Journal of Forest and Society (FS) yang diterbitkan oleh Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin berhasil masuk dalam indeksasi Scopus. Jurnal ini tercatat sebagai satu-satunya jurnal ilmiah di luar pulau Jawa yang terindeks Scopus. Jurnal ini juga merupakan satu-satunya jurnal terbitan Unhas yang berhasil masuk dalam kelompok Sinta-1 Kementerian Riset dan Teknologi.
Editor in Chief Journal of Forest and Society Unhas, Muhammad Alif K. Sahide, Ph.D, mengatakan bahwa proses untuk mencatatkan JFS hingga terindeks Scopus mempunyai kisah yang panjang dan perjuangan yang tidak henti.
“Jurnal ini saya terbitkan sepulang saya dari Jerman, pada tahun 2015 lalu. Saya melihat bahwa isu forest and society menjadi isu yang hangat. Saya mau bangun jurnal yang tidak berkompetisi dengan jurnal yang sudah terlalu besar dan sudah susah bersaing dengan mereka. Tapi saya ingin, jurnal ini punya keunikan sendiri,” kata Alif Sahide.
Jurnal ini terinspirasi dari peneliti yang menerima nobel tertinggi, yang melakukan penelitian di Asia Tenggara. Tapi para peneliti itu bukan orang Asia atau Asia Tenggara. Hal itu merupakan bukti nyata bahwa Asia Tenggara dan Indonesia memiliki hal-hal empiris material yang bisa digali sebagai bagan riset.
“Olenya itu, saya merasa perlu membangun jurnal untuk menghimpun penulis-penulis Indonesia dan Asia Tenggara. Jadi, fokus geografis jurnal ini adalah Asia Tenggara. Batasan fokus seperti ini sangat penting untuk menemukan keunikan dari jurnal, sehingga tidak perlu berkompetisi dengan jurnal sejenis yang telah terbit sebelumnya,” papar Alif.
Alif K. Sahide yang memiliki bidang keahlian dalam bidang Politik dan Kebijakan Kehutanan (Forest Politics and Policy) ini menyebutkan bahwa dirinya mempersiapkan jurnal ini selama satu tahun. Ia mengundang mantan supervisor ketika kuliah di luar negeri, serta meminta bantuan dari kolega-kolega untuk menjadi editor.
“Pada tahun 2017 jurnal ini kemudian secara resmi dilaunching oleh Ibu Rektor. Kami tidak berpikir Scopus, maupun indeks-indeks besar itu. Kami hanya ingin pastikan bahwa jurnal ini adalah jurnal yang ilmiah. Kami tidak peduli ini terindeks scopus atau tidak. Yang kami senang di sini, pimpinan fakultas benar-benar memberikan kebebasan akademik. Betul betul kami diberikan ruang,” kata Alif.
Pengalaman dari pengelolaan jurnal FS hingga terindeks Scopus ini memberikan pelajaran berharga. Scopus sebenarnya tidak perlu menjadi target. Yang dibutuhkan adalah membuat dan menghasilkan karya akademik yang berkualitas, konsisten, dan sesuai prosedur standar mutu yang baku. Misalnya, artikel-artikel yang diterbitkan benar-benar melalui proses review, sehingga substansi dari penelitian yang diterbitkan benar-benar memiliki kebaruan dan keunikan akademik.
“Kami hanya bekerja di ranah itu, yaitu menerbitkan jurnal yang berkualitas. Ternyata, setelah volume 2, jurnal ini sudah terindeks Web of Science. Dan ketika masuk ke volume 3, kami mendapat kabar telah terindeks Scopus. Setiap volume ada 2 edisi. Artinya, jurnal ini terindeks Scopus setelah terbit 6 edisi,” papar Alif.
Dekan Fakultas Kehutanan Unhas, Prof. Dr. Yusran Jusuf, S.Hut, M.Si, menyampaikan kegembiraannya atas capaian ini. Hal ini merupakan hasil kerja civitas akademika, terutama upaya luar biasa yang dilakukan oleh pengelola jurnal.
“Kami memang berkomitmen memberikan kebebasan berkreasi dan berkarya. Tugas kami sebagai pimpinan adalah membangun ekosistem yang ramah bagi karya. Dukungan pimpinan universitas, terutama Ibu Rektor, juga sangat besar. Beliau terus memacu sivitas akademik untuk berkarya. Dan inilah hasilnya,” kata Prof. Yusran.
Direktur Publication Management Center (PMC) Unhas, Muhammad Arsyad, Ph.D mengatakan kebanggaannya atas capaian FS. Menurutnya, hal ini dapat memberi motivasi bagi jurnal-jurnal lain di lingkup Unhas.
“Jurnal FS adalah jurnal pertama di Kawasan Timur Indonesia yang lolos seleksi Contents Selection Advisory Board (CSAB) Scopus. Keunggulannya adalah FS mendiseminasi hasil penelitian terkait kehutanan dan masyarakat di Asia Tenggara. Itu keunikannya sesuai assesment CSAB Scopus,” kata Arsyad.(*)
Editor : Ishaq Rahman, AMIPR