Universitas Hasanuddin menyelenggarakan Rapat Paripurna Senat Akademik terbatas dalam rangka upacara Penerimaan Jabatan Profesor empat guru besar baru pada Fakultas Farmasi. Rapat berlangsung mulai pukul 08.30 Wita di Ruang Senat Akademik Unhas, Lantai 2 Gedung Rektorat, Kampus Tamalanrea, Makassar, serta disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Senat Akademik Unhas, Selasa (11/06).
Proses pengukuhan dihadiri oleh Rektor Unhas, Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc., Ketua, Sekretaris, dan Anggota Majelis Wali Amanat, Senat Akademik, Dewan Profesor, tamu undangan, serta keluarga besar dari profesor yang dikukuhkan.
Adapun empat profesor baru yang dikukuhkan adalah:
- Prof. Yusnita Rifai, S.Si., M.PharM.Sc., Ph.D., Apt,. Professor dalam Bidang Sintesis obat yang dikukuhkan sebagai guru besar ke-518
- Prof Yulia Yusrini Djabir, M.Si., M.Biomed. Sc, Ph.D., Apt., Professor dalam Bidang Farmasi Klinik dan Farmakologi yang dikukuhkan sebagai guru besar ke-519
- Prof. Firzan Nainu, S.Si., M.Biomed.Sc., Ph.D., Apt,. Professor dalam Bidang Ilmu Farmakologi yang dikukuhkan sebagai guru besar ke-520.
- Prof. Andi Dian Permana, S.Si., M.Si., Ph.D., Apt., Professor dalam bidang Penghantaran Obat yang dikukuhkan sebagai guru besar ke-521.
Rektor Unhas Prof. JJ dalam sambutannya menyampaikan selamat atas penambahan guru besar pada Fakultas Farmasi sebagai pencapaian serta kebanggaan dalam menunjukkan sebuah peningkatan kapasitas dan kualitas mutu pembelajaran. Diperlukan komitmen untuk mendorong pengembangan Unhas dalam berbagai sektor.
Lebih lanjut, Prof JJ juga mengharapkan para sivitas akademika Unhas bisa bersatu membangun kolaborasi membangun Unhas, salah satunya dalam mendorong kapasitas Unhas dalam perengkingan global.
“Diharapkan penambahan guru besar menjadi sebuah motivasi dan pembuktian bagi Unhas sebagai salah satu kampus terbaik dalam proses akademik. Diharapkan pula para Guru besar Unhas dapat menghasilkan karya terbaik pada bidang keilmuan masing-masing untuk berkontribusi bagi peningkatan kualitas,” jelas Prof JJ.
Sebelumnya, masing-masing guru besar telah menyampaikan pidato penerimaan yang membahas bidang keahliannya.
Prof Yusnita Rifai
Mengawali kegiatan, Prof Yusnita memberikan penjelasan tentang penelitian “Membangun Kemandirian Nasional Bahan Baku Obat Sintetik”. Pada kesempatan tersebut, Prof Yusnita menuturkan efisiensi industry farmasi memproduksi obat berbasis bahan baku local sangat rendah. Di Tengah biodiversitas hayati dan laut Indonesia yang berpeluang sebagai bahan baku obat, impor bahan baku luar justru menguasai 96% pasar domestic. Faktor penyebab diantaranya terlalu beragam jenis obat yang beredar di Indonesia dan ketidakekonomian bahan baku obat jika diproduksi dalam skala massal.
“Ketergantungan pada bahan baku impor obat merupakan bentuk ketidakberdayaan yang harus diatasi berbagai pihak. Salah satu cara menekan angka impor adalah dengan mendorong pemanfaatan bahan baku sintetik yang diisolasi dari keberagaman bahan alam local Indonesia. Penghitungan nilai TKDN produk farmasi yang berdasarkan pada processed-based, dilakukan dengan pembobotan terhadap kandungan bahan baku Active Pharmaceuticals Ingredients sebesar 50%, proses penelitian dan pengembangan sebesar 30%, proses produksi sebesar 15% serta proses pengemasan sebesar 5%,” jelas Prof Yusnita.
Prof Yulia Yusrini Djabir
Prof Yulia memberikan penjelasan tentang “Peran Pemodelan Hewan dalam Pencarian Kandidat Terapi untuk Mengurangi Toksisitas Hepatorenal Akibat Obat : Limitasi dan Arah Pengembangan”. Kerusakan hati akibat obat atau lebih dikenal dengan Drug Induced Liver Injury (DILI), masih menjadi tantangan dalam praktik klinik. Pada pasien dengan kondisi tertentu, DILI merupakan penyebab utama kasus gagal hati akut dengan tingkat kematian hingga 50%.
Proses drug development atau pengembangan obat merupakan proses panjang dan berkesinambungan yang didasari oleh ilmu pengetahuan dan penelitian yang intensif dan tidak jarang berbiaya mahal. Penggunaan pemodelan hewan menjadi media untuk memahami sepenuhnya dampak interaksi antara kandidat obat dengan system biologis yang kompleks. Model hewan uji praklinis yang tepat dapat menjadi titik tolak tingkat keberhasilan uji klinis, termasuk toksisitas, efikasi dan efek samping penggunaannya.
“Namun perlu diperhatikan bahwa riset farmakologis yang menggunakan hewan model mamalia yang dibatasi oleh Undang-Undang Kesejahteraan Hewan yang bertujuan untuk mengurangi penderitaan hewan dengan mengintegrasikan 3R. Terlepas dari modernisasi metode penelitian praklinis, hanya Sebagian kecil yang dapat ditranslasikan secara klinis pada manusia,” jelas Prof Yulia.
Prof Firzan Nainu
Selain itu, pada kesempatan yang sama Prof Firzan juga memberikan penjelasan tentang penelitiannya berkaitan dengan “Lalat Buah Drosophila Melanogaster sebagai Organisme Model dalam Drug Discovery dan Drug Repurposing : Potensi dan Tantangan Translasinya dalam Pengobatan”. Penelitian farmasi yang berfokus pada penemuan obat (drug discovery) dan penggunaan kembali obat (drug repurposing) memainkan peran krusial dalam meningkatkan kesehatan masyarakat secara berkelanjutan.
Proses penemuan obat melibatkan serangkaian tahapan kompleks dimulai dari identifikasi senyawa potensial hingga uji klinis pada manusia, sementara pendekatan drug repurposing mempercepat pengembangan obat dengan memanfaatkan kembali obat yang sudah ada untuk indikasi penyakit baru. Keduanya memberikan solusi yang berkelanjutan terhadap tantangan medis yang kompleks dengan menyediakan akses lebih luas terhadap terapi yang efektif dan terjangkau.
Lalat buah merupakan salah satu organisme model yang menjanjikan dalam riset farmakologi. Dengan ukuran kecil, siklus hidup yang cepat, dan kemudahan dalam manipulasi genetik, lalat buah telah digunakan secara luas dalam penelitian farmakologi. Meskipun demikian, penggunaan lalat buah juga memiliki tantangan sendiri, seperti keterbatasan dalam mewakili kompleksitas biologi mamalia dan potensi evolusi resistensi terhadap obat obatan.
“Saat ini, berbagai model penyakit infeksi dan non infeksi menggunakan lalat buah telah berhasil dibuat dan dikembangkan. Potensi lalat buah dalam penemuan antimikroba baru, penelitian imunomodulator dan pengujian efek kandidat obat untuk penyakit degenerative telah mulai dikaji dan dibuktikan secara eksperimental. Lalat buah dapat menjadi platform pengujian in vivo yang efektif dan efisien dalam upaya drug discovery dan drug repurposing,” jelas Prof Firzan.
Dengan pendekatan in vivo yang mudah, murah dan cepat, platform lalat buah dapat menjadi salah satu alternatif yang menjanjikan dalam pengujian obat tahap praklinis di masa depan. Pada akhirnya, hal ini akan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengembangan terapi baru yang lebih efektif dan terjangkau sebagai bagian dari kemandirian nasional dalam bidang kefarmasian dan kesehatan.
Prof Andi Dian Permana
Dalam kesempatan tersebut, Prof Dian memaparkan penelitian yang dilakukan berkaitan dengan “Microneedle Delivery System sebagai Strategi Inovatif untuk Meningkatkan Efikasi dan Kualitas Penghantaran Obat”. Secara umum, sistem ini melibatkan penggunaan jarum mikro yang sangat kecil untuk menembus lapisan kulit terluar. Uniknya, proses ini tidak menyebabkan rasa sakit, memberikan celah bagi senyawa obat untuk masuk ke dalam aliran darah dengan lebih efektif.
Berdasarkan penelitian, dengan menggunakan microneedle dapat mengirimkan obat-obatan dengan lebih presisi, meningkatkan bioavailabilitas obat, dan pada saat yang sama mengurangi resiko efek samping yang tidak diinginkan. Microneedles (MNs) muncul sebagai solusi inovatif. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa sistem ini, yang terdiri dari jarum berukuran mikro, disusun pada mold patch kecil, dapat mengatasi keterbatasan sediaan konvensional.
“Dengan mempertimbangkan masalah sediaan konvensional, sistem penghantaran obat microneedles dianggap sebagai kombinasi dari beberapa jenis sistem penghantaran. Kelebihan sistem ini terletak pada kemampuannya memungkinkan senyawa hidrofilik dengan molekul tinggi untuk masuk melewati stratum korneum. Sehingga lebih banyak molekul obat dapat meresap ke dalam kulit,” jelas Prof Dian.
Secara spesifik, sebagai sistem penghantaran obat yang baru, microneedle memiliki karakteristik untuk dibandingkan dengan penghantaran konvensional lainnya. Sistem ini tidak hanya mampu menghantarkan obat untuk terlokasikan di kulit, tetapi juga menghantarkan obat ke sirkulasi sistematik.
Kegiatan Rapat Paripurna Senat Akademik dalam rangka Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar Fakultas Farmasi berlangsung lancar dan hikmat hingga pukul 11.30 Wita. (*/mir)
Editor : Ahmad



