Center for Peace, Conflict, and Democracy atau Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Perdamaian, Konflik dan Demokrasi Universitas Hasanuddin bersama Department of Political Science, Ateneo de Manila University menyelenggarakan Peace & Democracy Global Webinar, Selasa (25/05), mulai pukul 13.30 secara hibrid (daring dan luring).
Tema webinar adalah “Authoritarian Diasporas in Indonesia and the Philippines: Comparative Perspective on Elite Survival and Defection”. Kegiatan luring berlangsung di Ruang Senat Akademik, Lantai 2 Gedung Rektorat, Kampus Unhas Tamalanrea. Webinar juga terhubung secara virtual melalui aplikasi zoom Meeting, Selasa (25/05).
Hadir sebagai narasumber yakni Michael Buehler, PhD dari SOAS University of London sebagai pembicara utama. Adapun narasumber lainnya adalah Dr.Phill. Sukri Tamma (Departemen Ilmu Politik dan Peneliti CPCD Unhas), Carmel V. Abo, Ph.D dan Miguel Paolo P. Rivera, MA (Departemen Ilmu Politik, Ateneo de Manila University), serta Agussalim Burhanuddin, MIRAP (Departemen Ilmu Hubungan Internasional dan Peneliti CPCD Unhas).
Kegiatan resmi dibuka oleh Rektor Unhas, Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA. Dalam sambutannya, Prof. Dwia menyampaikan apresiasi atas terselenggara acara webinar tersebut. Melihat bagaimana Indonesia dan Filipina berjuang dari kepemimpinan yang diktator di masa lampau sehingga menyebabkan banyak kesulitan di tengah masyarakat, namun hingga akhirnya dapat mengakhiri rezim dan menganut pemerintahan demokrasi.
Menurut Prof. Dwia faktor-faktor tersebut menarik diteliti, untuk menjelaskan bagaimana masyarakat menerima dan bertahan dari bentuk pemerintahan otoriter, serta mencari dan memahami hal-hal yang dapat melemahkan demokrasi.
“Indonesia dan Filipina telah melewati pemerintahan diktator, sama-sama pernah berjuang dan sama-sama bertahan. Meskipun demikian, fenomena ini masih dapat terjadi dengan wajah-wajah baru. Maka dari itu, kita harus terus mengembangkan bentuk demokrasi yang sesungguhnya di negara kita,” jelas Prof. Dwia.
Prof. Dwia berharap melalui forum ini dapat tercipta ruang diskusi yang menghasilkan solusi memerangi wajah-wajah baru pemerintahan yang diktator, seperti oligarki, money politic, dan lainnya.
Setelah membuka kegiatan secara resmi, kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi dari para narasumber. Materi awal disampaikan oleh Michael Buechler selaku keynote speaker.
Dalam salah satu penjelasannya, Buechler memberikan gambaran mengenai kelompok otoriter dan diaspora otoriter. Kelompok otoriter merupakan anggota partai rezim yang menduduki kursi di legislatif nasional terakhir sebelum runtuhnya kediktatoran. Sementara diaspora otoriter adalah bagian dari kelompok otoriter yang setelah transisi rezim untuk mencalonkan diri di badan legislatif nasional dengan tiket partai lain.
Webinar yang diikuti kurang lebih 250 orang ini berakhir pada pukul 15.30 WITA.(*/zem)
Editor : Ishaq Rahman, AMIPR