The Australia – Indonesia Center (AIC) yang merupakan wadah kerja sama akademik antara Australia dan Indonesia, meluncurkan Partnership for Australia – Indonesia Research (PAIR). Program ini dirancang untuk menjadi wadah kolaborasi antara peneliti Indonesia dan Australia dalam menjawab berbagai persoalan pembangunan.
Program PAIR secara resmi diluncurkan pada Senin (18/11) bertempat di Baruga Pattingaloang, Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan. Hadir pada peluncuran ini Gubernur Sulawesi Selatan (Prof. Dr. Ir. Nurdin Abdullah, M.Agr), Duta Besar Australia untuk Indonesia (H.E. Gary Quinlan AO), Chief Excecutive Office The AIC (Eugene Sebastian), beberapa Bupati dan Walikota Makassar, para Dekan di lingkungan Unhas, para peneliti dari perguruan tinggi mitra, dan puluhan undangan lainnya.
Dalam sambutannya, CEO The AIC, Eugene Sebastian, menjelaskan bahwa PAIR merupakan salah satu inisiatif untuk menindaklanjuti kemitraan menyeluruh Indonesia dan Australia yang telah disepakati oleh pemerintah kedua negara pada tahun 2013. Dibandingkan dengan program lainnya, PAIT memiliki beberapa keunikan.
“Ini merupakan konsep besar yang berbeda, dipersiapkan selama 6 tahun sejak 2013. Kita ingin memecahkan masalah kedua negara secara kolaboratif, dan juga ingin menyumbang perubahan bagi masalah global. Persoalan infrastruktur, kesehatan, pangan dan lain-lain adalah masalah global,” kata Sebastian.
Selain itu, kata Sebastian, AIC juga mempersiapkan konsep yang unik, yang berfokus pada investasi hubungan kedua negara. Terdapat 51 peneliti dalam PAIR yang berasal dari 11 perguruan tinggi terkemuka di kedua negara.
Tujuh perguruan tinggi Indonesia, yaitu:
1. Universitas Hasanuddin,
2. Universitas Airlangga,
3. Universitas Gadjah Mada,
4. Universitas Indonesia,
5. Institut Teknologi Sepuluh November,
6. Institut Teknologi Bandung,
7. Institut Pertanian Bogor.
Sementara empat perguruan tinggi dari Australia, yaitu:
1. The University of Melbourne,
2. Monash University
3. The University of Queensland
4. The University Western Australia
Sebastian menjelaskan bahwa selama empat tahun mendatang, ditargetkan akan ada 500 peneliti yang terlibat, dengan komposisi 60% dari bidang sains dan 40% dari humaniora.
“Hal yang menarik dari program ini adalah para peneliti yang terlibat dalam kolaborasi kami terdiri atas 70% peneliti yang belum pernah bekerja sama satu sama lain atau berkolaborasi secara internasional. Tentu saja, hal ini akan memperkaya pengalaman masing-masing peneliti,” papar Sebastian.
Sementara itu, Gubernur Sulawesi Selatan menyampaikan apresiasi dan penghargaan atas dipilihnya Sulawesi Selatan, khususnya Kota Makassar sebagai lokasi untuk mengawali program ini. Dirinya sejak awal berkomitmen untuk menjadikan perguruan tinggi dan riset sebagai basis setiap kebijakan.
“Saya percaya, kerja sama dengan Australia ini akan menjadi momentum saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Kita masing-masing memiliki keunggulan, kalau keduanya digabungkan, bukan hanya masalah kita yang bisa kita selesaikan, bahkan masalah-masalah global juga dapat kita atasi,” kata Nurdin Abdullah.
Duta Besar Australia untuk Indoesia, H.E. Gary Quinlan AO, dalam sambutannya juga memberikan apresiasi atas upaya berbagai pihak sehingga kerja sama ini dapat terlaksana. Makassar merupakan daerah yang penting bagi Australia, itulah sebabnya mengapa Konsulat Jenderal didirikan di kota ini.
“Kita memiliki sejarah yang panjang. Lebih 400 tahun lalu, kedatangan pertama orang Indonesia ke Australia adalah dari Makassar, yaitu para nelayan yang mencari teripang. Hubungan historis ini menjadi landasan bagi kita untuk melaksanakan kolaborasi,” kata Dubes Quinlan.
Pada kesempatan terpisah, Direktur Komunikasi Unhas, Suharman Hamzah, Ph.D mengatakan bahwa keterlibatan Unhas dalam program PAIR merupakan hal yang positif. Selain karena faktor posisi Unhas yang berada di Makassar, juga faktor keterlibatan Unhas dalam The AIC sejak lama.
“Rektor Unhas, Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA, adalah anggota dewan atau Board Member Australian Indonesian Center yang menginisiasi program ini. Apalagi dalam PAIR ini sangat banyak ahli-ahli Unhas yang terlibat sejak awal,” kata Suharman.
Koordinator Riset PAIR, Dr. Nana Saleh, menjelaskan bahwa selama empat tahun ke depan, para peneliti akan menjelajahi wilayah Pantai Barat Sulawesi Selatan, dimana Jalur Kereta Baru sepanjang 145 kilometer akan segera menghubungkan lima kota dan kabupaten, yaitu Makassar, Maros, Pangkajene Kepulauan, Barru, dan Parepare.
“Sebelas Senior Fellow yang memimpin penelitian ini akan melakukan pertemuan secara intensif selama satu minggu dengan para pemangku kepentingan dari pemerintah, bisnis, akademisi dan kelompok masyarakat untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang Sulawesi Selatan dan dampak serta peluang yang diharapkan dari pembangunan jalur kereta api,” tutup Nana Saleh.
Acara launching ditandai dengan pemukulan gendang oleh Gubernur Sulawesi Selatan dan Duta Besar Australia. Usai acara yang berakhir pukul 10.00, para peneliti senior PAIR selanjutnya menuju Kampus Unhas Tamalanrea untuk mengadakan pertemuan membahas pertemuan riset di Sulawesi Selatan.(*)
Editor : Ishaq Rahman