Rektor Universitas Hasanuddin menghadiri Kongres Kebangsaan yang diselenggarakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia dan Aliansi Kebangsaan yang didukung oleh Forum Rektor Indonesia.
Kongres Kebangsaan berlangsung di Gedung Nusantara IV, Kompleks MPR RI dengan penerapan protokol pencegahan Covid-19, pada Kamis (28/10) yang bertepatan dengan perayaan momentum Sumpah Pemuda ke-93 tahun.
Turut hadir berbagai Rektor Perguruan tinggi, cendekiawan, dan para peneliti dari berbagai Lembaga. Acara tersebut dalam rangka membahas pemecahan kebuntuan atas berbagai permasalahan kebangsaan dengan dilakukan diskusi dan rangkaian peluncuran buku “Pancaila Memberadabkan Bangsa”.
Rektor Unhas, Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA., hadir secara langsung menyampaikan pesan kebangsaan dengan beberapa pemikiran sebagai pimpinan dan pengelola pendidikan. Beliau menjelaskan secara teoritis suatu ideologi bangsa adalah wujud identitas sebagai jati diri dan solusi atas seluruh permasalahan kehidupan. Dalam implementasinya dilihat dari bagaimana sebuah ideologi bisa menjawab tantangan zaman.
“Dengan kata lain kita perlu menjadikan Pancasila sebagai napas yang mewarnai dan menggerakkan peradaban pada jamannya. Pancasila harus bisa mewujudkan Indonesia menuju masyarakat 5.0 yang Pancasilais,” kata Prof. Dwia.
Masyarakat Indonesia telah dihadapkan pada situasi dengan mayoritas penduduk adalah generasi milenial. Hasil riset menunjukkan bahwa generasi milenial memiliki karakteristik tersendiri, yakni mudah stres, perilaku yang cenderung labil, dan rentan disorientasi.
Lebih lanjut, Prof. Dwia menambahkan bahwa hal tersebut telah menjadi tantangan bersama dalam hidup bermasyarakat tentang bagaimana menjadikan mereka sebagai insan yang berkarakter. Dibuktikan dengan peran yang kuat melalui penguatan dimensi transendental, humanisme, cinta persatuan, bijak dalam keputusan yang berbasis musyawarah mufakat dan menjadi pemimpin yang mampu menghadirkan keadilan yang sesungguhnya.
“Kami para pengelola pendidikan tinggi berkomitmen menjadikan Pancasila sebagai jiwa zaman dengan tantangan utamanya adalah bagaimana generasi milenial kita yang realistis, praksis dan rentan menjadi ekstrem serta bisa menghayati keberadaan Tuhan sebagai pengendali kehidupan bagi semua makhluk, bukan pada sekelompok makhluk tertentu,” jelas Prof. Dwia.
Dijelaskan bahwa dunia virtual adalah warna kehidupan dari generasi saat ini. Oleh karena itu bangsa Indonesia menjadikan Pancasila hadir secara siber untuk penguatan modal sosial yang sudah lama mengakar dalam kehidupan bermasyarakat, namun semakin lama semakin terkikis.
Prof. Dwia menyatakan bahwa sebagai pengelola pendidikan, dirinya berkomitmen dalam melahirkan luaran yang peduli dan cinta persatuan, bangga dengan keberagaman serta bijak dalam sikap dan mengambil keputusan.
Sebagai penutup, Prof. Dwia mengatakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai sila penutup dalam Pancasila bukanlah tujuan bangsa yang statis, melainkan suatu proses yang tidak akan pernah berakhir.
“Dengan demikian mari kita bersama-sama merekayasa skenario berkelanjutan dengan menjadikan Pancasila sebagai jiwa dan nafas kehidupan calon pemimpin bangsa,” tutup Prof. Dwia.
Kongres kebangsaan dihadiri oleh Presiden RI Ir. H. Joko Widodo yang menyampaikan pidato kunci, kemudian pidato kebangsaan oleh Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, Ketua MPR RI, H. Bambang Soesatyo, S.E., M.B.A., dan dilanjutkan oleh sambutan dari beberapa petinggi lainnya. (*/dhs).
Editor: Ishaq Rahman, AMIPR