Berita Terbaru

UNIVERSITAS HASANUDDIN

Empat Guru Besar FISIP Unhas Bahas Patologi Birokrasi, Politik Identitas, Ekologi Media, dan Terorisme di Asia Tenggara

Sebelum dikukuhkan dan diterima sebagai anggota Dewan Profesor Universitas Hasanuddin, empat orang guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) menyampaikan pidato penerimaan dan pengukuhan dalam Rapat Paripurna Terbatas Senat Akademik pada Selasa (5 Agustus 2025) di Ruang Rapat Senat Akademik, Lantai 2 Gedung Rektorat Unhas.

Berikut pokok-pokok pikiran keempat guru besar tersebut.

Prof. Dr. A. M. Rusli, M.Si.

Guru Besar dalam Bidang Ilmu Ekologi Pemerintahan ini memaparkan tentang “Patologi Birokrasi dalam Perspektif Ekologi Pemerintahan”. Pria kelahiran Cangadi, Soppeng ini menjelaskan bahwa dalam perspektif ekologi pemerintahan, patologi birokrasi merupakan gejala dari mal adaptasi sistem birokrasi terhadap perubahan dan kompleksitas lingkungan.

Reformasi birokrasi akan gagal jika tidak memperhitungkan kondisi tanah tempat berpijak. Patologi birokrasi bukan hanya kelemahan teknis organisasi, melainkan refleksi dari ketidaksesuaian antara struktur birokrasi dengan lingkungan sosial, politik, dan budaya sekitar.

“Dalam menghadapi tantangan tata kelola pemerintahan di era kompleksitas saat ini, pendekatan ekologi pemerintahan memberikan perspektif yang kaya dan relevan. Ia mengajarkan kepada kita bahwa birokrasi adalah organisme sosial yang harus beradaptasi dengan lingkungannya dan bahwa reformasi birokrasi adalah bagian dari proses ekologis yang lebih besar,” jelas Prof Rusli.

Prof. Dr. Gustiana A. Kambo, S.IP., M.Si.

Guru Besar Bidang Politik Identitas menyampaikan pidato berjudul “Diskursif Pemikiran Politik Identitas dalam Ranah Kepentingan Keberagaman dan Kepentingan Kelembagaan”. Pidato ini menguraikan bagaimana kelestarian identitas melalui aktivitas politik memberikan ruang dan respon pada kelompok masyarakat serta dukungannya dalam waktu tertentu. Hal ini dimanifestasikan sebagai pengupayaan yang secara inklusif ketimbang yang eksklusif. Artinya, tidak semua yang bersifat primordial akan diseragamkan, namun adanya perbedaan layak tetap dikembangkan, dan dikaitkan dengan komitmen perwujudan kepentingan bersama.

Perempuan kelahiran Polewali Mamasa tahun 1973 ini memaparkan bahwa terdapat tiga kategori perkembangan kajian politik identitas. Salah satunya adalah politik identitas pada pembentukan daerah administrasi, baik setingkat provinsi dan kabupaten/kota yang didasarkan pada ikatan etnik, sekaligus memperlihatkan terjadinya teritorialisasi identitas. Politik identitas juga menguat pada pembentukan partai politik nasional yang berbasis agama maupun ideologi tertentu.

“Untuk membangun kesadaran keberagaman atas identitas tidak hanya menekankan pada prinsip ko-eksistensi semata. Namun, membutuhkan pendekatan pro-eksistensi. Prinsipnya, tidak hanya dimaknai dari keinginan menghadirkan kualitas hidup, tetapi juga dibutuhkan kesadaran untuk menjadi bagian dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh kelompok lain,” jelas Prof Gustiana.

Politik identitas adalah ruang perbedaan dan bentuk pertahanan terhadap berbagai perbedaan, hakikatnya merupakan integritas pada konteks sosial dan politik, yang mempunyai persamaan tujuan yaitu peneguhan identitas atas pilihan politik baik itu etnik, agama, gender dan ras dari semua keberagaman yang ada, termasuk atas kepentingan yang mengikutinya.

Prof. Dr. Arianto, S.Sos., M.Si.

Guru Besar Bidang Media dan Komunikasi, kelahiran Parepare tahun 1973 ini menyampaikan pidato berjudul: “Ekologi Media dan Perilaku Komunikasi di Era New Media”.

Pendekatan ekologi media pada pencarian informasi dan pendekatan uses and gratifications untuk perilaku strategis pembelian produk di era digital berkelanjutan. Trend belanja yang terus bergeser dari luring ke daring, karena keinginan konsumen akan solusi cepat, praktis dan hemat waktu. Implikasi alternatif praktis sarana promosi yang cepat, terjangkau dan tepat sasaran. Platform new media memberikan kenyamanan, efisiensi biaya dan tingkat kepuasan dalam memenuhi kebutuhan pengguna.

“Kami menawarkan perspektif baru dalam menyelidiki platform e-commerce popular di Asia Tenggara, khususnya di kalangan konsumen muda atau digital native. Implikasi praktisnya bahwa pasar online dapat memanfaatkan promosi media sosial untuk mendorong pembelian melalui promosi strategis yang beragam dan menarik,” jelas Prof Arianto.

Integrasi perkembangan new media telah membuka peluang untuk meningkatkan efisiensi, aksesibilitas, dan kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi antar manusia bermediasi teknologi komputer (Computer Mediated Communication) akan tren dan signifikan masa kini dan masa akan datang.

Prof. Seniwati, S.Sos., M.Hum., Ph.D.

Perempuan kelahiran Makassar pada tahun 1976 ini adalah Guru Besar Bidang Ilmu Hubungan Internasional. Pidato yang ia sampaikan mengambil topik: “Strategi Penanganan Terorisme di Asia Tenggara Melalui Kerja Sama Internasional”.

Dalam upaya kontra terorisme, Indonesia banyak menjalin kerja sama bilateral dengan negara lain seperti Australia, Amerika Serikat hingga Korea Selatan, yang tujuannya untuk memperkuat keamanan dari ancaman terorisme dan meningkatkan kapasitas kontra terorisme. Berbagai dinamika kerja sama ini menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk memaksimalkan perannya.

“Aktivitas terorisme yang terjadi di wilayah lintas batas negara merupakan salah satu bentuk ancaman keamanan yang dapat menyebabkan masalah serius berupa ketidakstabilan dan peningkatan potensi kekerasan suatu negara. Oleh sebab itu, penting untuk mencegah terorisme melalui upaya deteksi dini atau Early Warning System guna meminimalisir ancaman keamanan yang timbul,” jelas Prof. Seniwati. (*/mir/ir)

Editor : Ishaq Rahman

Empat Guru Besar FISIP Unhas Bahas Patologi Birokrasi, Politik Identitas, Ekologi Media, dan Terorisme di Asia Tenggara

Berita terkait :

Share berita :

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Email

This post is also available in: Indonesia

Skip to content