Mandala Majapahit (ManMa) Departemen Arkeologi Universitas Hasanuddin yang merupakan pusat informasi data dan hasil penelitian mengenai Majapahit menyelenggarakan Seminar 726 Tahun Majapahit dengan tema besar "Kilau Jejak Majapahit Di Timur Indonesia".
Kegiatan yang didukung oleh Yayasan Arsari Djojohadikusumo (Yad) dan Fakultas Ilmu Budaya Unhas berlangsung pada pukul 09.00 Wita di Aula Prof Matuladda, FIB Unhas, Kampus Tamalanrea, Makassar, Selasa (26/11).
Turut hadir dalam kegiatan, Dekan FIB Unhas (Prof. Dr. Akin Duli, MA), Direktur Eksekutif Yayasan Arsari Djojohadikusumo (Catrini Pratihari Kubontubu), Kepala Balai Cagar Budaya Jawa Timur (Andi Muhammad), Ketua Departemen se-fakultas FIB, para arkeolog, sejarawan, maupun mahasiswa Unhas dan luar Unhas.
Dalam sambutan pembukaannya, Dekan FIB Unhas, Prof. Dr. Akin Duli, MA, menjelaskan bahwa Majapahit merupakan kerajaan besar yang pengaruhnya tidak hanya di pulau Jawa, melainkan hingga seluruh nusantara, termasuk Sulawesi Selatan. Seminar ini dapat memperkaya sumber informasi mengenai majapahit, khususnya pengaruh kerajaan tersebut di luar Jawa. Prof Akin berharap, kegiatan seperti ini bisa terus dilakukan sebagai bentuk pengkajian nilai nilai sejarah yang ada di Indonesia.

"Peninggalan budaya Indonesia sangat banyak. Jika ini tidak dilakukan pengkajian, pelestarian maupun pengelolaan yang baik, peninggalan ini bisa hilang. Olehnya itu, keterlibatan berbagai pihak sangat dibutuhkan. Bukan hanya pemerintah maupun akademis, melainkan seluruh elemen masyarakat," jelas Prof Akin.
Pada kesempatan yang sama, Catrini Pratihari Kubontubu selaku Direktur Eksekutif YAD mengapresiasi kegiatan seminar ini. Menurutnya, ini bisa menjadi pengingat kepada generasi masa kini tentang kebesaran kerajaan Majapahit di Indonesia. Beliau juga menjelaskan mengenai Mandala Majapahit dan Yayasan Arsari Djojohadikusumo yang menjadi tonggak awal dalam pelestarian situs majapahit di Trowulan.
"Majapahit itu bukan dongeng semata. Dia nyata, dibuktikan dengan temuan temuan yang didapatkan oleh para arkeolog," jelas Catrini.
Andi Muhammad, Kepala Balai Cagar Budaya Jawa Timur menambahkan dalam sambutannya bahwa pelestarian situs peninggalan budaya seharusnya tidak hanya dilakukan pada benda atau sesuatu yang ditinggalkan. Akan tetapi, masyarakat dan lingkungan nya juga harus diperhatikan. Para akademisi harus bersama-sama membantu dalam pengkajian, pelestarian, maupun pengelolaan tersebut, sehingga generasi masa kini bisa dengan jelas melihat bukti bukti peninggalan zaman kerajaan.
Seminar 726 Majapahit menghadirkan empat pembicara dari berbagai disiplin ilmu dan daerah. Mereka adalah Drs. Iwan Sumantri (Arkeologi Universitas Hasanuddin), Adrian Perkasa (Sejarawan Universitas Airlangga), Prof. Peter Carey (Professor Universitas Indonesia), dan Pater Gregor Nenbasu (Antropologi Universitas Katolik Widya Mandiri).
Selain seminar, kegiatan ini juga dirangkaikan dengan jelajah pusaka mengunjungi jejak-jejak pangeran Diponegoro yang ada di Makassar.
ManMa Unhas selaku penyelenggara kegiatan merupakan Mandala Majapahit ketiga yang hadir di Indonesia dan diresmikan pada 12 Februari 2018. Keberadaan ManMa Unhas sangat penting sebagai sarana mengingat peninggalan masa klasik majapahit. Selain itu, kehadiran ManMa Unhas bisa menjadi referensi mahasiswa yang ingin mengenal Majapahit melalui bukti bukti peninggalannya.
Kegiatan yang dihadiri oleh kurang lebih 300 peserta yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, komunitas maupun masyarakat peduli pelestarian budaya berlangsung hingga pukul 12.00 WITA.(*)
Editor : Ishaq Rahman