Berita Terbaru

UNIVERSITAS HASANUDDIN

Iqbal Djawad: Belajar dari Jepang

Senpai dan Sensei, menurut Ir. Iqbal Djawad, M.Sc, Ph.D sedikit berbeda. Kalau Sensei, saki-ce, saki itu sebelum, se itu hidup. Senpai senior konon kabarnya berfokus pada satu bidang. Sensei itu, semuanya. Itulah komentar awal Iqbal Djawad yang tujuh tahun di Hiroshima dan total 13 tahun di Jepang saat membawakan kuliah singkat bertajuk  Japan is progressive: A Lesson Learned memeriahkan acara pertemuan alumni Hiroshima University di Novotel, Makassar, Ahad (27/3/2016).

Iqbal mengatakan, disebut progresif, karena ada sedikit evolusi-evolusi, perubahan-perubahan yang cukup signifikan terjadi di Jepang. Tetapi walau pun dia progresif, tetap ada pelajaran yang bisa kita ambil dari Jepang.

Yang menarik, penduduk umur 18 tahun sangat berkurang di Jepang dari jumlah penduduk sekitar 120  juta lebih. Yang berumur 18 tahun di atas 1 juta lebih jiwa.Tetapi diprediksi pada tahun 2030, dia akan berada  di bawah 10 juta. Terbalik dengan bonus demograsi yang diperoleh Indonesia yang memiliki lebih dari 100-an juta. Anaknya berkisar 150 juta.

Yang menarik tingkat partisipasi orang yang masuk ke pendidikan  tinggi itu, semakin berkurang. Data terakhir (2014) hanya 56,7% yang masuk universitas, dari usia yang seharusnya masuk pendidikan tinggi. Dia belajar 2 tahun di SMA dan di akademi 2 tahun masih ada sekarang. Tetapi sejak beberapa tahun lalu berkurang, namun sekarang ditingkatkan lagi, karena S-2 dan S-3, tempatnya semakin sedikit. Kalau dicari di lab-lab di universitas di Jepang agak sulit menemukan orang Jepang asli yang belajar S-3. Kalau S-2 masih, kebetulan dia belum mendapat pekerjaan. Jadi dia harus tinggal dulu dua tahun. S-3 begitu dia keluar agak susah. Gajinya harus tinggi dan segala macam.

‘’Semakin tinggi lembaga pendidikan, kian berkurang orang yang masuk ke dalam lembaga pendidikan tersebut,’’ kata Iqbal Djawad.

Majalah Time ikut men-trigger Monkaso untuk mengubah sistem pendidikan di Jepang. Newsweek di tahun yang sama, bertanya apakah universitas dan koleg itu sesuatu investasi yang tidak bagus. Jadi, ada dua hal yang bertentangan.

Bagi Indonesia, Lembaga Penyediaan Dana Pendidikan (LPDP) masih dikaji terus. Ketika Djoko Santoso sebagai Dirjen Dikti, kata Iqbal, Rektor Osaka University pernah bertandang dan berkata,’’bisa tidak anak Indonesia datang ke Jepang dengan biaya ful Indonesia’’. Djoko Santoso kaget, karena menganggap  jika suatu negara mengundang mahasiswa asing sejatinya harus diberikan beasiswa.

Pada tahun 2012 tenaga kerja Jepang 79 juta orang. Pada tahun 2025 tenaga kerja itu akan turun menjadi 71 juta. Padahal diprediksi, penduduknya  naik pada tahun 2025 menjadi 130-140 juta. Itu karena tidak ada anak-anak.

Pendidikan dunia bagaimana, kemudian bagaimana pendidikan harus dijalankan Jepang, karena terjadi perubahan. Kalau dulu, Jepang sangat yakin bahwa pendidikan itu adalah ibu. Tetapi sejak beberapa tahun lalu, ada kebebasan. Jadi anak-anak tidak lagi diberikan pekerjaan rumah setengah mati.

Sekarang ini, kita mau berperan di mana dengan indeks pembangunan manusia di urutan ke-73, Jepang ke-21 dan Singapura urutan ke-2. Hanya Singapura jumlah penduduknya sedikit.

Jadi, mereka yang memanfaatkan fasilitas LPDP pada tahun 2030 harus bisa mandiri. Yang menarik di Jepang adalah sekitar 61% dana pemerintah untuk sektor kesehatan itu larinya untuk kepentingan kuratif dan rehabilitasi. Pengeluaran anggaran yang dilakukan pemerintah Jepang hanya dua yang tidak defisit, yakni Pertahanan Nasional dan Keamanan sosial (33,3%) dan skala usaha kecil (0,2% kenaikannya). Ini menunjukkan adanya perlambatan ekonomi, karena tidak ada daya beli.

Jumlah penduduk kelas menengah (2015) hanya 55 juta. Tahun 2030 akan naik menjadi 135 juta. LPDP memberi beasiswa. Jepang tidak ada masalah dengan LPDP. Tetapi Inggris bermasalah. Setelah satu tahun, pulang, langsung ke Anis Baswedan. Yang bersangkutan bertanya setelah memeroleh beasiswa LPDP di mana harus kerja?

‘’Lho, kita kasih beasiswa, dikasih menumpang lagi, masa kita yang mencarikan pekerjaan,’’ Anis Baswedan berkata suatu saat seperti dikutip Iqbal Djawad yang juga mantan Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Tokoy tersebut.(*).

 

Berita terkait :

Share berita :

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Email

This post is also available in: Indonesia

Skip to content