Sebagai upaya mendorong reputasi internasional menuju World Class University, kehadiran dosen asing di Universitas Hasanuddin merupakan salah satu elemen penting. Setiap dosen umumnya memiliki keahlian spesifik dan bidang ilmu yang beragam. Untuk saling melengkapi khazanah ilmu pengetahuan, maka Unhas menerapkan program academic mobility, dengan cara mengirimkan dosen Unhas untuk mengajar di perguruan tinggi mitra, dan menerima dosen asing untuk mengajar di Unhas.
Pada tahun 2019, Unhas menerbitkan enam Surat Keputusan pengangkatan Dosen Asing Luar Biasa pada Fakultas Kedokteran. Kehadiran dosen asing ini merupakan capaian tersendiri. Terdapat sejumlah tantangan dalam upaya merekrut dosen asing, yang pada dasarnya merupakan tenaga akademik profesional yang telah memiliki jenjang karir mapan di negara dan perguruan tinggi asalnya.
Keenam dosen asing tersebut yakni Prof Yoshiaki Kiuchi (Jepang), Dr Andrew Pyott (Skotlandia), Dr Andrew Blaikie (Skotlandia), Dr Fiona Dean (Inggris), Dr John Ellis (Skotlandia), dan Dr Mark Ellis (Australia).
Pada kesempatan wawancara, Dekan FK Unhas Prof.dr. Budu, Ph.D, Sp.M (K), M.MedEd menjelaskan proses yang dilewati hingga fakultas yang dipimpinnya berhasil menarik minat dosen asing untuk bergabung. Proses ini diawali dengan jaringan yang telah terbangun sejak lama. Ketika FK Unhas membuka kelas internasional, maka dirasakan perlunya untuk memiliki pula dosen asing yang memiliki kualifikasi internasional.
“Ini proses yang panjang. Kami selalu memberikan kesan baik bagi setiap dosen atau akademisi asing yang berkunjung ke FK Unhas. Selain itu, kami juga membangun komunikasi setelah dosen tersebut kembali ke negara asalnya. Model komunikasi seperti itu kami tempuh untuk memberikan kesan baik bagi setiap dosen dan akademisi yang berkunjung ke FK Unhas,” kata Prof. Budu.
Dari pengalaman selama ini, dosen dan akademisi asing yang berkunjung ke Unhas umumnya tertarik dengan berbagai topik riset yang beragam dan unik di Indonesia, khususnya di Indonesian Timur dan Sulawesi Selatan. Daerah ini memiliki potensi kajian akademik yang tidak ditemukan di negara lain.
Misalnya dalam bidang kedokteran, ada beberapa jenis penyakit yang di negara maju itu sudah tidak ada lagi, tapi disini masih lumrah ditemukan. Banyak peneliti dan akademisi yang mengetahui situasi ini, ingin riset tentang topik ini, tapi tidak memiliki jaringan. Disinilah peran interaksi dan jaringan yang dibangun oleh sivitas akademika Unhas.
Menurut Prof. Budu, salah satu langkah yang ditempuh ketika melakukan kunjungan ke universitas mitra di luar negeri adalah mempersiapkan kartu nama. Dirinya membangun jaringan dengan intensif memperkenalkan diri yang sekaligus memperkenalkan Unhas.
"Ketika di undang ke universitas lain, baik itu dalam maupun luar negeri, kami selalu berkenalan dengan orang-orang baru. Ketika kembali, saya tidak lupa mengirim email, menyapa mereka. Ini penting untuk memberi kesan baik, membuat mereka mengingat kita. Biasanya, ini langkah awal yang cukup bermanfaat,” lanjut Prof. Budu.
Sejumlah tantangan dihadapi dalam menghadirkan dosen asing luar biasa di FK Unhas. Menurut Prof. Budu, selain persoalan pendanaan, tantangan yang dihadapi juga adalah berkaitan dengan perijinan. Berbeda dengan dosen-dosen bidang ilmu lainnya yang perijinannya relatif lebih mudah, untuk bidang kedokteran, ijinnya lebih rumit. Apalagi jika dosen asing tersebut akan terlibat di RS dalam hal teknologi dan alih keterampilan seperti operasi dan supervisi clinical skill lainnya. Sekalipun itu adalah proses akademik tapi tetap harus disiapkan izin untuk melakukan tindakan klinik.
"Biasanya, jauh hari sebelum mereka datang, kita sudah minta data yang diperlukan untuk kelengkapan pembuatan ijin sementara. Jadi, ketika mereka tiba disini, mereka bisa langsung beraktivitas, tidak perlu lagi memikirkan persoalan perijinan itu,” kata Prof. Budu.
Pada akhir wawancara, Prof budu percaya diri bahwa Dosen Asing di Fakultas yang dipimpinnya bisa terus bertambah seiring dengan perkembangan teknologi yang ada. Kebijakan Unhas mulai membuka peluang pembelajaran jarak jauh dengan dukungan teknologi informasi.
"Sekarang era digital, tidak harus mengajar tatap muka jika memang mereka tidak sempat hadir dalam kelas. Proses belajar mengajar bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi digital, seperti video konferensi. Kami sudah memiliki tiga ruangan yang menyediakan fasilitas video konferensi bagi dosen asing yang ingin mengajar namun tidak sempat hadir," tutup Prof Budu.(*)
Editor : Ishaq Rahman, AMIPR