas yang berbagi pengalaman serta gagasan dalam membangun kesadaran akan pentingnya kesehatan mental sebagai hak dasar manusia. (*/da)

Editor: Ishaq Rahman

Berita terkait :

Share berita :

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Email

This post is also available in: Indonesia