Dalam Rapat Paripurna Senat Akademik Terbatas Universitas Hasanuddin pada Selasa (27/5), empat guru besar Fakultas Teknik menyampaikan pidato penerimaan. Berikut rangkuman pidato masing-masing.
Prof. Achmad Bakri Muhiddin
Guru besar Ilmu Material Geoteknik ini menyampaikan pidato ilmiah berjudul: “Inovasi Material Geoteknik Berwawasan Lingkungan”.
Geoteknik merupakan cabang teknik sipil yang mempelajari perilaku material bumi seperti sifat tanah dan batuan serta interaksinya dengan struktur buatan manusia. Material yang digunakan dalam geoteknik memainkan peran kunci dalam desain dan keberhasilan konstruksi infrastruktur seperti fondasi bangunan jalan, jembatan hingga terowongan.
Material geoteknik dapat berupa bahan alami, material buatan ataupun material daur ulang. Bahan alami dapat berupa tanah dan batuan, menawarkan solusi berkelanjutan karena sifatnya yang ramah lingkungan dan mudah diperoleh.
Sementara material buatan dapat berupa geosintetik mencakup EPS, geotekstil, geomembrane hingga geokomposit. Material ini memiliki sifat mekanik yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan struktur.
“Secara umum, material untuk stabilisasi diharapkan memberikan keuntungan seperti efisiensi, keberlanjutan, dan kinerja yang lebih baik. Tantangan utama meliputi biaya awal yang tinggi, kebutuhan regulasi yang mendukung dan edukasi terhadap tenaga kerja. Pemilihan material berkelanjutan, penggunaan material daur ulang seperti limbah beton dan plastik mulai diterapkan untuk mengurangi dampak lingkungan,” jelas Prof Achmad.
Inovasi material geoteknik memainkan peran penting dalam menjawab tantangan lingkungan dan teknis. Dengan kemajuan teknologi, potensi untuk menggunakan material inovatif semakin luas, memberikan kontribusi pada pembangunan infrastruktur yang lebih berkelanjutan.
Prof. Idawarni Asmal
Guru Besar dalam Bidang Ilmu Perumahan dan Permukiman ini menyampaikan pidato berjudul “Membangun Resilience di Permukiman Pesisir: Peran Integrasi Kekerabatan dan Ruang Komunal”.
Ruang Komunal Keluarga atau Family Community Space (FCS) berperan strategis dalam meningkatkan keamanan dan ketahanan komunitas pesisir melalui mekanisme natural surveillance (pengawasan lingkungan secara alami).
FCS mendukung pengawasan alami yang berkontribuso terhadap keamanan permukiman pesisir. Hal ini selaras dengan konsep defensible space dan teori tata ruang permukiman yang baik dalam menekan kejahatan.
Dengan meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam menjaga lingkungan, FCS memperkuat kohesi sosial serta menciptakan rasa aman bagi penduduk. Selain sebagai elemen keamanan, FCS juga berperan dalam mendukung ketahanan lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat pesisir.
“Penduduk pesisir, mayoritas nelayan dan pembudidayaan rumput laut, sangat bergantung pada ruang komunal sebagai pusat interaksi sosial dan pengawasan lingkungan. Ruang komunal terbagi menjadi tiga tipe utama, yaitu publik, semi publik dan privat, yang masing-masing memiliki peran dalam mendukung kesejahteraan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat,” jelas Prof Idawarni.
Permukiman pesisir menghadapi tantangan besar, seperti perubahan iklim, ketimpangan infrastruktur, urbanisasi tak terkendali, serta krisis ekologis. Untuk mengatasi tantangan ini, solusi berbasis alam, seperti ekosistem mangrove dan tanggul multifungsi, dapat diintegrasikan dengan infrastruktur berkelanjutan dan pemberdayaan ekonomi lokal.
Prof Nurul Jamala Bangsawan
Guru Besar dalam Bidang Ilmu Sains dan Teknologi Bangunan (Pencahayaan Bangunan) ini menyampaikan pidato berjudul “Strategi Desain Arsitektur Inovatif Menuju Bangunan Hemat Energi”.
Desain arsitektur hemat energi merupakan pendekatan perencanaan yang ditujukan untuk menurunkan konsumsi energi secara keseluruhan. Pendekatan desain pasif dilakukan tanpa mengandalkan teknologi aktif, melainkan melalui pemanfaatan elemen desain bangunan guna memenuhi kebutuhan pencahayaan secara alami.
Integrasi pencahayaan alami dan buatan dalam bangunan hemat energi menuntut perencanaan yang komprehensif, pemanfaatan teknologi pencahayaan yang efisien, serta pemahaman yang mendalam terhadap kebutuhan pengguna ruang. Selain efisiensi energi, aspek estetika dan kenyamanan visual juga harus menjadi pertimbangan utama agar ruang tetap fungsional serta nyaman bagi penggunanya.
“Dalam mengupayakan rancangan bangunan hemat energi, selain melalui eksperimen laboratorium dan pembuatan prototipe, pendekatan lain yang telah dilakukan adalah melalui simulasi desain bangunan. Simulasi ini memanfaatkan software untuk mengevaluasi kinerja rancangan berdasarkan kondisi pencahayaan dalam ruang sebelum tahap konstruksi dilakukan,” jelas Prof Nurul.
Hemat energi merupakan salah satu inovasi strategis dalam merespon tantangan pemanasan global, dimana peningkatan suhu permukiman bumi menjadi isu yang semakin mendesak. Konsep ini tidak hanya mendorong pengembangan infrastrukr yang berkelanjutan, tetapi juga memberikan kontribusi siginifikan dalam menekan konsumsi energi serta mengurangi emisi karbon.
Prof Mimi Arifin
Guru Besar dalam Bidang Ilmu Perencanaan Perumahan dan Kawasan Permukiman ini menyampaikan pidato berjudul “Perencanaan Perumahan dan Kawasan Permukiman dalam Bingkai Keberlanjutan”.
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa rumah sebagai bangunan gedung yang memiliki beberapa fungsi seperti tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga hinggaaset bagi pemiliknya.
Saat ini, terdapat tantangan besar dalam perencanaan dan pengelolaan permukiman yang seringkali menghambat tercapainya kualitas hidup yang ideal. Semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka menambah rumitnya permasalahan penyediaan perumahan dan permukiman. Beberapa permasalahn dalam mewujudkan perumahan dan permukiman layak dan berkelanjutan diantaranya backlog perumahan, rumah tidak layak huni, hingga keterbatasan lahan.
Masalah utama adalah keterbatasan dan tidak sinkronnya data. Semua program pemerintah dalam meningkatkan kualitas permukiman, kota ataupun wilayah seperti Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dan Prasarana Sarana Utilitas (PSU) hingga peningkatan kualitas permukiman kumuh perkotaan hingga bantuan stimulant peningkatan kualitas rumah tidak layak huni dapat tepat guna dan tepat sasaran jika ketersediaan data/dokumen dan system koordinasi terpenuhi.
“Harapan kedepannya agar setiap daerah hingga tingkat provinsi telah memiliki dokumen perencanaan umum diantaranya penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, yang terkoordinasi, terpadu secara lintas sectoral dan wilayah administrative. Semua kota di dunia memiliki harapan bebas kumuh, inklusif tangguh dan berkelanjutan,” jelas Prof Mimi.
Terciptanya perumahan dan kawasan permukiman yang layak huni, nyaman dan harmonis akan mampu berfungsi sebagai kerangka dalam memproduksi sebuah ruang kota yang berkelanjutan.(*/mir)
Editor : Ishaq Rahman