Berita Terbaru

UNIVERSITAS HASANUDDIN

CPCD dan SDGs Center Unhas Kerja Sama Gelar Webinar, Bahas Konflik Ukraina-Rusia

Center for Peace, Conflict & Democracy (CPCD) bersama Sustainable Development Goals (SDGs) Center Universitas Hasanuddin menyelenggarakan webinar bertajuk “Peace & Democracy Colloquium Seri 9” bertema Konflik Ukraina – Ancaman Perdamaian Dunia”.

Kegiatan berlangsung mulai pukul 13:00 WITA secara daring melalui aplikasi zoom meeting, Kamis (3/3).

Hadir sebagai narasumber yakni Agussalim Burhanuddin, S.IP, MIRAP (Peneliti CPCD, Dosen Departemen Hubungan Internasional Unhas) dan Muhammad Rizal, S.IP, MA (Alumni RUDN/People Friendship University of Russia, Moscow).

Materi awal disampaikan oleh Rizal terkait “Apa yang sebenarnya terjadi dengan Rusia dan Ukraina?”. Rizal menggambarkan sejarah Ukraina sebagai pintu gerbang masuknya imperial Rusia dan memaparkan terkait golongan etnis di Ukraina, dimana semakin ke Timur semakin menyerupai etnis Rusia.

Lebih lanjut, dirinya juga mencerita tentang sejarah hubungan Ukraina dan Rusia pasca kemerdekaan Ukraina. Hubungan terbuka antara kedua negara dimulai bulan Februari 1991, dan telah berakhir di bulan februari tahun 2022.

Rizal mengatakan, kronologi krisis Rusia dan Ukraina yang berawal dari demonstrasi EUROMAIDAN, yang kemudian masuk aneksasi Rusia di Krimea dan munculnya kelompok separatis dari Luhansk dan Donetsk, serta operasi militer Rusia di Ukraina saat ini.

Beliau menjelaskan bahwa meskipun banyak tindakan Rusia dapat dianggap sebagai agresi, adapun tindakan agresi dari pihak barat dan NATO seperti latihan militer di perarian dekat Rusia. Rusia tidak memandang tindakannya sebagai invasi. Akan tetapi, sebagai reunifikasi dan pengamanan warga dan aset dalam Ukraina.

“Tindakan pembantaian etnis Rusia di Donbas pada delapan tahun lalu dengan 13.000 orang menjadi salah satu bukti utama Pemerintah Rusia melakukan tindakan pengamanan atas warga etnis Russia yang bermukim di wilayah Ukraina. Selain itu, ekspansi NATO ke Eropa Timur dimana mereka bahkan meyediakan berbagai senjata kepada Ukraina yang sangat berdekatan dengan Rusia. Adanya kelompok-kelompok neo NAZI dan fasis di Ukraina juga mengakibatkan Rusia ambil tindakan militer,” jelas Rizal.

Pada kesempatan yang sama, Agussalim memulai materi dengan menjelaskan bahwa bantuan perlengkapan senjata di Ukraina yang disediakan oleh NATO hanya untuk persiapan terhadap agresi Rusia. Dirinya menuturkan kelompok ultra-nasionalis di Ukraina sangat kecil dan terbentuk sebagai reaksi perlawanan setelah demonstrasi EUROMAIDEN dan aneksasi Krimea oleh Rusia.

“Menganalisis konflik Rusia-Ukraina sebaiknya menggunakan dua paradigma kajian hubungan internasional, yaitu idealis dan realis. Perspektif idealisme fokus pada nilai-nilai moralitas. Selanjutnya pada kacamata realisme, dimana kepentingan dan keamanan negara itu prioritas teratas dengan mempertimbangkan konteks sosial, budaya dan sejarah,” kata Agussalim.

Menurut Agussalim, selama ini mayoritas media dan orang-orang melihat konflik Rusia-Ukraina dari perspektif idealisme dengan mengutuk serangan militer Rusia ke Ukraina dan menimbulkan korban jiwa di masyarakat sipil. Sekaligus mendorong semua orang untuk meninggalkan Ukraina dan mencari tempat lebih aman.

Namun jika kita menggunakan pandangan realisme ini, dapat lebih memahami alasan Rusia melaksanakan operasi militer di Ukraina.

Meskipun perang dingin telah berakhir, namun pertentangan antara sekutu Amerika Serikat dengan organisasi NATO dan Rusia serta negara persemakmuran bekas Uni Soviet masih berlangsung sampai saat ini.

Hanya saja, sekarang tidak ada lagi pertentangan ideologi Kapitalisme Liberal vs Sosalisme Komunisme. Beberapa negara bekas Uni Soviet telah bergabung ke NATO, seperti Belarus, Estonia, Latvia dan Slovakia.

“Hingga saat ini, NATO terus melakukan ekspansi dan menerima negara-negara bekas Uni Soviet untuk bergabung, termasuk Ukraina. Kondisi ini membuat Putin kurang senang dan meminta NATO untuk tidak menerima Ukraina sebagai anggota NATO untuk saling menghormati kedaulatan negara dan kawasan. Namun, NATO menyatakan untuk menolak saran tersebut dan tetap membuka peluang Ukraina untuk bergabung,” tambah Agussalim.

Agussalim berpendapat, jika Ukraina bergabung dengan NATO, maka ada kemungkinan banyak senjata anti-tank dan anti-artillery, bahkan mungkin diberikan rudal dan berada di wilayah tetangga. Dengan demikian, Putin tidak akan menginginkan pihak musuh berada di halaman rumahnya dan mengancam kedaulatan negara.

Lebih lanjut Agussalim mencoba membandingkan krisis Ukraina dengan Krisis Rudal Kuba di tahun 60-an antara negara Kuba dan Amerika Serikat (AS). Krisis Kuba yang merupakan tetangga Amerika Serikat yang berafiliasi dengan Uni Soviet.

Menurutnya, dalam perang ada tiga komponen penting yang harus dipertimbangkan yaitu moral, konseptual dan material. Moral terkait dengan motivasi yang mendasari pasukan untuk bertempur. Material adalah peralatan dan teknologi militer yang digunakan selama perang dan konseptual menjadi bagian stategi perang yang digunakan untuk memenangkan pertempuran.

Pada sisi moral, sangat jelas Ukraina menang dari Rusia. Tentara Ukraina akan melakukan segalanya untuk mempertahankan negara dan menjaga keluarganya. Sementara tentara Rusia mengalami kegamangan dan keraguan dalam melakukan tindakan militer.

Namun, dari segi material itu terbalik militer Rusia jauh lebih kuat. Kekuatan militer Ukraina hanya 20 persen dari kekuatan militer Rusia.

“Menurut saya, yang paling mungkin akan terjadi adalah perang berkepanjangan. Meskipun Rusia mungkin bisa menghancurkan berbagai kota Ukraina, akan sangat sulit untuk mereka menduduki negara itu untuk jangka panjang. Perang akan dilanjutkan dengan urban gerilya,” tutup Agussalim.

Kegiatan yang dipandu oleh Nurjannah Abdullah, S.IP, MA (Dosen Departemen Hubungan Internasional Unhas) selaku moderator berlangsung lancar. Para peserta aktif memberikan tanggapan dan pertanyaan kepada para narasumber.

Kegiatan yang diikuti kurang lebih 130 orang tersebut berakhir pukul 15:30 WITA. (*/cpcd-Unhas/mir)

Editor : Ishaq Rahman, AMIPR

Berita terkait :

Share berita :

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Email

This post is also available in: Indonesia

Skip to content