Universitas Hasanuddin melalui Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya dan Japan Corner bekerja sama dengan Kantor Konsuler Jepang di Makassar mengadakan Seminar dengan tema “Perbandingan Pengungkapan Hati dan Rasa dalam Karya Seni Jepang dan Indonesia”.
Seminar yang diadakan di Gedung IPTEKS, Kampus Tamalanrea Unhas, pada Jumat (21/02) ini menghadirkan pemateri ahli dalam bidang ini, yaitu Hiroaki Kato dan Arina Epiphania.
Ketua Departemen Sastra Jepang, Meta Sekar Puji Astuti, S.S., M.A., Ph.D, dalam sambutannya di awal acara menyampaikan selamat datang untuk kedua narasumber. Beliau mengapresiasi keduanya yang bersedia hadir dan memberikan pengetahuan baru untuk peserta seminar.
Meta juga mengucapkan terima kasihnya kepada Pemerintah Jepang untuk membantu dalam penyelenggaraan kegiatan ini.
Hiroaki Kato memiliki kemampuan penerjemahan Bahasa Jepang ke Bahasa Indonesia sangat baik dan juga sarat akan makna. Diksi yang digunakan Kato sangat pas di hati pembaca. Kato juga dibantu dalam hal penerjemahan oleh istrinya, Arina, yang merupakan seorang musisi.
“Menerjemahkan lagu Bahasa Jepang ke Bahasa Indonesia bukan hal yang mudah, sulit untuk menemukan kata-kata yang sepadan dan sesuai dengan perasaan,” kata Meta.
Sesuai dengan slogan Unhas yaitu Humaniversity, kampus ini tidak hanya mengedepankan otak, tetapi juga perasaan.
“Sehingga tema yang dipilih kali ini, dengan menggabungkan logika dan perasaan, sangat linear dengan slogan Unhas sebagai kampus Humaniversity,” kata Meta.
Kepala Kantor Konsuler Jepang di Makassar, Miyakawa Katsutoshi juga menyampaikan pidato sambutannya dalam pembukaan seminar ini. Beliau mengawalinya dengan menceritakan bagaimana awal mulanya belajar Bahasa Indonesia pada umur 23 tahun.
Bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia memang berbeda dalam kosa katanya, tetapi ciri khas dari kedua Bahasa ini dapat dikatakan hampir sama, yaitu setiap kata memiliki banyak variasi padanan katanya.
“Semoga dengan diadakannya seminar ini, kita dapat memperluas pengetahuan kita tentang kebahasaan, utamanya Bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia. Arigat?gozaimashita,” ucap Miyakawa San diakhir sambutannya.
Dalam presentasinya, Hiroaki Kato membawakan materi dengan judul “Penerjemah Jepang-Indonesia”. Kato terlebih dahulu menjelaskan profil dirinya dan tentang bagaimana ia belajar Bahasa Indonesia pertama kalinya pada tahun 2004 lalu, saat masih mahasiswa di Tokyo University of Foreign Studies.
Pada tahun 2006, Kato mengikuti program pertukaran pelajar di Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta. Kato juga merupakan lulusan S2 Linguistik Bahasa Indonesia.
Selama karir penerjemahannya, Kato pernah menerjemahkan dua buah novel best-seller Indonesia ke dalam Bahasa Jepang, yaitu “Laskar Pelangi” oleh Andrea Hirata, diterjemahkan ke dalam Bahasa Jepang dengan judul “Niji no Shonentachi”.
Novel lainnya adalah “Filosofi Kopi” yang ditulis oleh Dee Lestari, diterjemahkan ke dalam Bahasa Jepang dengan judul “Coffee no Tetsugaku”. Tentu saja dalam proses penerjemahan kedua karya ini, tidak sedikit tantangan yang dihadapi.
“Tantangan terbesar menerjemahkan karya novel adalah mengartikan kata-kata, seperti kata benda, nama orang, pribahasa, dialek dan Bahasa daerah, serta hal-hal lainnya,” jelas Kato.
Selain menerjemahkan novel, beliau juga sudah menerjemahkan beberapa lagu, baik itu lagu Indononesia maupun lagu Bahasa Jepang. Kato juga memaparkan bahwa tingkat kesulitan dalam menerjemahkan lagu ini lebih sulit dibanding menerjemahkan novel atau dokumen lainnya. Lagu yang diterjemahkan untuk dinyanyikan dengan musik cenderung lebih sulit dibanding tanpa musik.
“Namun, dalam menerjemahkan lagu, ada kesenangan tersendirinya. Saya merupakan seorang musisi yang juga menyanyikan lagu yang saya terjemahkan sendiri,” ungkap Kato.
Setelah materi Penerjemah Jepang-Indonesia, acara ini kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab, dan sesi panel yang membahas Perbandingan Pengungkapan Hati dan Rasa dalam Karya Seni Jepang dan Indonesia.(*)
Editor : Ishaq Rahman AMIPR